Mohon tunggu...
Aurelius Haseng
Aurelius Haseng Mohon Tunggu... Freelancer - AKU yang Aku tahu

Mencari sesuatu yang Ada sekaligus tidak ada

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Orang Pasir

2 Juli 2020   08:49 Diperbarui: 2 Juli 2020   08:48 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ranaka adalah gunung berapi, berdiri menjulang di antara barisan pegunungan di pedalaman Manggarai. Dari kota Ruteng, di pagi hari, saat embun-embun masih berbentuk butir-butir air di dedaunan, pandangan mata akan berdecak kagum dengan fenomena matahari yang seolah-olah bersandar di bahunya. Di siang, pusaran awan putih juga akan menyelimuti puncak hingga sekeliling hijau hutannya. Suguhan itu membekaskan rindu untuk melihatnya selalu.

Orang-orang Robo, menyebut ranaka sebagai ibu. Surga berada di telapak kaki-kakinya. Darinya lahir anak-anak, yang disebut kampung-kampung yang mengintari lereng-lereng. Bagi kampung-kampung itu, ia berikan tetek dengan mata air meluap tanpa henti. Pada tanah, ditaburkannya pohon-pohonan berbuah, rumput-rumput berbulir, dan umbi-umbian. Kampung-kampung itu tak akan ada kekurangan makanan padanya. Ibu gunung puaskan mereka tanpa pilih kasih.

Di antara pemberian itu, orang-orang Robo diberi yang berbeda dari lainnya. Ibu gunung mengalirkan kepada mereka pasir berkelimpahan. Dari perutnya,  berton-ton pasir disemburkan ke puncaknya, lalu berjatuhan seperti hujan menyusuri sungai Wae reno. Anugerah ini beri harapan hidup bagi tulang-tulang punggung keluarga untuk mengasupi seisi rumahnya dengan makanan dan masa depan.

Kata Nasus, tetua lanjut usia yang dipandang hormat di Robo, yang mengenal asal butir-butir pasir itu semenjak muda, pasir itu bukan hanya di Wae reno. Pasir itu bertumpuk-tumpuk tersimpan di dalam tanah kampung Robo. Jika digali, butir-butir halus putih itu akan tampak mempesona, pancarkan kilat cahaya. Tidak heran, karena dekatnya dengan sumber pasir, orang-orang Robo tidak kesulitan mendapatkan bahan baku pasir membangun rumah. Juga tak boleh heran bila di sisi-sisi rumah, sering ditemui lubang-lubang bekas galian itu.
Nasus pun katakan, tumpukan pasir itu adalah cerita kelam, yang tersimpan dalam ingatannya dan orang Robo. Puluhan tahun silam, Robo adalah padang berpasir putih. Itu terjadi, karena ibu gunung marah, guncangkan tanah, lalu muntahkan lahar dari perutnya ke lereng Robo. Seketika, yang hidup di atas tanah dilahapnya sampai hangus.

Semenjak bencana itu, banyak orang-orang Robo enggan menetap dan memilih mengungsi ke tempat lain, takut peristiwa itu terjadi lagi. Robo yang dikarunia berkat dengan tumbuh-tumbuhan perkembunan dan pangan, perlahan-lahan menjadi sepi dan terlantar di antara kampung-kampung lainnya.
***
Nasus adalah sebagian dari yang memutuskan untuk tinggal di Robo. Pilihan ini dibuat oleh ayahnya, yang percaya bahwa ibu gunung tidak akan mengulang kemarahan lagi. Dan juga, ibu gunung akan memberkati dan berlaku adil dengan siapapun yang menetap di bawah kaki-kakinya. Alasan ini mendorong ayahnya lebih suka berkebun dan menetek pada ibu gunung, dari pada pergi mengkuli tanpa kepastian atau bertaruh nyawa merebut ulayat orang. Bersama keluarga, Nasus pun hidup di atas pasir, bermain pasir dan berguling-guling di atasnya layaknya kasur. Pasir menjadi sebutan bagi mereka dari tetangga-tetangga kampung, dengan nama "orang-orang pasir".

Untuk menunjang hidup, Nasus, keluarganya, dan orang-orang Robo pun menanam pepohonan berharga, tumbuhan jalar, dan umbi-umbian di atas hamparan pasir. Tumbuh-tumbuhan itu perlahan-lahan menutupi pasir dan menghijau. Lambat laun, hamparan putih pasir berubah hijau. Robopun tersenyum ceriah kembali. Nasus dan orang-orangnya akhirnya sadar, abu putih dan lahar yang pernah ibu gunung muntahkan, bukan petaka, tapi tumpuan dari tumbuhnya harapan-harapan bagi orang-orangnya. Pasir itu pun berubah dari bilur-bilur duka,  menjadi suka dan tawa.  
***
Tidak mudah bagi Nasus dan keluarganya bertahan hidup di Robo dan menguasai lahan pasir di Wae Reno. Saat masa bencana dan kehilangan banyak harta, ayahnya harus relakan kuda-kuda tersisa miliknya, ditukarkan dengan lahan milik keluarga dan orang-orang yang memilih pindah. Juga emas, uang, dan barang pusaka yang disembunyikan di gentong, dipecahkan, dan diberikan kepada pemilik-pemilik lahan. Tak ada pikiran apapun saat itu, yang ada adalah saling membantu dan menguatkan.
Nasus marah dengan ayahnya yang terlalu baik dengan orang-orang kampungnya. Pikirnya, ayah bertindak bodoh menukarkan harta dengan lahan pasir. Lahan-lahan pasir itu tidak akan mengenyangkan rasa lapar mereka. Apalagi disaat situasi bencana, semua membutuhkan pertolongan. Sampai kapanpun, tanah pasir ini tidak akan menumbuhkan apa-apa. Pasir adalah tanah mati, buang-buang harta jika membelinya.
Tapi, ayahnya tidak ikuti kemarahan Nasus. Ayah teguh dalam keyakinan, bahwa pasir yang ditumpahkan ibu gunung adalah berkat. Pesan ini tertulis rapih dalam ingatan Nasus: "jangan takut, percaya saja, pasir akan memberimu makan. Bila ingin tumbuhan berbuah dan berbiji, tanam sajahlah di lahan itu. Bila langit berkehendak, ia akan menyiraminya. Bila Tuhan memberkatinya, Ia akan menumbuhkannya". Kata-kata inipun bersemai subur dalam harapan Nasus, bahwa tidak ada yang mustahil untuk dilakukan, bila bekerja keras.
Oleh karena nasihat itu, Nasus melumuri dirinya untuk menuruti kehendak ayah, mencintai pasir-pasir itu seperti mencintai hidupnya sendiri. Ia menghijaukan hamparan pasir dengan tanaman, dan turuti jejak ayahnya, membeli lahan-lahan pasir yang ditelantarkan pemiliknya.
Ia menceritakan kisah tentang nasihat itu. Pernah ia pergi merantau ke Pota, di pantai utara Manggarai, menjadi tukang bangunan Gereja milik misi. Dua tahun lamanya ia tinggal di sana, setelah Gereja selesai dibangun. Ketampanan, kebaikan, dan keramahan yang terpatri dalam tindakannya, membuat ia disenangi banyak orang. Orang-orang Pota menganggap dirinya sebagai bagian dari mereka, dan mengajaknya untuk menikahi gadis setempat, agar diberikan tanah ulayat dan menetap.
Tapi, ketika suatu malam, saat ia tidak sengaja membongkar tasnya, pada kantung tasnya didapati segenggam pasir dalam kain putih. Pemberiaan ayahnya saat ia pergi merantau. Seketika, pikirannya teringat akan pesan ayahnya, untuk kembali ke tanah leluhur, sejauh manapun ia pergi. Tanpa pikir panjang, besoknya ia tinggalkan Pota tanpa pamit. Takut orang-orang di situ menahannya. Setelah itu, ia tidak pernah merantau lagi.  
***
Awal tahun 2000-an, waktu ketika dunia sedang berlari, melompat menuju era baru. Rumah-rumah di kota Ruteng yang sebelumnya diimpikan akan dilapisi dinding papan kayu, menjadi ketinggalan jaman dan perlahan-lahan ditinggalkan. Pejabat pemerintah dan orang-orang kota beramai-ramai beralih gunakan besi, batu, pasir, dan semen untuk membangun kantor dan rumah, yang lebih modern, lebih kokoh, lebih hangat, dan murah. Orang-orang pun menggantikan bahan-bahan kayu yang sudah berkurang dengan batu dan pasir.
Sejak itu, pandangan mata orang-orang kota menyoroti pasir yang terkubur di Wae reno. Di situ tersimpan milyaran ton pasir, yang tidak akan habis dikeruk. Akan habis, bila ibu gunung menutup mata dan sirna. Tapi itu tidak mungkin.
Karena kebutuhan untuk pembangunan, pasir Wae reno pun menjadi bahan yang dicari orang, yang diperjualkan, dan yang dikerumuni para tukang bangunan. Pasir menjadi persemaian aset kekayaan orang-orang Robo.
Tanpa berlama-lama, Wae reno berubah menjadi tambang dan tempat kerja. Wajah-wajah terlantar pada wajah orang-orang Robo berubah, yang sebelumnya menginjak-injak pasir, berubah tindak, menjadi penari kesukaan. Pasir melahirkan era baru, yang mengubah duka disenyum menjadi gembira.
Karena pasir, kampung Robo yang sepi, yang dulu hanya dilewati orang berpergian, berubah ramai dan sibuk. Pagi hingga sore, bisingan dump truck beriringan datang dan pergi, berantrian masuk ke penggalian pasir.
Sementara itu, orang-orang Robo, anak-anak, wanita, dan laki-laki mengerumuni mobil-mobil, gotong-royong mencedok butir-butir pasir dan mengisinya pada truck-truck. Wae reno, berubah rupa menjadi tempat orang-orang mencari makan.
***
Meskipun Nasus tidak terlibat dalam hiruk pikuk tambang pasir, wajah ceriah dan kebahagiaan terpancar segar dari wajah tuanya. Ia bahagia menyaksikan anak-anaknya dan orang-orang Robo mengayun skop pasir di antara truck-truck, mendulang rejeki dari butiran pasir.    
Ketika ia duduk di gubuk warung, tempat makan para pekerja tambang. Ia mengenang puluhan tahun silam, saat butir-butir pasir itu menjadi petaka dan kutukan, yang merenggut nyawa dan musnahkan tanaman. Tidak seperti anggapan orang-orang umumnya, ayahnya saat itu malah berbeda pikiran. Ayah melihat pasir sebagai harapan dan hidup. Ayah rela gadaikan barang penjamin hidupnya untuk mendapatkan lahan-lahan itu.
Kini, pasir telah melunasi pusaka ayahnya, yang dibawa pergi pemilik lahan pasir. Pasir mengganti barang-barang itu berkali-kali lipat banyaknya. Lebih dari yang diyakini ayah kepadanya. Bayaran itu terdengar riuh di tengah-tengah tambang itu, ada tawa riang, cekikan, dan nyanyian orang-orang pasir, mengisi hari-hari tuanya. Di tengah pasir, ia temukan gembiran dan bahagia.
"Betapa bahagianya aku ada di sini. Bila ayah masih hidup, ia pasti bangga. Apa yang diyakininya tentang pasir-pasir ini, sungguh-sungguh terjadi. Pasir memberi makan orang-orang Robo". Katanya dalam hati, yang terpancar disenyumnya.  
Pasir itu sekarang tersebar ke pelosok-pelosok Manggarai, dibawa oleh para sopir, para tukang bangunan, kontraktor jalan, dan pekerja proyek. Juga berubah rupa menjadi macam bentuk rumah, bangunan bertingkat, jalanan, jembatan, tanggul. Terlintas dalam pikiran Nasus, "meskipun orang-orang tidak tahu, siapa aku dan siapa orang-orang Robo, tapi setidaknya butir-butir pasir ini akan mengisi hidup banyak orang, melindunginya dari hawa dingin dan panas, memberi jalan bagi kendaraan. Kami adalah pasir, dan pasir adalah kami. Kami pergi kemana-mana bersama pasir".  
Nasus juga bangga, anak-anak dan cucu-cucu di Robo, bisa berbekalkan pasir mengenyam sekolah. Juga pasir mengubah cara mereka belajar, yang mulanya menulis di atas pasir, kini bisa membeli pensil dan balpoin. Biar dunia tahu, orang-orang Robo bisa menaklukan dunia dengan pasir.
Pasir menjadi simbol, bahwa orang-orang Robo berasal dari pasir, yang menempel pada kulit tubuh, yang mengotori pakaian, dan beraromakan pasir. Untuk mengingatkan itu, kepada anak-anak cucu, Nasus berpesan agar mereka selalu dibekali segenggam pasir di dalam bawaannya, ke manapun mereka pergi jauh. Agar tahu bahwa, pasir adalah selimut hidupnya dan suara panggilan, kembalilah, wahai orang-orang pasir.  
***
Bulan Juni, di pertengahan pekan, Nasus hembuskan nafas. Dari cerita anak-anaknya, kepergiannya tidak menyusahkan banyak orang, tidak ada riwayat sakit, tidak meninggalkan masalah. Ia malah pergi dengan cara unik dan membahagiakan. Di bibirnya terukir kepuasan hidup.
Tahu bahwa saat itu adalah akhir-akhir hidupnya, iapun berpura-pura sakit, meminta anak-anaknya dan tua-tua Robo untuk berkumpul di sekeliling tempat tidurnya. Pada kesempatan itu, ia tumpangkan tangan dan ucapkan berkat pada kepala, tanpa terlewatkan untuk setiap anak. Pesannya kepada mereka, "biarkan daging-daging yang membungkus tulang-tulangku kembali menjadi pasir, karena dari sanalah aku berasal. Maka, kuburkanlah aku di bawah kaki ibu gunung. Ibu yang melahirkan dan memiliki pasir. Ibu pun yang mendekap aku saat kembali".
Saat ia meninggal, orang-orang Robo pun sadar. "Pasir yang dibuang ibu gunung bersama lahar panasnya, telah menjadi pasir penjuru, yang mengisi sendi-sendi rumah manusia. Berbahagialah kami yang memilikinya."
Yang lain mengatakan, "amarah ibu gunung tidak selamanya buruk. Amarah ibu adalah cobaan hidup, yang menantang anak-anaknya untuk telaten bertahan. Tidak ada ibu yang ingin membunuh anaknya."

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun