Mohon tunggu...
Athiah Listyowati
Athiah Listyowati Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Fulltime Blogger & Public Officer

Interesting on human behavior, Islamic economic finance and books.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kunjungan Satu: Pak Amin yang Romantis

4 Januari 2013   03:37 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:32 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1357270514213442407

Saat kami datang, beliau sedang jongkok dengan arah membelakangi kami, beliau sedang tekun mencabuti rumput yang mengganggu tanaman-tanaman bayamnya. Saat Mas mengucapkan salam, beliau berbalik kemudian berdiri seraya menjawab salam. Seketika itu beliau bergegas masuk ke dalam rumah untuk mengganti baju saya kira. Sambil menunggu Pak Amin membukakan pintu rumah, saya dengan takjubnya memandangi taman yang begitu alami, bunga-bunga bermekaran dan kupu-kupu bebas beterbangan *susah mendapatkan scene seperti ini di Jakarta* di halaman rumah Pak Amin yang luas. Ya, halaman rumah Pak Amin sangat alami dan indah. Bunga-bunga yang tumbuh di sana tidak ditata sedemikian rupa, menimbulkan kesan bahwa rumah Pak Amin dibangun di tengah sebuah taman yang sudah begitu lama ada.Seperti surga. Setelah itu, Pak Amin pun membukakan pintu untuk kami. Saya yang sama sekali tidak mengenal beliau saja sudah bisa merasakan kehangatan dan kearifan hati Pak Amin. Saya menilai baik beliau sejak pandangan pertama *jiaahh. Masuk ke rumah Pak Amin, adeemmm~ ruang tamunya luas, ada 3 set sofa di dalamnya, kami duduk di sebuah sofa yang paling dekat dengan pintu. Saya dengan tidak sopannya mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan. Dinding ruang tamu Pak Amin dipenuhi dengan kaligrafi, yang menurut sumber terpercaya *yaitu Mamas* dibuat sendiri oleh Pak Amin. Yang lebih membuat saya kagum adalah keberadaan bunga kertas asli yang dipajang dalam vas di meja tamu. Such an artist ! Saya tiba-tiba terbayang betapa romantisnya Bapak ini. Mengapa? Karena sudah beberapa bulan lalu istri beliau meninggal dunia dalam sebuah kecelakaan, dan hari ini ada sebuah vas berisi bunga kertas di meja tamu beliau, tidak lain tidak bukan tentu saja Pak Amin-lah yang mengisi vas itu. Sebuah tindakan yang saya rasa tidak dilakukan oleh laki-laki dengan tingkat keromantisan dan citarasa seni di bawah beliau, salut! Cerita siang itu dimulai dengan kisah sedih namun penuh hikmah. Cerita tentang kejadian dimana akhirnya Pak Amin harus merelakan istrinya kembali ke pelukan Allah. "Ya kepriwe mening, wis kehendake Allah, aku kudu ikhlas", begitu tuturnya. Siang itu, istri Pak Amin seperti biasa mengambil jatah pensiun ke kota kecamatan, di sebuah bank BUMN. Ia pergi bersama salah seorang tetangga yang juga memiliki kepentingan ke bank tersebut. Seselesainya keperluan mereka berdua di bank, istri Pak Amin dan tetangganya berencana untuk pulang. Bank terletak di tepi jalan yang cukup ramai dan rawan memang.  Maka mereka berdua pun menyeberang dengan saling menggandeng tangan. Wallohu alam, singkat cerita istri Pak Amin tidak sengaja terlepas dari gandengan tetangganya. Innalillahi, tiba-tiba dari arah samping muncul sebuah bus. Bukan bus itu yang menabrak istri Pak Amin, melainkan sebuah motor yang melaju kencang menyalib bus dan kemudian tidak bisa mengendalikan diri saat melihat istri Pak Amin berada sangat dekat dengan bus tersebut. Kecelakaan tidak terhindarkan. Saat peristiwa tersebut terjadi, Pak Amin sedang membersihkan kebun seperti biasa. Tiba-tiba ada salah seorang tetanggnya yang menyampaikan kepadanya ada sebuah kecelakaan di kecamatan. Dengan terheran-heran beliau, "Lha sapa sing kecelakaan, dining nyong sing diwenei ngerti ?". Dari situ, Pak Amin baru tahu bahwa kemungkinan istrinyalah yang menjadi salah satu korban kecelakaan tersebut. Beliau bergegas menuju kantor kelurahan. Menurut pengetahuan beliau, biasanya berita lebih cepat tersebar di sana. Namun ternyata hasilnya tidak begitu berbeda dengan apa yang ia dapat sebelumnya. Sampai akhirnya datang pengantar koran langganan kelurahan menyampaikan tentang peristiwa kecelakaan tersebut secara detil. Seketika itu juga Pak Amin tak dapat menahan diri untuk segera melihat keadaan istrinya. Dengan tubuhnya yang sudah tua itu Pak Amin mengejar sebuah angkot yang kebetulan lewat menuju kota kecamatan. Sayang, angkot tersebut belum bisa mengantarnya sampai  ke rumah sakit tempat istrinya dirawat. Beruntung ada seorang ibu muda yang bersedia menjadi 'ojek tanpa bayaran', mengantarkan Pak Amin hingga IGD RS Emanuel. Sampai di sana, Pak Amin lemas. Kaki istrinya sangat parah, patah yang mungkin tersambung lagi. Kemungkinan istrinya tak bisa lagi berjalan layaknya manusia normal. Tapi yang lebih menjadi perhatian para dokter adalah kepala. Di dalam kepala istri Pak Amin sudah terjadi pendarahan yang parah. "Nyuwun sewu Pak, niki tipis sanget harapan hidupe, dunga mawon sing kathah nggih", begitu kata dokter. Allohuakbar, Pak Amin tetap tegar. Bahkan, beliau dengan begitu tenangnya menjenguk salah satu pengendara motor yang menabrak istrinya. Penabrak itu dirawat tepat disamping sang istri yang begitu ia cintai. Beliau bilang, "Dudu watakku kon emosi". Ayah sang penabrak begitu takjub dengan kemurahan dan kebijaksanaan hati Pak Amin yang sangat mulia. Dengan sabar Pak Amin menasihati sang penabrak agar tidak lagi mengendarai motor secara ugal-ugalan. Sangat tenang. Tak ada nada marah sedikitpun. Subhanallah~ Pak Amin adalah seseorang yang kuat. Mengetahui harapan hidup istrinya sudah sangat sedikit, Pak Amin pun pasrah. Seketika itu ia menelpon saudara dan anak-anaknya agar segera pulang. Benar firasat Pak Amin, pukul 12 malam itu, istrinya menghembuskan nafas untuk yang terakhir kalinya, istri beliau meninggal dunia. Esok paginya, saat seluruh keluarga dan tetangga telah siap melaksanakan upacara pemakaman, anak terakhir Pak Amin belum tiba. Kakak sulung sepagian menangis tergugu, tak hendak merelakan ibunya dimakamkan sebelum adik bungsunya tiba. Padahal saat itu sang adik masih berada di daerah yang cukup jauh dari Purbalingga, Indramayu. Pak Amin lagi-lagi menunjukkan kebijaksanaanya. Ia meminta kepada anak keduanya untuk menelpon sang adik bungsu. "Kiye Ndri, tamu-tamu wis pada teka kabeh, Pak Tejo sing arep ndongani ya wis siap, kuburan ya wis siap, kowe lilakna ya ibune", begitu beliau meminta ijin pada anak bungsunya. Saat itu beliau juga menyampaikan bahwa agama mengajarkan agar mayat segera dikuburkan. Tidak ada tuntunan harus menunggu seluruh sanak keluarga tiba baru kemudian dikuburkan. Alhamdulillah, adik bungsu mengikhlaskan dirinya tidak melihat wajah ibu untuk yang terakhir kali. Sang kakak sulung yang sedari tadi menangis pun tidak bisa tidak, akhirnya merelakan adiknya tidak ada di sana saat pemakaman berlangsung. Beberapa hari kemudian, saat anak-anak Pak Amin sudah bersiap untuk kembali beraktivitas seperti semula, Pak Amin mengumpulkan anak-anak. "Kiye, kowe pada sing sabar ya, wis ora pada nduwe biyung. Iki tak gawekna donga. Kudu diwaca bar sholat.", begitu pesannya kepada anak-anak sambil memberi mereka selembar kertas berisi doa untuk istrinya yang Pak Amin tulis sendiri. MasyaAllah, Pak Amin pun sosok suami dan ayah yang sholih. Beliau menyampaikan bahwa mungkin saja dosa istrinya banyak dan pahalanya sedikit. Doa anak-anaknyalah yang akan menjadi sumber kebahagiaan sang istri di alam kubur. Seselesainya Pak Amin bercerita, saya masih merinding sekaligus bersyukur sekali bisa bertemu dengan orang seperti beliau. Yang kebijaksanaan dan kesolihannya mengalir bersama peristiwa-peristiwa hidup yang beliau ceritakan. Meskipun cerita ini begitu sedih bagi orang kebanyakan, saya rasa beliau mengharapkan orang-orang bisa setegar beliau saat sewaktu-waktu orang yang dicintai lebih dahulu pergi. Sekarang, dengan keadaannya yang sudah pensiun, Pak Amin hidup dengan ditemani oleh mantan murid-murid yang menghormati dan menyayangi beliau. Beliau bercerita bahwa secara bergantian ada saja mantan muridnya yang datang sampai pukul 11 malam menemani Pak Amin, sambil menonton bola, atau sekedar memijit beliau. Beliau juga didaulat menjadi imam sholat subuh di masjid dekat rumah karena keistiqomahannya berjamaah subuh di masjid itu. Sesekali, cucu dan menantunya datang menjenguk beliau tentu saja. Saya, yang baru pertama kali itu bertemu beliau, percaya bahwa orang-orang seperti beliaulah yang seharusnya menjadi contoh bagi murid. Seorang guru yang sukses, tidak hanya dalam mengajar murid-muridnya, namun juga sukses mengajar anak-anak dan dirinya. Juga sosok yang sukses dunia dan akhiratnya insyaAllah. Seketika itu juga saya terinspirasi beliau. Semoga Allah mengabulkan doa-doa beliau untuk kami, serta membalasnya dengan senantiasa menjaga dan menyayangi beliau. Dan semoga di kesempatan mendatang kami masih bisa mengunjungi beliau lagi untuk menimba ilmu dan meminta doa restu seperti hari ini. Aamiin~ Kunjungan Dua : Bu Mar, Guru Yang Penyayang dan Disayangi (to be continued)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun