Mohon tunggu...
Emmanuel Astokodatu
Emmanuel Astokodatu Mohon Tunggu... Administrasi - Jopless

Syukuri Nostalgia Indah, Kelola Sisa Semangat, Belajar untuk Berbagi Berkat Sampai Akhir Hayat,

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Seksualitas Sebuah Dimensi Kehidupan

17 Desember 2021   15:31 Diperbarui: 17 Desember 2021   15:37 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Admin Kompasiana pun tertarik pada berita sekitar kekerasan seksual dengan acuan atau saran yang mengundang pendapat, dan tulisan ini tidak akan mengulang paparan berita yang dimaksudkan. Ada beberapa pengalaman yang mungkin pantas dibagikan.

"Diskusi Gunung es".

Seorang teman akrab Mas Gandung, penulis disebuah Web melontar judul pada saya untuk kami saling berbagi pendapat di sebuah WA grup alumni. Hingga beberapa artikel tentang gunung es dilontarkan, diantaranya kasus MUI & Densus, kasus Valencia, kasus pondok dan guru ngaji, kasus PJR dan laka tabrak lari. 

Dengan judul Gunung Es disiratkan suatu peristiwa yang dimunculkan tiba-tiba, mengejutkan,  dan bisa membahayakan kapal yang mau lewat.  Tetapi gunung es dilaut dekat-dekat kutub itu sudah ada besar dibawah, kecil munculnya dipermukaan.

Lontaran mas Gandung sangat saya apresiasi; lontaran itu suatu identifikasi yang teliti dari publikasi opini yang lumayan seru. Ada tersirat pula kemunculan yang tiba-tiba itu semula ada suatu pihak yang bermaksud menutup atau menunda waktunya karena suatu sebab yang tidak jelas. Dimungkinkan karena alasan politis, sosial budaya atau kepentingan tertentu yang lain.

Atas lontaran tersebut saya memberikan respon untuk pembelajaran. Saya merasa mas Gandung belum mengupas jauh tentang bagaimana dampak jauhnya selain mengejutkan, dan bagaimana hal itu bisa diantisipasi. 


Mas Gandung menegaskan keyakinannya bahwa secara alami setiap kejahatan atau keburukan, serapat-rapatnya tersimpan akan terbuka juga.  Dan akhirnya hanya akan ada bahan olok2,atau diskusi publik, yang menghakimi bukan sekedar "pencemaran nama baik" tetapi bahkan "ketercemaran nama baik".

Akan tetapi kami sepakat untuk antisipasi maupun apa yang kita-kita  bisa ikut berpartisipasi didalamnya adalah :  

Perbaikan System control pada lembaga bersangkutan ,

Peningkatan kepekaan sosial atau keterbukaan sosial warga dan /atau lembaga bersangkutan. Tetapi paling penting adalah

Kesadaran masyarakat akan nilai,dan prioritasnya, serta adanya kepercayaan atau belief, syukur agama yang dihayati dalam damai kebersamaan.

"Kotbah Ustadt tentang Akrobat Bola ".

Ada dalam catatan saya  suatu malam saya mendengar seorang ustadt berkhotbah yang memberi cermin perumpamaan bahwa orang hidup itu bagaikan seorang pemain akrobat. 

Dia memainkan lima bola yang dilempar ditangkap berganti-ganti. Lima bola itu tiga diantaranya adalah bola kaca, menggambarkan bola Pertemanan, Bola Keluarga, dan Bola Semangat hidup.. Itulah Tiga bola yang gampang pecah. 

Satu lagi bola karet menggambarkan Bola Mata-pencaharian atau Duit. Tidak terlalu riskan, bila jatuh tidak pecah dan akan melentur dan mudah kembali ketangan karena karet yang lentur. Yang sangat berharga serta mudah pecah  juga adalah Bola Iman yang terbuat dari kristal yang indah.

Dimensi kehidupan memang sering membuat gagap dan galau dalam pengelolaan atau managemennya. Bidang profesi/kerja sering menuntut lebih perhatian sehingga dirasa merugikan bidang yang lain. Semuanya karena ada kepentingan dan kebutuhannya yang berbeda. Demikian pula Seksualitas sering menjadi salah satu dimensi kehidupan yang menghebohkan 

 Cara pandang terhadap realita  diperinci sesuai dimensi kehidupan tersebut diatas memang lumayan sudah, tetapi posisi dan kondisi pribadi dewasa itu membuat keragaman dimensi lebih tajam dan luas. 

Dalam kita beragama pun ada yang radikal ada yang moderat. Ada yang alkitabiah ada yang lebih tradisional. Dalam watak kepribadian secara moral ada orang yang longgar ada yang ketat dan perfeksionis..

Saya pikir berbahagialah mereka yang mampu menjadi acrobat bola yang lihai dan trampil dalam kehidupan ini. Awas jangan ada bola yang terjatuh.

"Pendapat penulis :  Jendela toilet" 

Sebelum Covid-19 saya sering bepergian Yogya-Jakarta dengan mobil travel langganan. Saat-saat jalan tol belum seperti sekarang seringkali kami biasanya lewat jalur selatan Yogya Kebumen Tasikmalaya Bandung. Sudah ada tempat tertentu untuk istirahat makan dan lain lain. Sesuai dengan waktu pemberangkatan yang berbeda dari Jakarta ke Yogya lain dari Yogya ke Jakarta. Karena terhambat kemacetan maka sangat variatip tempat istirahat dari Jakarta ke Yogya.

Pada suatu hari saya berhenti istirahat di salah satu rumah makan di kawasan Bandung selatan. Disana berhenti beberapa mobil travel .Untuk ke toilet kami harus turun tangga sekitar 2 meter, lalu pria kekanan dan wanita kekiri. Untuk keperluan buang air kecil pria ternyata posisinya terbuka, tampak dari tangga turun naik dimana orang bebas naik turun pria maupun wanita.

Tanpa mengira, berpikirpun tidak, ketika mau berangkat ada heboh kecil serombongan penumpang mobil travel ramai dengan pemilik rumah makan. Ternyata mereka protes tentang kondisi tangga turun naik yang menjadikan (menurut mereka) pemandangan tidak nyaman dengan terbukanya toilet pria dari tangga.

Saya berpikir Rumah makan itu sudah lama ada, dan sependengaran saya belum pernah diprotes situasi dan kondisi itu. Sampai hari itu tiba-tiba sepasang bapak ibu didukung  teman seperjalanan membuat protes. Konon bapak2 rombongan itu merasa diintip ibu-ibu dan terjadi kasak kusuk diwaktu makan.

Alat kelamin bagian dari kesadaran berfikir tentang seksualitas melintas di pikiran sebuah rombongan wisatawan atau penumpang minibus. Itu menjadi pemikiran saya dari sana hampir sepanjang jalan saya menuju kearah Yogya.

Saya pun teringat ketika saya minta tolong tetangga membersihkan selokan buangan air limbah kamar mandi menuju ke selokan besar disamping rumah. Pak Giman tetangga saya itu diguyur air oleh gadis kos rumah saya yang sedang mandi.  Disangkanya Pak Giman mengintainya yang sedang mandi. 

Saat itu sesudahnya saya minta maaf pada pak Giman, dan memberikan penjelasan pada Siska, remaja itu. Saya katakan tak mungkin itu dilakukan pak Giman, orang sopan itu dan saya ada didekatnya, apalagi kamar mandi rumah saya tak ada jendelanya.

Kondisi lepas busana bagi wanita, sebaiknya juga bagi pria,dimana barangkali diperbuat dalam berseksualitas, menjadi hal yang sangat dijaga sebagai hal yang sangat pribadi, milik privasinya tidak untuk sembarang orang apa lagi umum. Meskipun banyak kejadian sehari hari sebagai bagian kehidupan biasa-biasa..

Privasi, milik pribadi itu bagian alami dari seksualitas. Memang ada penyimpangan seksualitas. Ketika saya masih kanak-kanak berusia 6 tahun pernah seorang teman kakak saya yang anggota tentara tentara girilya tahun 1948 mengajak saya masuk ke asrama mereka.

Tiba-tiba disatu ruang besar dimana saya bersama beberapa tentara yang sedang istirahat terjadi heboh. Seseorang anggota membuka alat kelaminya dimuka semuanya sabil bernyanyi suka-suka. Serentak hampir semua yang hadir merespon dengan pelbagai cara. Ada yang juga dengan tertawa, ada yang setengah marah, ada pula yang sabar mengatakan: Eee disini ada anak kecil !!

Jadi sadarlah saya seksualitas itu perbuatan orang dewasa manusiawi. Dan ternyata ada banyak orang dewasa yang bersikap "sopan" (itu istilah yang saya pahami saat itu), ada yang bersikap suka-suka dan tidak sopan terhadap seksualitas (istilah sekarang itu).

Maka kita-kita ini orang dewasa selayaknya memahami dan mempunyai sikap tentang seksualitas, dari hal perbedaan alat kelamin, pria dan wanita, buka dan tutup privasi, berkaitan dengan cita rasa perilaku seks keseluruhan yang manusiawi, berdasarkan kesadaran dan pertimbangan penghargaan baik secara pribadi maupun sosial atau kebersamaan. 

Penghargaan pribadi adalah tidak lain dari harga diri dan kadar martabatnya. Penghargaan sosial atau kebersamaan adalah sikap sopan santun sesuai peradaban yang ada dilingkungannya. Ideal sekali seksualitas dipandang dengan kerendahan hati, sebagai karunia Tuhan yang harus dipertanggung jawabkan.

Pada dasarnya sederhana saja. Karunia suci yang manusiawi dan menggairahkan, sederhana bukan?  Sayangnya banyak sikap yang mempersulit diri sendiri dengan argumen yang diperrumit ! Nah malah terkejut sendirilah.

Pembaca yang budiman, terima kasih sudah membaca pengalaman sederhana itu, dan tolong terima salam hormat saya.

Ganjuran, Desember,16, 2021. Emmanuel Astokodatu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun