Mohon tunggu...
Aufa AzizahPutri
Aufa AzizahPutri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa yang tertarik dalam bidang Hukum, Politik, Ekonomi, dan Sosial

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Dilematik Dugaan Malpraktik: Siapakah Pihak yang Bertanggung Jawab?

6 Juni 2022   16:59 Diperbarui: 6 Juni 2022   18:01 970
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Tetes Mata (Dokpri)

Terakhir, pasien mengalami kerugian berupa cacat mata sehingga seluruh unsur malpraktik telah terpenuhi.

Adapun kasus tersebut tergolong ke dalam Malpraktik Etik dan Malpraktik Pidana, mengapa demikian? Malpraktik Etik terjadi karena tenaga kesehatan telah melanggar seperangkat standar etis, berupa penolakan pemberian informasi dan diagnosa pasien. 

Selanjutnya, disebut Malpraktik Pidana karena terjadi kecerobohan yang mengakibatkan gangguan penglihatan pada pasien (Isfandyarie, 2005). Setelah ditinjau, ditemukan beberapa permasalahan. Maka dari itu, diperlukan analisis lebih lanjut melalui perspektif hukum.

Melihat kembali kasus sebelumnya, pihak-pihak yang dapat diduga terlibat diantaranya adalah apoteker, dokter, dan Puskesmas. Pemberian obat berdasarkan resep dokter kepada pasien merupakan tugas apoteker yang dalam hal ini dikategorikan sebagai tenaga kesehatan. 

Dalam kasus yang terjadi, apoteker diduga salah memberi obat tetes mata yang menyebabkan kecacatan pada mata pasien. Apabila kesalahan pemberian obat adalah murni kelalaian apoteker, maka dapat dikenakan sanksi pidana maksimal tiga tahun sebagaimana tercantum dalam Pasal 84 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (UU Kesehatan).

Kendati demikian, kesalahan pemberian obat dapat pula bertitik tolak pada dokter mengingat hubungannya dengan apoteker adalah pemberi kuasa. Dokter merupakan pihak yang berwenang dalam memberikan medical treatment, termasuk menuliskan resep obat pasien. 

Apabila dokter melakukan kesalahan dalam menulis resep dan apoteker lalai dalam memberikan obat ke pasien, maka jeratan pidana tidak hanya ditujukan pada apoteker, tetapi juga dokter. Kesalahan dapat dipertanggungjawabkan oleh dokter secara pribadi apabila apoteker telah menjalankan tugasnya sesuai dengan standar pelayanan kefarmasian.

Sejatinya, dalam menentukan siapa yang bertanggung jawab terhadap kesalahan pemberian obat ini sangat diperlukan transparansi pihak pelayanan kesehatan. 

Sayangnya, dalam kasus tersebut pihak Puskesmas menolak memberikan informasi. Padahal, transparansi termasuk ke dalam ruang lingkup kinerja Puskesmas. 

Apabila mengacu pada Pasal 8 UU Kesehatan pun, pasien berhak menerima informasi tindakan serta pengobatan yang telah atau akan diterima dari tenaga kesehatan kepadanya. 

Tak hanya itu, tindakan Puskesmas yang enggan bertanggung jawab atas kesalahan pemberian obat pun melanggar prinsip penyelenggaraan pelayanan kesehatan sebagaimana tercantum pada Pasal 54.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun