Mohon tunggu...
Aswin
Aswin Mohon Tunggu... Lainnya - Setiap waktu adalah kata

Berusaha menjadi penulis yang baik

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ada Cinta di Atas Meja Partai Prima

25 November 2021   09:40 Diperbarui: 25 November 2021   10:10 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(foto: asof12/Kantor DPP Partai Prima)

Ruang dan waktu adalah bingkai kehidupan, didalamnya segala realitas kita hadapi. Begitu kata E. Cassirer, dalam bukunya (filsafat kebudayaan), An Esai On Man.

Tidak ada yang dapat menjelaskan mengenai ruang secara fasih dan sahih selain kaum kapitalis. Dalam dunia kapitalis, ruang berukuran 2x2 meter mampu dikonversi dalam bentuk rupiah dan dollar. Dan besaran ruang itu, bisa diperjual belikan di bursa saham. Kita tak perlu menghitung harga per-meternya di negara Hongkong atau Jepang. Di Indonesia pun kita dapat dengan mudah menghitungnya. Setiap harga toko, kantor, gedung  yang disewakan atau dikontrakan sepanjang mata memandang disesuaikan dengan ukuran ruangnya. Semakin luas ukuran ruang-an yang akan kita kontrak, maka nilai harganya pun akan ikut menyesuaikan. 

Tidak ada ruang kosong dan hampa didalam kehidupan kita manusia. Didalamnya, selalu saja menghadirkan bunyi dan kisah.

RUANG PERCINTAAN

Sadar atau tidak, setiap ruang itu memiliki kisah atau ceritanya sendiri. Misalnya: Ketika kita memasuki ruang wisata di pesisir pantai, dan kedua fiksasi bola mata kita mengarah pada satu sudut ruang didalamnya, maka seketika (mungkin) menghadirkan suatu kenangan dimasa lalu, yaitu pada saat duduk berduaan dengan pasangan kita. Berhangatan. Atau sudut sudut ruang lainnya, yang mampu menghadirkan kembali ingatan masa lalu kita didalam kehidupan. Dengan kata lain, ruang itu tidaklah berdiri dengan sendirinya, melainkan ia berkaitan erat dengan waktu. Demikian pula dengan kehadiran saya diruang perkantoran DPP Partai PRIMA. Silaturrahim.

Ketika saya masuk kedalam ruangan kantor DPP Partai PRIMA, di Jakarta pusat, dan melihat sebuah meja panjang persegi empat didalamnya,  seketika saya pun terhisap kedalam rongga waktu masa lalu. Sewaktu saya dan teman teman membangun rumah kebudayaan terbuka diruang publik. Saya dan teman teman menyusuri setiap ruang jalan mencari kayu kayu bekas untuk digunakan. Dan kami pun mendapatkannya, kemudian membuat sebuah meja empat persegi panjang untuk berdagang di sore hari, hingga malam dinihari. Kegitan usaha kecil itu dilakukan, dalam rangka menghidupkan kegiatan kebudayaan untuk anak anak marginal dipinggiran Jakarta. Memberikan pelatihan dan pelajaran, seperti teater, musik, membaca dan menulis. Apa yang kami lakukan itu adalah dalam bentuk menghadirkan kembali rasa cinta dan kemanusiaan, yang semakin tergerus dan menguap dalam kehidupan berbangsa dan bernegara direpublik ini, Indonesia.

(foto: asof12/Kantor DPP Partai Prima)
(foto: asof12/Kantor DPP Partai Prima)

Berbicara tentang kebudayaan, maka (harus)  juga berbicara tentang kesenian. Karena kebudayaan kurang lengkap dan sempurna tanpa memasukan unsur seni atau kesenian didalamnya. Memanglah, persoalan ekonomi, hukum, dan lainnya adalah sangat penting dihadirkan keruang publik. Namun seni adalah juga tidak kalah pentingnya dalam membangun karakter bangsa. Untuk melakukan pembentukan karakter bangsa tidak mungkin meninggalkan seni dan senimannya. Seni sebagai media pembentukan karakter menjadi suatu keniscayaan. Ruang kesenian mampu menghadirkan (sejarah) perjalanan panjang peradaban dan kebudayaan manusia pada masa sebelum Masehi, hingga masuk masa Masehi. Kita dapat melihat sejumlah peninggalan seni (dalam bentuk patung, lukisan gambar dan lain lainya) yang memceritakan tentang peristiwa kebudayaan masa lalu, baik itu peristiwa sosial-politik, sosial-ekonomi, sosial-hukum, dan seterusnya..

Namun seiring berjalannya waktu, ruang kreatif (seni-seniman) pun dibatasi oleh kebijakan pemerintah pusat dan daerah yang lebih berwawasan kapitalis, materi oriented. Setiap luas ruang yang tersedia memiliki harga yang harus dibayar oleh user, pelaku kreatif, atau seniman. Jika tak ada uang, maka tak ada pameran, dan juga pertunjukan didalam ruangan tersebut. Sehingga tidak mengherankan, jika ruang pameran (galeri) dan seni pertunjukan itu diisi oleh orang orang yang identik. Karena mereka memiliki akses dan finansial untuk mendapatkan ruang untuk mengapresiasi karya karyanya.

Dan Partai PRIMA yang mengangkat 9 Program unggulan dibidang kebudayaan, dan  ditawarkan kepada bangsa Indonesia sebagai jalan keluar untuk mengatasi persoalan bangsa dan negara tersebut, nampak belum menyentuh ruang kreatif, seni dan seniman. Padahal realitas menunjukan, bahwa tidak sedikit kehidupan seniman yang kian terpinggirkan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun