Mohon tunggu...
asri supatmiati
asri supatmiati Mohon Tunggu... Editor - Penuli, peminat isu sosial, perempuan dan anak-anak

Jurnalis & kolumnis. Penulis 11 buku, 2 terbit juga di Malaysia.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Protes Tere Liye dan Gerakan Literasi Setengah Hati #31

9 September 2017   22:21 Diperbarui: 10 September 2017   10:26 1410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi

Kondisi itu sudah berlangsung puluhan tahun. Tanya para generasi X atau Y, dulu bacaannya apa? Conan, Empat Sekawan, Sherlock Holmes, dll. Itu produk penulis asing. Sekarang? Novel-novel Korea, komik Jepang, masih setia jadi rujukan anak-anak generasi Z. Tidak banyak berubah. Karya lokal, masih bisa dihitung dengan jari yang bisa menyaingi kualitas impor. 

Tetapi, bila kita menggunakan kaca mata Islam, bagaimana dengan konten buku-buku impor tersebut? Apakah cukup aman untuk konsumsi anak-anak negeri? Kalau yang diharapkan sekadar membaca dan menulis, tanpa peduli apa yang dibaca dan ditulis, apakah akan melahirkan generasi literat yang baik? Tidak. Justru ini membahayakan.

Pernah saya mendapat keluhan dari seorang guru dalam suatu sharing tentang literasi. Awalnya, dia memotivasi anak didiknya untuk gemar membaca dan menulis. Berhasil. Bahkan sampai terbentuk komunitas. Anak-anak didiknya pun akhirnya tumbuh bersama buku. Tentu, beliau tidak sempat mengawasi semua bacaan anak-anak binaannya. 

Semakin tambah usia, anak didiknya malah menyukai bacaan yang nyerempet-nyerempet porno. Menulis pun ke arah sana. Ia sudah tak sanggup mengendalikannya lagi. Kenapa? Karena sumber bacaan di luar sana sungguhlah liar. Novel, komik, bahkan komik anak-anak, tidak steril dari konten-konten yang bertentangan dengan Islam.

Masih beruntung bangsa ini punya Tere Liye, yang karyanya mengedukasi pembaca minus kepornoan (saya tahu, karena saya membaca karyanya). Tapi kita tidak pernah tahu, lautan kata-kata di jutaan buku yang tersebar di luaran sana, seberapa amannya buat anak-anak kita? Mengingat peradaban yang eksis saat ini bukan peradaban Islam, melainkan peradaban sekuler, buku-buku yang bertebaran juga tidak bisa dijamin bersih dari hal-hal yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Apalagi, tidak semua penerbit juga peduli dengan konten, hanya peduli dengan keuntungan.

Jadi, gemar baca saja tidak cukup, tapi apa yang dibaca, itu lebih penting. Anak-anak yang dibiarkan dalam gerakan literasi, tapi tidak diarahkan bacaan apa yang diaksesnya, sungguh membahayakan. Bacaan, baik novel, buku nonfiksi, komik bahkan puisi, mencerminkan budaya apa yang dibawanya. Secara smooth, masuk, meresap dalam relung pemikiaran anak-anak kita. Menancapkan pemahaman dan pemikiran yang tidak selamanya benar. Apakah seperti ini gerakan literasi yang diinginkan? 

Maka, jika nasib penulis masih dianaktirikan, jika konten bacaan tidak dikendalikan, gerakan literasi justru akan jadi bumerang. Jika anak-anak membaca buku-buku yang baik, dia akan tumbuh menjadi anak-anak lebih berkualitas. Masalahnya, bagaimana akan muncul buku-buku yang baik, jika penulis-penulis yang baik, tersingkirkan dari arena karena kekejaman kebijakan? Sudah tentu, gerakan literasi bakal layu sebelum berkembang.(*)

Bogor, 9 September 2017

#ngalorngidul #bukanngalorngidul #tereliye #literasi #gerakanliterasi #revowriter #belajarnulis

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun