Mohon tunggu...
Asneri Ami
Asneri Ami Mohon Tunggu... Administrasi - Perempuan Tulen

Belajar seumur hidup adalah suatu kewajiban, bukan sebuah pilihan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

12 Mei 1986, Ayah Berpulang

19 Mei 2021   20:00 Diperbarui: 19 Mei 2021   20:06 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

12 Mei 1986,  Ayah Berpulang

Ini bulan Mei tahun 2021. Setiap bulan Mei special bagiku. Yah special. Karena saat bulan Mei pula ingatanku kembali melayang puluhan tahun yang lalu. Dan itu terulang setiap tahunnya. Apalagi saat bulan suci Ramadhan.  Tanpa diminta bahkan seakan secara automaticly saja.

Masih tergambar dengan clear dan runtut meski saat usia ku hingga hari inipun momen itu tidak pernah aku terlupa dan tertanam kokoh dalam memory otakku. Kalau ada yang menilai ini bentuk kerinduan barangkali iya dan jelas iya. Aku hanya merasakan kasih sayang ayahku hanya sampai di waktu itu saja secara fisicly.

Sore itu kami melalui waktu puasa Ramadhan hari pertama. Sore itu ayah mengajakku berjalan sore sambil menunggu waktu berbuka dengan vespa putih kesayangan ayah. Aku mau duduknya di depan sambil ngelendot ke ayah. Bagiku menulis inipun masih membayangkan lintasan memory yang aku lalui bersama ayah.

Masih ku ingat melewat belokan jalan depan rumah bu Adi yang luas sampai pada suatu lapangan sepak bola, hingga melintasi jalan Cemara lurus dan akhirnya kamipun bertemu dengan kawan ayah di lapangan sepak bola. Vespa putih berhenti di lapangan bola. Dan ayahpun memarkir separoh vespanya sambil tetap menaiki vespanya itu, dan terlihat teman ayah menghampiri. Sambil mengarah ke pemain sepak bola ke arah lapangan dan sekedar ngobrol bersama teman-teman ayah, aku sekilas mendengar obrolan ayah dengan temannya, bilang kalau sore ini naek vespa bareng aku sambil mengalihkan lemesnya puasa pertama anaknya yaitu Aku pastinya. 

Tau dijadikan bahan objek pembicaraan aku hanya menyimak sambil menikmati hembusan angin sore yang sejuk. Tidak ada respon dari aku sebagai objek pembicaran.

Dan obrolan basa -- basi itupun diakhiri karena waktu buka puasa sudah dekat dan perkiraan waktu akan tiba tepat saat kami sampai di rumah. Sekejab saja momen itu memang. Sekitar 1 jam an.

Sehabis buka puasa bersama kami langsung bersiap-siap akan menuju masjid. Seperti biasa tugasku di rumah mencuci piring dan membersihkan rumah alias menyapu tugas dari kakaku ketika itu.

Kami siap menuju masjid dan shalat seperti biasa. Suasana Ramadhan yang sangat kental di lingkungan kami masih bisa aku rasakan juga. Meski jalan yang kulalui terasa temaram hanya diterangi lampu dari rumah-rumah yang kami lalui. Tepat di simpang sebelum melewati rumah pak Temahu (bule tetangga kami) di situ masih banyak pohon -- pohonan sehingga terasa gelap. Biasanya aku  berjalan cepat pas melewati jalan ini. Takut dan gelap.

Sepulang shalat tarawih pertama ayah dan kami sekeluarga pulang dan ayah terlihat tergopoh-gopoh sampai tiba di rumah. Setiba nya di rumah ayah langsung berbaring dan minta diberikan air panas. Dan ayah menyampaikan kepada omak kalau sejak tadi perutnya terasa sakit.

Dengan sigap omak menyiapkan air panas sesuai permintaan ayah. Namun sakit perut ayah tak berkurang. Inisiatif berikutnya dengan memanggil perawat tetangga kami. Bu Jekky datang dengan membawa peralatannya dan setelah diperiksa oleh beliau , saat itu juga Bu Jekky menyarankan untuk di bawa ke rumah sakit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun