Mohon tunggu...
Atikah Firani
Atikah Firani Mohon Tunggu... Mahasiswa

Netral dalam hal apapun

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Tingginya Angka Depresi Pada Mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis Tidak Bisa Diremehkan

8 Oktober 2025   19:22 Diperbarui: 8 Oktober 2025   19:22 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Isu depresi pada mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) atau residen merupakan masalah serius yang tidak dapat diabaikan. Tekanan tinggi dari sisi akademik, beban kerja klinik, tekanan ekonomi, serta kasus bullying akibat budaya senioritas yang masih kuat menjadi faktor utama penyebab depresi pada mahasiswa PPDS. Artikel ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor penyebab tingginya angka depresi pada mahasiswa PPDS di Indonesia dan memberikan rekomendasi solusi untuk menekan angka kejadian tersebut. Metode penulisan menggunakan studi literatur dari berbagai sumber relevan seperti laporan resmi Kementerian Kesehatan, berita ilmiah, dan jurnal akademik. Hasil pembahasan menunjukkan bahwa depresi pada mahasiswa PPDS merupakan dampak multidimensi yang melibatkan faktor individu, lingkungan akademik, dan sistem pendidikan kedokteran yang belum sepenuhnya mendukung kesejahteraan mental para mahasiswa PPDS. Diperlukan kebijakan institusional yang tegas dan dukungan sistemik untuk menciptakan lingkungan belajar yang sehat dan berkeadilan.

Depresi merupakan salah satu masalah kesehatan mental yang paling umum terjadi pada mahasiswa kedokteran, terutama di tingkat pendidikan dokter spesialis (Program Pendidikan Dokter Spesialis atau PPDS). Menurut data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) per Maret 2024, sekitar 2.716 mahasiswa PPDS mengalami gejala depresi, atau sekitar 22,4%  dari 12.121 total mahasiswa yang disurvei. Dari jumlah tersebut, 16,3% mengalami gejala ringan, 4% sedang, 1,5% sedang hingga berat, 0,6%  berat, dan 3,3% atau sebanyak 399 mahasiswa menyatakan keinginan untuk melukai diri sendiri atau mengakhiri hidupnya.

Angka tersebut menggambarkan adanya masalah serius dalam sistem pendidikan kedokteran di Indonesia. Mahasiswa PPDS menghadapi tekanan akademik dan klinik yang sangat tinggi, ditambah dengan masalah ekonomi dan budaya senioritas yang masih kuat di lingkungan rumah sakit pendidikan. Artikel ini membahas penyebab utama tingginya angka depresi pada mahasiswa PPDS serta pentingnya pembenahan sistem pendidikan kedokteran agar lebih berorientasi pada kesejahteraan mental peserta didik.

1. Tingginya Beban Pendidikan dan Klinis

Mahasiswa PPDS memiliki beban akademik yang sangat tinggi, meliputi kewajiban mengikuti rotasi klinik, tugas jaga di rumah sakit dengan jam kerja panjang, serta tuntutan akademik seperti membaca literatur medis, menyusun karya ilmiah, dan menghadiri konferensi. Tugas-tugas ini sering kali menyebabkan mahasiswa kehilangan waktu istirahat, mengalami kelelahan fisik, dan stres kronis. Selain itu, sistem pendidikan yang kompetitif dan hierarkis menimbulkan tekanan psikologis tambahan.

2. Beban Ekonomi

Biaya pendidikan dokter spesialis di Indonesia tergolong tinggi. Mahasiswa PPDS wajib membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan Iuran Pengembangan Institusi (IPI) yang nilainya bervariasi tergantung program spesialis dan universitas. Di sisi lain, mahasiswa PPDS tidak mendapatkan gaji tetap karena status mereka dianggap sebagai peserta yang sedang sekolah, bukan tenaga kerja. Kondisi ini menjadi beban berat terutama bagi mahasiswa yang telah menikah dan memiliki tanggungan keluarga.

3. Kasus Bullying dan Budaya Senioritas

Budaya senioritas yang masih kuat di lingkungan pendidikan dokter spesialis menjadi faktor lain yang berkontribusi terhadap meningkatnya angka depresi. Sistem hierarki yang tidak sehat menciptakan ketimpangan kekuasaan antara senior dan junior. Kasus kekerasan fisik, verbal, bahkan pemerasan finansial masih ditemukan di sejumlah rumah sakit pendidikan. Salah satu kasus yang menjadi perhatian publik adalah meninggalnya mahasiswi PPDS Anestesi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (FK Undip) berinisial ARL pada Agustus 2024, yang diduga bunuh diri akibat tekanan mental dan beban kerja yang berat.

Tingginya angka depresi pada mahasiswa PPDS menunjukkan adanya masalah sistemik dalam pendidikan kedokteran di Indonesia. Faktor penyebabnya meliputi beban akademik dan klinik yang berat, tekanan ekonomi, serta budaya senioritas dan bullying yang masih berlangsung. Upaya pencegahan dan penanganan harus dilakukan melalui reformasi sistem pendidikan, penerapan kebijakan anti-bullying, dukungan psikologis rutin, evaluasi beban kerja, dan pemberian bantuan finansial bagi mahasiswa. Dengan kebijakan yang tepat, diharapkan angka depresi dapat ditekan dan lingkungan pendidikan kedokteran menjadi lebih sehat dan manusiawi.

Daftar Pustaka

  • Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2024). Laporan Survei Kesehatan Mental Mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis. Jakarta: Kemenkes RI.
  • American Psychiatric Association. (2022). Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (5th ed., Text Rev.). Washington, DC: APA Publishing.
  • Rahmawati, N., & Santosa, B. (2023). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Mental Residen Kedokteran di Indonesia. Jurnal Psikologi Klinis Indonesia, 8(2), 101--115.
  • World Health Organization. (2023). Mental Health and Well-being of Health Workers: Global Overview. Geneva: WHO.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun