Mohon tunggu...
Atira Indiani Pangastuti
Atira Indiani Pangastuti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Yuk produktif!

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Sedotan Menumpuk, Lingkungan Memburuk!

4 Mei 2022   11:21 Diperbarui: 4 Mei 2022   11:23 386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Indonesia Lestari. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Makanan kuliner di Yogyakarta merupakan makanan yang sangat digemari oleh para wisatawan lokal maupun mancanegara. Dengan banyaknya makanan kuliner di Yoyakarta, potensi dibukanya restoran-restoran di daerah Yogyakarta akan semakin meningkat. 

Apabila sudah menyangkut mengenai kuliner pasti kita mengetahui benda yang runcing seperti pipa kecil yang sering kita sebut sebagai sedotan. 

Sedotan merupakan icon yang sering kita temukan ketika sedang menyantap kuliner. Kegiatan masyarakat tersebut pasti akan berbanding lurus dengan jumlah sampah sedotan yang dihasilkan. 

Bisa dibayangkan, apabila satu orang menggunakan satu sedotan saja. Pasti dapat dibayangkan berapa sampah sedotan yang dihasilkan dalam satu restoran saja. 

Tidak hanya restoran lokal saja, tetapi ingat di Yogyakarta restoran lokal bersaing juga dengan restoran mancanegara. Maka, pasti sumbangan terbanyak sampah terutama sedotan plastik di daerah Yogyakarta akan bertambah setiap tahunnya.

Berdasarkan data dari Bappeda DIY tahun 2022, data sementara menunjukkan terdapat 307 restoran dan 1.198 rumah makan di Yogyakarta. Jumlah tersebut belum ditambah dengan adanya rumah makan kecil dan pedagang kaki lima yang ikut serta dalam menambah jumlah pemakaian sedotan plastik. 


Yogyakarta sebagai Kota Pariwisata yang berbasis budaya, keberadaan Pedagang Kaki Lima (PKL) di sana sudah tidak bisa dipisahkan dari masyarakat yang diperkirakan mencapai sekitar 10.000 PKL. Apabila diakumulasi untuk satu hari, Yogyakarta mampu menghasilkan puluhan ribu sedotan setiap harinya.

Sebuah LSM dan komunitas anak muda yang berfokus pada masalah sampah laut, Divers Clean Action, mengumpulkan data dan memperkirakan pemakaian sedotan di Indonesia setiap harinya mencapai 93.244.847 batang. 

Bila sedotan plastik sekali pakai itu direntangkan, maka panjangnya adalah 16.784 km atau sama dengan jarak tempuh Jakarta menuju Meksiko. 

Kemudian, bila dalam satu minggu penggunaan sedotan ini dihitung, panjang keseluruhan sedotan ini adalah 117.449 km.  Apabila sedotan tersebut disusun, maka dapat menjadi "sabuk" melilit Bumi sebanyak tiga kali. Jika jarak satu kali keliling Bumi adalah 40.075 km, maka tiga kalinya adalah 120.225 km.

Sedotan dengan jumlah tersebut tidaklah sedikit, butuh waktu lama untuk menguraikannya. Padahal, untuk terurai secara alami sedotan membutuhkan waktu 500 tahun lamanya. 

Dengan waktu tersebut tidaklah mungkin apabila seluruh sedotan dapat terurai dengan sempurna. Bahkan, sebagian besar sampah sedotan yang ada di Yogyakarta tersebut ikut terbawa oleh aliran sungai dan terbawa hingga ke Pantai Selatan Yogyakarta. 

Apabila sedotan tersebut berada di lautan dan menumpuk pasti akan terjadi pencemaran air. Banyak dijumpai biota laut yang mati dan ditemukan dalam keadaan perut yang terisi sedotan plastik yang masih utuh. 

Selain itu, dampaknya bukan hanya pencemaran air saja, tetapi juga pencemaran udara. Para pemilik restoran tersebut dengan cara instan membakar sampah sedotan sehingga dapat mencemari lingkungan. 

Gas-gas berbahaya yang ditimbulkan oleh pembakaran sedotan, antara lain gas karbon monoksida (CO), nitrogen oksida (NOx), sulfur dioksida (SO2), dioxin dan furan. Semua partikel beracun ini yang menyebabkan kanker.

Dari adanya dampak negatif yang ditimbulkan, pengaruhnya pada lingkungan dan kesehatan manusia sangat banyak, diperlukan solusi untuk mengatasi permasalahan sedotan plastik sekali pakai ini. 

Salah satu upaya penanggulangan masalah tersebut adalah dengan pembuatan produk sedotan alternatif dari bahan ramah lingkungan yaitu sedotan dari pati jagung. Sedotan ini hanya butuh waktu 180 hari untuk dapat terurai oleh tanah. 

Kemudian adalah sedotan dari bilah bambu. Sedotan ini tidak memerlukan bahan kimia dalam proses finishingnya. Bambu yang dipakai adalah bambu timang. 

Caranya mudah, yaitu pohon bambu tersebut kita tebang lalu diproses dan yang terakhir, yaitu finishing. Jika sedotan bambu buluh dirawat dengan baik, sedotan tersebut bisa bertahan tiga bulan atau maksimal enam bulan.

Selain itu, dengan diadakannya Gerakan Anti Sedotan Plastik. Gerakan ini merupakan gerakan yang positif karena dapat mengurangi kecanduan masyarakat terhadap sedotan plastik.

Gerakan ini dapat diadakan oleh dinas terkait dengan menabung sampah sedotan plastik di rekeningnya masing-masing. Kegiatan menabung sampah sedotan plastik ini berfungsi untuk mengurangi populasi sampah sedotan plastik yang semakin menumpuk. 

Kemudian, dinas terkait juga dapat mengadakan lomba wirausaha untuk menciptkan produk sedotan yang ramah lingkungan dan langsung menyosialisasikannya kepada masyarakat. 

Bukan hanya menciptakan produk sedotan yang ramah lingkungan, tetapi juga masyarakat dapat ikut serta untuk menciptakan barang dari hasil daur ulang sedotan bekas tersebut.

Selanjutnya, agar terciptanya lingkungan yang sehat terbebas sampah sedotan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) perlu bekerjasama dengan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Yogyakarta untuk mengadakan sosialisasi mengenai sampah. 

Sosialisasi tersebut berupa mendatangi rumah makan atau restoran yang disinyalir menyumbang sampah sedotan plastik. Kegiatan tersebut merupakan realisasi Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 3 Tahun 2013 Pasal 11. 

Pada pasal ini ditegaskan bahwa produsen wajib menghasilkan produk dengan menggunakan kemasan yang mudah diurai oleh proses alam dan menimbulkan sampah sesedikit mungkin. 

Disebutkan dalam pasal tersebut apabila kemasan yang digunakan menggunakan plastik mencakup penggunaan kantung plastik, pembungkus makanan, dan sedotan karena barang-barang tersebut tidak dapat terurai oleh proses alam. 

Cara yang dapat dilakukan bagi restoran atau pun masyarakat yaitu memilah dan mengelompokkan sampah plastik sesuai kateogori sebelum dibuang ke TPA.

Dengan adanya peraturan daerah tersebut, dapat ditetapkan kebijakan pengelolaan sampah sedotan plastik oleh restoran besar atau produsen makanan lainnya di Yogyakarta agar tidak semena-mena menggunakan sedotan plastik berlebihan. 

Seandainya peraturan tersebut dilanggar dan mencemari lingkungan akan diberikan sanksi yang setimpal sesuai Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 3 Tahun 2013 Pasal 20.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun