Mohon tunggu...
Asra Sinta
Asra Sinta Mohon Tunggu... Lainnya - Pembaca dan penulis yang sedang belajar

Satu gagasan yang kubaca menambah satu temanku, satu gagasan yang kutulis menambah sejam usiaku

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Terima Kasih Kenangan

9 Agustus 2020   23:25 Diperbarui: 9 Agustus 2020   23:25 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kata move on sudah tidak asing lagi bagi kita, khususnya anak-anak muda. Aku tak bisa mendefinisikan arti harafiah move on ini dalam bahasa Indonesia yang sebenarnya. Namun menurutku kamu semua sudah akrab sekali dengan kata ini. Biasanya orang yang baru putus cinta rentan menyuarakan ini dalam bahasa sehari hari nya. Entah itu karna memang punya keinginan untuk berpindah kelain hati, berharap bisa melupakan masa lalu, atau keinginan yang sungguh untuk bangkit dari keterpurukan.

Dulu sewaktu SMA aku sering mendengar temen-temenku membicarakan kata ini, tapi aku tidak mengerti arti sepenuhnya apa, maklum saja aku juga dulu tidak gaul anaknya. Kalau bertanya aku malu, dengan nilai bahasa Inggris yang lumayan baik kenapa harus mempertanyakan kata yang bagiku sangat sepele, tapi sangat membuat aku bertanya tanya. Bukankah move on itu artinya berpindah, ya kalau berpindah kelain hati mungkin masih sedikit nyambung . Ternyata kata move on ini tidak hanya digunakan untuk pindah kelain hati saja bagi mereka yang baru putus cinta, intinya kata move on ini adalah suatu langkah untuk bergerak dari mental yang hampir statis.

Melupakan mantan, membuka hati, memikirkan rencana lain, mengembangkan passion hidup yang lain, juga merupakan bagian dari kata move on.

25 September 2017, aku menghadiri undangan wisuda kekasihku.

 ‘ terimakasih sayang sudah menemaniku sejauh ini, bersyukur sekali setiap kali melihat senyumanmu aku selalu bisa menyelesaikan lembar demi lembar skripsiku yang begitu merumitkan. Kamu tahu seangkatanku aku jadi lulusan termuda tepat tiga setengah tahun aku menyelesaikannya, padahal sebelum ketemu kamu aku sudah gagal beberapa mata kuliah, yah kalau aku dan mamaku prediksikan kelulusanku akan dikredit setidaknya setahun lagi, dan kamu energi positifku, betapa bangganya mamaku akan hal ini, karna itu sepatutnya aku membanggakan kamu dihadapan mamaku nanti, tolonglah kamu harus datang.’

 Kata- kata itu begitu rapi terucap dari bibirnya seperti kata pengantar skripsi dan memaksa hatiku yang begitu enggan. Saat itu usiaku masih delapan belas tahun dan itu pertama kali aku berpacaran seserius itu. Dimana hubungan antar kekasih itu saling memapar satu sama lain, dimana aku juga sangat bersyukur ketika pertama kali menginjakkan kaki di Kota yang romantis ini bertemu dengan sosok malaikat penjaga yang dikirim Tuhan seperti.

Temen temenku selalu bertanya bagaimana kemarin kencan dengan Joni, Peter, Dio, seru nggak, cocok nggak, ada chemistry nggak, kalian ngobrol apa saja. Aku selalu menanggapi dengan nada datar atau setengah mengabaikan. Sebenarnya aku sangat risih dengan perhatian yang memuakkan seperti itu. masalah aku yang betah jomblo ini selalu jadi perdebatan kecil saat ngobrol santai bareng sahabatku.

’ biasa saja’. Aku pun melengos pergi.

‘ Sa sorri nih, kita nggak jadi jalan ya, pacar gue datang gue mau jalan bareng dia, lo bareng Maljes aja ya’.

 Ungkapan pembatalan rencana perjalanan seperti itu sudah akrab bagiku. Itu sebabnya kemana mana aku lebih sering sendiri, nasib baik kalau pacar pacar sahabatku pada nggak ngapelin mereka, liburanku sedikit berwarna pink.

‘ lagian lu betah amat sih jomblo, udah baik juga Dio mepet kamu terus diabaikan, Joni juga nggak kalah tampan untuk sekedar temen jalan, mau lo yang gimana sih, uda deh nggak usah milih-milih lo, ntar nggak dapat apa apa loh, kalo lo nggak buka hati lo nggak bisa move on’. Itu adalah nasehat paling alternatif atau sekedar ungkapan jengkel dan ketidaksabaran sahabat- sahabat saat sedang bahas membahas status pasangan.

Setelah berakhir dari Vino aku pikir belum ada sosok yang lebih baik atau standar dengan Vino yang mendekati  aku. Berbeda dengan cerita temenku Novi misalnya melabeli mantan pacarnya dengan kata brengsek, belum lagi Krisda sebut mantannya sampah, apalagi Vina bilang mantanya penghianat, dan aku kasih merek mantanku malaikat.

Vino tidak pernah menyakitiku sedikitpun baik dari perkataan maupun sikap, kalau ada sedikit kehilafan dia cepat sekali meminta maaf. Orangnya lembut, sabar , pendidik, royal dan setia.

Setiap kali dia mau jalan sama cewek temen kampusnya entah mau ngerjain proyek bareng atau, mau kkn atau makrab dia selalu minta izin,sering juga ngajak jalan bareng teman teman ceweknya dengan bangganya dia ngenalin aku ke mereka. Dia juga selalu dukung mimpi-mimpiku, selalu bantu aku kalau kesusahan dalam kebutuhan kuliahku. Dia juga selalu mengerti kesibukanku yang kerja sambil kuliah dia juga perhatian dengan financialku, dia berusaha mengambil freelance mengajar bantu kebutuhanku, entahlah dia sesempurna itu dihadirkan Tuhan untukku.

Nah, kalau aku sudah ngomongin tentang kebaikan kebaikannya nya itu ditengah tengah kedilemaanku ketika harus membuka hati dengan yang lain, temen temen selalu bertanya jika dia sedemikian sempurna kenapa bisa putus. Alasan putus inilah tak pernah kuceritakan kepada orang lain. Rasa sayangku tak rela melibatkan dia sebagai subjek kepahitanku, karna pada kenyataannya dia tak pernah salah, tapi aku benar benar terluka ketika aku kenal diriku, keterbatasanku aku membenci diriku yang kurang sempurna dan lama lama aku membecinya yang begitu sempurna.

Seperti yang diceritakan Vino dengan bangganya mamanya cukup cantik untuk seusia dia,rapi bersih dan sangat awet baik dari cara berpakaian maupun bertata krama, kelihatan jelas bahwa dia sosok wanita yang sangat bijak baik dalam mendidik anak, bersosial dan juga dalam bertanggung jawab dalam pekerjaannya. Dalam pandangan pertama saja aku langsung mengidolakankannya sebagai orangtua, besok aku jadi ibu aku berjanji akan meneladani prinsip hidupnya dalam berkeluarga dan bekerja. Vino selalu bilang kalau aku itu dominan sekali dengan ibunya dari segi sikap maupun rupa dia bilang ada mirip-miripnya gitu. Mungkin kalau kami bertiga jalan orang akan mengira aku adalah anak bungsu perempuannya. Bedanya kata Vino sikap dan sifatku lebih lembut dibanding dengan ibunya yang begitu tegas dalam bersikap.

‘ kamu tuh mirip mama, aku nyaman di dekat kalian, istilahnya dalam rumus gizi makanan, di dekat mama empat sudah sehat, didekat kamu lima jadi sempurna .’ Vino bukan tipe cowok yang pandai merayu, tapi kali ini aku cukup terperangah dia menggodaku dengan istilah empat sehat lima sempurna.

‘ Ara, siapa tadi nama kamu?’

‘ Azahra Ameliawati tante biasa dipanggil Salsa.’

‘ Vino sudah cerita banyak tentang kamu. Saya suka kamu apalagi kamu sudah menjadi energi positif sama Vino, saya tidak bisa bayangkan gimana dulu Vino hampir masuk kedunia kenakalan remaja dan pergaulan bebas karna dia merasa sering dibulli anak yang lugu, dia pengen nunjukin bahwa dia nggak sebodoh yang orang lihat. Dan setelah ketemu dengan kamu dia menjadi lebih percaya diri menjadi pribadi yang sayang orangtua dan saudaranya tanpa mempedulikan komentar orang lain. Dia menjadi anak yang sangat berambisi sekarang terutama untuk kamu. Dia bilang selepas kuliah dia akan kerja buat bantuin kamu kuliah, memangnya orangtua kamu tidak mampu bantu kamu atau kondisi ekonomi kamu sedang buruk ya?’

‘ oh terimakasih tante, sebenarnya orangtua saya memang tidak mampu menguliahkan saya ini tekad saya sendiri, dan sampai sejauh ini saya belum memberatkan siapapun termasuk Vino saya bisa dengan hasil kerja keras saya sendiri’.

‘ saya juga dulu seperti kamu, pekerja keras dan sangat ambisitif. Sa, sejak saya mulai mengerti berjuang untuk hidup mulai dari saya masih gadis sampai sekarang baru dua tahun terakhir ini saya merasakan bahagia dengan hasil jerih saya melihat semangat Vino menyelesaikan kuliahnya maupun dalam membantu saya dirumah mengurus pekerjaan dan bisnis saya. Terlalu cepat bagi saya jika dia langsung berpaling dari tanggung jawab saya sebagai ibu, dia masih muda kamu juga masih muda, ada harapan saya Vino bisa melanjut  S2 diluar negeri. Ibarat buah Vino itu masih setengah matang untuk saya dan kamu juga. Selama duapuluh dua tahun saya menabur benih dan merawat tumbuh kembangnya, rela kah kamu yang memetik dahulu hasilnya, saya rasa kamu sangat mengerti keresahan dan kecemburuan saya terhadap kamu’.

‘ iya, tante saya tahu apa yang harus saya lakukan setelah ini’

Demikian percakapanku dengan mantan calon mertuaku, di momen wisudanya Vino. Kulihat dia dengan gagah dan lebar tawanya turun menghapiri kami langsung menarik tanganku dan menciumnya kuperhatikan wajah mamanya membuang arah. Setelah sesi poto keluarganya dia menggandengku untuk poto berdua tiba-tiba saja rasanya aku mual dan minta izin ke toilet.

‘ wajah kamu pucat sekali Sa, kamu sakit’

‘ sedikit pusing tante mungkin masuk angin karna begadang tadi malam, maaf Vin sepertinya aku pulang duluan saja ya’.

Sepulang dari momen itu aku mulai menyibukkan diri, mulai sering hang out dengan teman teman kampusku, menambah jam frelance mengajarku atau mengikuti pelayanan ibadah digereja. Sering aku mengabaikan telpon dan chat dari Vino kubalas sesingkat mungkin, sering kubatalkan janji ketemu, kujelaskan semua kesibukanku.

Suatu kali Vino nge gap aku sedang nongkrong di di kafe depan kampus bersama teman temanku. Dia menghampiriku dan menarik tanganku keluar, dia memaksaku ke sebuah taman. Dengan wajah yang begitu menahan geram dingin dan nada tertahan dia mulai bicara.

‘ jadi ini kesibukan yang kamu bilang, sibuk mengajar, sibuk ibadah, tugas kuliah, sudah tiga hari aku ikutin kamu, kamu nongkrong denngan teman-teman kamu, apa, tugas kelompok, biasanya juga kamu ngerjain sendiri nggak pernah bareng teman. Sa , kamu nggak kangen samaku, aku sakit nahan perasaan khawatirku sama kamu, tapi aku nggak mau kamu mual dengan sikap posesifku. Hampir sebulan kita nggak jalan, kita nggak cerita,kamu nggak kangen sama aku. Kalau kamu butuh uang sampai harus nambah jam kerja, kan aku udah janji ke kamu. Kenapa nggak ngomong, knapa nyiksa aku gini?’ ucapnya penuh dengan nada memelas.

‘ maaf Vin, entah kenapa akhir akhir ini memang aku ngerasa nggak ada kangen kayak kemaren kemarin, aku nggak tahu kenapa?’

‘ tapi aku masih sayang dan kangen kamu gimana dong’

‘akan aku coba sebulan lagi ya’

Aku rasa dalam waktu yang sebulan itu Vino benar benar lelah denganku, menunggu balesan chat yang kadang tiga sampai empat hari melebihi hari pos pengiriman jaman dahulu, sering aku tak angkat telponnya, berkali kali menolak ketemuan. Sering dia berujung marah atau bahkan curiga dan itu kujadikan penambah alasan kalau aku mulai tidak suka dengannya. Intinya apapun ku lakukan bagaimana supaya hubungan ini berakhir.

‘ kenapa nggak bilang kamu ada disini, ini kesibukan kamu mulai membohongi aku dengan sejuta kesibukan yang semu?’

 Tanya Vino di suatu taman yang biasa kami kunjungi. Aku tidak tahu bagaimana ia tahu aku ada ditaman itu, padahal semua jaringan telepon dan sosmedku sedang ku nonaktifkan dalam waktu tiga hari, aku benar benar hilang dari peredaran, aku tidak main dengan temen tongkronganku, dan tak juga mengambil kelas belajar atau mengajar, seminggu ini juga aku tak mengunjungi rumah sepupuku tempat ku berlibur dikala senggang dari waktu kuliah kerja dan pacaran, aku mulai tak mengerti dengan perasaanku sendiri. Aku terbawa bawa dalam roh yang tak menentu aku hanya mengikuti alur kakiku. Otakku sudah tidak sinkron bahkan bisa dikatakan sudah lumpuh untuk berpikir, sehingga tidak ada perbantahan antara hati dan otak. Rasanya kami tidak ada janjian ketemuan disana, aku juga sedang tidak merindukan momen dengannya, tanganku sibuk dengan pencil dan kertas putih sejak tadi aku hanya mengorat arit kertas itu.

Vino memegang tanganku mencoba menyelaraskan pandangan kami, aku tersenyum riang seolah mengejek dunia. Dia mencubit pipiku dengan halus dan tersenyum dalam kepahitan.

‘ sa aku kangen tawa riuhmu seperti ini. Kamu kenapa ,ceritain ke aku masalahnya apa kenapa kamu jadi berubah nggak jelas seperti ini? Apa kabar kuliah kamu, pekerjaan mu, teman temanmu, adakah sesuatu yang nggak baik? Apa kamu butuh sesuatu,uang atau apa, ayo ngomong.’

Air mataku mulai tak terkontrol, lebih gila dari banjir bandang menumpas semua bendungan. Ternyata aku tidak sekuat yang kuperkirakan, aku rapuh hatiku lemah, aku butuh tangan, aku menundukkan wajahku di depannya, aku tak berani menembus matanya yang sudah menginterogasiku, kebohonagan apa lagi yang akan aku beritakan. Dia mendekapku, sedikit embun menyusup ke otakku, tubuhku terasa ringan, hatiku lega. Aku memeluknya, hatiku bersorak riang ini tempatku ini tahtaku, dengan bangganya hati bilang disini aku berkuasa, ini milik pusakaku. Isakan dan jeritan kecil keluar dari bibirku. Bayangan wajah ibuku yang sedang bermain di bawah terik matahari di ujung barat indonesia untuk sesuap nasi menghampiri bilang, kamu nggak usah kuliah nak bantu dulu mama supaya adikmu bisa lulus SMA saja. Hatiku pedih tercabik cabik, bayangan wajah mamanya Vino yang selalu ada untuk dia dalam dua puluh empat jam seminggu dengan ribuan perhatian, sedang dimana sudah makan apa, mau beli apa juga menghampiri, tubuhku terasa di libas cambuk cambuk kecil. Aku lelah setiap kali aku membandingkan kesulitanku dan kemudahan Vino, aku lelah menyetarakan derajatku dengan Vino, ucapan mamanya begitu menekanku hingga aku hilang daya untuk menjelaskan kepada Vino apa sebenarnya yang aku rasa, aku tak mau Vino tahu sumber keresahanku yang sebenarnya, aku tidak mau Vino menyalahkan sosok yang ia bangga banggakan selama ini, aku tidak mau kesalahan itu berasal dari dirinya jikalaupun semua harus berakhir, aku sedemikian sayang pada Vino, sedikitpun aku tak ingin menyalahkannya, bagiku dia adalah pangeran kebenaranku.

‘ Vin aku lelah kalau kamu tanya tanya terus, kan aku sudah bilang, rasa rinduku sudah nggak ada lagi, hatiku sudah berpaling ke laki laki yang lain’. Sentakan di dada Vino beitu kencang seperti dentuman mercusuar mencampakkanku dari pelukannya. Deras airmatanya tidak kalah dengan air bah dizaman nabi Nuh, dan luapan emosi wajahnya tidak kalah dengan hiruk panas tragedi Bandung lautan api.

‘ kalau memang itu alasannya, aku tak bisa mengganggu gugat, kadang aku sendiri juga tak mengerti perasaanku, apalagi perasaanmu, kapan kamu harus jatuh cinta, kapan merasa nyaman, atau kapan perasaan itu hilang, semua orang berhak atas perasaannya, makasih banyak untuk beberapa dekade ini, kamu sangat berarti di sejarahku, aku sayang kamu, dan aku percaya sosok yang terbaik pasti menghampiri pribadi yang terbaik seperti kamu walaupun aku berharap orang itu aku dan ternyata bukan aku.’ Seketika Vino berubah menjadi pangeran yang begitu bijaksana berbeda sebelumnya dia kelihatan begitu manja dan lemah. Dia pun pergi meninggalkanku sendiri ditaman itu. Airmata dan keringatku berpacu seolah berada di arena balapan, hatiku sedemikian perih mau mati rasanya aku tersungkur, kekuatan benar benar hilang.

Sebulan aku masih terlihat baik baik saja dan di akhir yang ketiga bulan aku rindu dia. Setelah tiga bulan berlalu sekalipun dia tak pernah coba negosiasi denganku mungkin sedemikan pasrahnya dia, ahh waktu andai bisa diputar kembali. Aku tidak akan semanja itu, kata berakhir itu tidak seharusnya dariku, aku tidak setakut itu harusnya, wawasanku harus luas aku nggak seharusnya patah dengan ucapan mamanya, bukankah dia begitu memberiku kekuatan untuk hidup. Kemana semua materi yang Vino ajarkan, bahwa di dunia ini manusia setara dihadapan Tuhan tidak ada yang perlu dibanggakan tidak ada yang terlalu atau begitu lebih, terlalu baik atau buruk, menyenangkan atau menyedihkan, semuanya biasa saja, karna itu kita harus menanggapinya dengan biasa saja. Ahh ternyata aku kurang komunikasi kurang bimbingan, aku merasa aku terlalu paham masalahku, ternyata tidak.

‘ Vin, aku kangen kamu.’ pesan singkat itu ku kirimkan, seharian aku menunggu balasan WAnya, padahal timeline aktif.

‘ mulai sekarang kamu tidak perlu lagi kangen kangen aku atau siapapun, kamu harus belajar memantaskan diri untuk siapa yang kamu rindukan, jangan terlalu diburu nafsu perasaanmu. Belajar lebih baik lagi untuk masa depan kamu seperti yang selalu kamu ceritakan selama ini, untuk masa depan yang cerah karir yang menajak dan status sosial’. Balesnya.

Aku benar benar tersindir dengan ucapannya, dia begitu cepat berubah,dia bukan lagi Vino yang aku kenal dulu, benarkah dalam tiga bulan karakter seseorang bisa berubah sedemikian cepat. dia bukan lagi sosok yang rendah hati dia berubah jadi arogan dan paham perbandingan sosial. Aku salah, salah jatuh cinta salah membanggakan, dia yang kubanggakan selama ini hidup dalam bungkusan semu, luar dalamnya beda.

Tiga bulan penuh perjuangan aku mencoba baik baik saja dari setiap masalah yang beruntun dalam hidupku, mulai putus dengan dia, aku mulai sering kelihatan bengong ini mengurangi produktivitas kerjaku, bosku sering marah marah, tugas kuliahku sering telat deadline, belum lagi masalah dari keluargaku sendiri, aku mengalami komplikasi masalah, perfek se perfek perfeknya.

Enam bulan berlalu aku sudah mulai terbiasa sendiri kemana mana tanpa dia, mulai baik baik saja. Seorang teman menghampiriku memberiku informasi tentang Vino yang punya pacar baru. Rasanya tak percaya baru enam bulan putus dia sudah ada yang baru. Aku mau tanya dia, WAku sudah di blokir nya, dengan tidak kalah kreatifnya, aku membuat akun fake instagram aku mulai mengikutinya, mulai cari tahu tentang dia, benar saja dari postingan insta storynya dia sering jalan denganperempuan itu, aku pun mulai mengikuti akun pacar barunya. Aku tahu pacar barunya masih kuliah juga, kemana mana bawa mobil sendiri, benar benar kalah tampang kalah status dan kalah skill dariku, ibarat bumi dan langit. Hampir sesak nafas aku melihat postingan makan bareng dia bareng mamanya Vino terlihat poto mereka dengan senyuman yang sumringah begitu akrab sekali, tidak jenjang yang membatasi. Kini aku sadar alasan mama Vino bukan supaya anaknya lebih fokus kuliah lagi, hanya saja memang aku tak cukup membanggakan bagi dia, malah menyulitkan Vino. Sakit tahu tentang semua itu tapi rasanya juga tak bosan cari tahu tentang mereka , hobbi baru ku ngepoin mereka mulai tumbuh, benar aku terluka saat melihatnya, sekaligus aku merasa sembuh dari rasa penasaranku dahulu sampai sejauh mana Vino bertahan dari semua keterbatasanku. Dan ini jawabannya, dunia ini masih seperti zaman siti nurbaya, masih ada perbedaan kelas sosial, belum ada yang bisa menyatukan pandangan orang saat melihat hitam dan putih, masih dalam persfektif masing masing. Hal yang paling menyakitiku Vino tidak setulus dan sebaik yang aku percaya, setidaknya dia tidak sejahat yang baru saja aku lihat, tidak seharusnya dia pacaran dengan perempuan sosialita yang membuatku merasa pantas terbuang, tapi aku sadar ya kalau memang dia sudah jatuh cinta, dan benar benar cinta, apakah pandanganku ini benar. Teringat kenangan Vino selalu bilang aku tidak tergantikan dan akan sulit mengisi kekosongan tanpaku. Mudah sekali aku percaya dengan rayuan murahan yang sudah terbiasa tercecer dibibir laki laki yang belum mengerti komitmen, yah itu momenku jadi bagian budak cinta.

Tunggakan uang kuliah yang belum tercicil, kebijakan perusahaan tempat kerja yang semakin hari tidak mendukung dengan hari hariku, ditambah bayang bayang sudut kota yang selalu menghantuiku saat saat bersama dengan Vino membuatku ingin cepat sekali terbang dari bumi ini.

Aku pindah kota dua jam perjalanan jauhnya dari kota itu, aku berharap  seiring aku berjalan semua harapan dan abayang bayang tertingal di tapak tapak jalan yang kususuri. Semakin jauh ia kutinggalkan, semakin banyak bagian bagian kenangan yang kuhapus, mengiklaskan dan mencoba membuka hati dengan yang lain sudah kulakukan hanya untuk membuang sebekas cinta. Tapi aku makin sadar makin tak tergantikan dirinya, makin tak kutemukan yang seperti dia atau standar dirinya,yang kurasakan hati ini benar benar miliknya dan tercipta untuknya. Rasa benci dan cinta jadi dua kubu peperangan mental di hatiku, kadang benci, kadang rindu.

Setelah tiga tahun berlalu tidak ada satupun yang benar benar bisa jadi pacarku dari beberapa yang mencoba mendekatiku. Aku tidak nyaman dengan kesendirian, rasanya ku juga butuh sosok yang membatuku dalam berpikir, aku hanya sedang belajar memantaskan diri, agar tidak terjatuh pada lobang yang sama.

‘ Tuhan aku tak seharusnya seperti ini, memaksa kehendakku, sebaiknya aku harus rela bahwa mencintai tidak salah tapi yang pasti perasaan memiliki itu yang harus dibasmi, aku ingin pulih aku juga ingin bahagia seperti dia bahagia.’ Seruku  doa.

Aku mulai kembali kemasa lalu dari awal bertemu hingga berpisah, aku renungi dan bayangkan apa yang sedang terjadi, roda film mulai berputar aku mulai meriset hal hal apa yang harus aku pelajari dan buang dari kisah itu, aku hanya bisa bersyukur dalam masa itu aku pernah jadi putri tercantik yang begitu dicintai, diperjuangkan dan disayangi. Kupeluk kenangan itu erat erat, terimakasih kenangan aku pernah dititik terbaik itu, aku mulai menulisnya dalam lembaran lembaran, setelah selesai menjadi satu buku, aku tersenyum puas dan merasa lega, apa yang pernah tersimpan di hatiku sudah keluar menjadi karya. Kukirimkan kesebuah penerbit, dan dijadikan sebuah film, alhasil film itu ditonton jutaan orang.

Kini aku menjadi orang yang sangat percaya diri , apa yang akan kuhadapi, mama Vino. Ya kali ini aku datang sebagai tamu tidak di undangan ke pernikahan Vino. aku menghampiri Vino ke pelaminan, tatapan mama Vino nanar seakan tidak senang, aku tersenyum menenangkan.

‘ maaf tante semuanya akan baik baik saja kok.’

‘ kamu datang Sa, maaf nggak sempat kasih undangan.’ sapa Vino.

‘ tidak apa apa aku tahu kamu pasti sibuk, oh ya makasih banyak ya buat dulu mungkin aku nggak pernah ucapin terimakasih, hari ini harus aku katakan kamu pernah kasih kenangan terbaik bagiku, rasanya berdosa banget kalok nggak tahu terimakasih, itu sebabnya aku menguatkan diri untuk datang walau tak diundang, nggak apa apa kan?’ kukatakan sesantai mungkin dan sebercanda mungkin, karna semua memang sudah terasa ringan dari hatiku.

‘oh ya kadonya apa dong, masak tangan hampa sih.’ Ledeknya.

‘ dulu kamu selalu minta dibuatin cerita, uda nonton film Thank You Memories belom?’

‘oh itu film yang sangat bagus, aku nonton dengan istriku yg sekarang bersama keluarga, tapi saat menonton aku ingat kamu terus nggak tahu kenapa, filmnyan happy ending, memberi pelajaran kepada penonton hidup bukan sekedar status sosial, karir, tapi tentang cinta yang membuat bahagia, sangat menginspirasi keluarga dan anak anak muda khususnya dibidang cinta dan jodoh.’

‘ itu ceritanya aku persembahkan untuk kamu, itu semua tentang kita, aku kira kamu bisa menebak.’

‘ tapi di cerita itu mereka menikah Sa, sedangkan kita aku malah sedang dengan yang lain sekarang.’

‘ iya cerita adalah akhir dari segalanya, apa apa pasti akan berakhir jadi cerita, jika kita tidak berujung bersama cerita akan mengakhiri kebersamaan kita. Bolehkan aku tulis dalam cerita bahwa kita selalu bersama dan bahagia walau nyatanya tidak, aku sangat menyayangimu, semoga kamu bahagia.’ Dan akupun pergi, namun Vino menarik tanganku seolah tak mau melepaskan, diikuti pandangan istri dan ibunya yang begitu tak nyaman, namun aku sangat merasa nyaman dengan kejujuranku.

‘ saat pertama ketemu hal yang paling berharga dihidupku adalah rasa percaya darimu bahwa aku bisa dan pantas untuk apapun yang aku mau, itu yang aku selalu jaga, itu yang paling aku takutkan hilang, dan ternyata memang hilang, separuh jiwaku rasanya hilang saat aku tahu kamu mulai tak percaya bahwa aku bisa mengontrol hubungan kita dari pendapat orang lain termasuk mama. Aku tahu alasan kamu sebenarnya menjauh kenapa, tapi aku ingin dengar dari bibirmu, itu pertama kali nya aku tahu kau membohongiku dan meragukanku dan itu yang kubenci, aku sangat sadar perempuan cantik didepanku ini bukan sembarang perempuan yang mudah jatuh cinta, i love you’.

Kenangan ini sedemikian indah, aku mencintai kenangan ini, kenangan ini hidup aku merasakan bahwa kenangan ini memberiku sejuta rasa dalam hari hariku, ia itu marah, kesal, cinta,cemburu, damai, dan keromantisan. Aku marah kalau ingat Vino secepat itu dapat pacar baru, aku merasa terdorong untuk lebih maju setiap ingat mama Vino, aku merasa jadi ratu sejagat mengenang perjuangan dan perhatian Vino untukku, aku cemburu dengan perhatian mamanya padanya, aku merasa damai dengan ucapan bijaknya di momen pernikahannya itu. Kenangan ini membuatku tak pernah merasa sendiri, atau hampa, hari-hariku hidup dengan sejuta perasaan. Karenanya aku tidak pernah terburu buru untuk membuka hati walau banyak yang mengetuk. Kata mereka aku gagal move on. Bagiku inilah arti move on yang sejati, aku mengingat semuanya tanpa benci dan pahit, aku mencintainya tanpa mengharapkan jadi kisah yang nyata. Terimakasih kenangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun