Bangun pagi adalah salah satu kebiasaan penting yang tampak sederhana, namun menjadi dasar kuat dalam pembentukan karakter anak. Dalam kehidupan sehari-hari, anak-anak yang terbiasa bangun pagi menunjukkan pola hidup yang lebih tertib, kemampuan adaptasi yang lebih tinggi terhadap rutinitas, serta kepekaan terhadap tanggung jawab waktu. Kebiasaan ini juga menjadi fondasi dalam menanamkan disiplin dan kesiapan mental untuk menghadapi hari dengan tenang dan fokus.
Dari sisi spiritual, Rasulullah SAW menasihati putranya:
"Wahai anakku, bangunlah. Saksikan rezeki Tuhanmu dan janganlah kamu termasuk orang yang lalai, karena Allah memberi rezeki kepada hamba-Nya antara terbit fajar dengan terbit matahari." (HR. Imam Ahmad dan Al-Baihaqi)
Hadis ini memberi pesan mendalam bahwa waktu pagi bukan hanya waktu teknis untuk memulai hari, tetapi juga waktu turunnya keberkahan dan pembuka rezeki. Dalam konteks pendidikan keluarga, membangunkan anak di pagi hari tidak semata-mata soal rutinitas, tetapi menanamkan nilai bahwa hidup dimulai dengan kesiapan dan keterjagaan.
Penelitian yang dilakukan oleh Fitriani (2020) dalam Jurnal Pendidikan Karakter UIN Sunan Kalijaga menunjukkan bahwa anak-anak yang memiliki kebiasaan bangun pagi dan memulai aktivitas dengan terstruktur, cenderung menunjukkan perilaku lebih kooperatif dan memiliki kontrol diri yang lebih baik dalam lingkungan sekolah maupun keluarga. Hal ini selaras dengan prinsip pendidikan karakter berbasis nilai-nilai religius dan keseharian yang dijalankan secara konsisten di rumah.
Dari perspektif pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara menekankan bahwa pendidikan harus "menuntun segala kekuatan kodrat anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya." Dalam konteks ini, pembiasaan bangun pagi merupakan bentuk nyata dari penuntunan karakter---bukan sekadar aturan, tetapi ajakan hidup yang seimbang antara fisik, akal, dan batin.
Tokoh pendidikan dunia, Maria Montessori, dalam bukunya The Secret of Childhood (edisi terjemahan oleh Yayasan Montessori Indonesia), menekankan bahwa ritme kehidupan yang stabil sangat penting dalam mengembangkan perhatian dan ketenangan jiwa anak. Waktu pagi, menurutnya, adalah saat otak anak paling siap menerima rangsangan dan pembelajaran. Oleh karena itu, kebiasaan bangun pagi dapat memberi ruang bagi anak untuk menjalani proses belajar dengan kesadaran penuh dan kesiapan diri.
Dalam praktiknya, orang tua dapat menanamkan kebiasaan ini dengan pendekatan yang lembut namun konsisten: menetapkan waktu tidur malam yang cukup, menciptakan suasana pagi yang menyenangkan, serta memberi teladan dengan bangun pagi lebih dulu. Bangun pagi bukanlah hasil dari paksaan sesaat, melainkan buah dari proses pembiasaan yang menyatu dengan pola hidup keluarga.
Di tengah kehidupan digital yang menantang, di mana waktu tidur anak mudah tergerus oleh layar dan hiburan malam, kebiasaan bangun pagi menjadi bentuk perlawanan positif. Ia mengajarkan keteraturan di tengah distraksi, serta mengembalikan anak pada kesadaran akan waktu dan tanggung jawab.
Kebiasaan bangun pagi adalah fondasi dari enam kebiasaan hebat lainnya. Ia bukan hanya titik awal hari, tetapi juga awal dari kebiasaan berpikir, merasakan, dan bertindak yang positif. Anak-anak yang terbiasa bangun pagi bukan hanya bangun dari tidur, tetapi juga bangun dari kelengahan, dan bersiap untuk menjadi pribadi yang siap belajar, siap bekerja, dan siap berkontribusi.