Mohon tunggu...
Nok Asna
Nok Asna Mohon Tunggu... Penikmat Senja dan Sastra.

Penikmat Senja dan Sastra.

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Semoga Kita Berumur Panjang untuk Bertemu Kembali di Banda Neira

14 Oktober 2025   18:11 Diperbarui: 18 Oktober 2025   15:05 415
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Senja hari pertama di Banda-Neira (Dokumentasi Pribadi)

Banda Neira...

Sebuah tempat yang ingin aku kunjungi sejak lama. Telah kubaca beberapa buku baik fiksi ataupun non-fiksi yang bercerita tentang keistimewaan pulau itu. Sejarah rempah yang agung, namun tak luput dari tragedi genosida yang dilakukan VOC kepada penduduk asli Banda. Pala adalah rempah yang sangat masyhur dan nilainya melebihi emas saat itu. 

Kualitas pala di Banda tak diragukan lagi. Para pedagang dari beberapa penjuru dunia berbondong mencari pala yang semua bagiannya mempunyai nilai guna. Lalu, aku juga membaca kalau dulu, sebuah pulau yang bernama Rhun karena kekayaan rempahnya bahkan ditukar dengan Manhattan.

Akhirnya kesempatan itu datang. Aku harus menempuh perjalanan darat, laut, dan udara, untuk bisa mencapai BandaNeira yang masuk wilayah Kabupaten Maluku Tengah. Tiket pesawat dari Jakarta ke Ambon sudah dipesan. Setelah sampai Ambon untuk menuju Banda ada beberapa alternatif transportasi. 

Pertama ialah menggunakan pesawat perintis yang terbang dari Ambon ke Banda setiap hari Senin (1 kali seminggu) dan dari Banda ke Ambon setiap hari Selasa. Kedua, yaitu bisa menggunakan kapal cepat dari pelabuhan Tulehu yang berangkat ke Banda setiap hari Kamis (1 kali seminggu) dan balik ke Ambon setiap hari Minggu. Ketiga ialah menggunakan kapal pelni dari Pelabuhan Ambon. Namun, untuk kapal pelni aku tak begitu tahu jadwalnya.

Oh, ya, untuk waktu tempuh ke Banda dengan menggunakan pesawat kurang lebih setengah jam-an. Lalu, dengan kapal cepat sekitar 5-6 jam, dan untuk kapal pelni ke Banda ada yang 8 jam dan 16 jam. Konon, jika gelombang tinggi, kapal cepat tak akan beroperasi, sehingga hanya ada kapal pelni sebagai transportasi ke Banda. 

Menurut warga lokal, waktu yang tepat untuk berkunjung ke Banda ialah bulan September hingga awal bulan Desember. Mereka bilang cuaca dan gelombang lebih bersahabat di bulan tersebut. Yah, meskipun cuaca di Banda sulit ditebak juga. Jika datang di bulan November akan berkesempatan melihat festival budaya tahunan.

Kala itu, aku memilih untuk naik kapal cepat dari Tulehu atas informasi dari teman. Sebab ketika kutanya kepada agen tiket pesawat, ternyata sudah full sampai beberapa minggu kemudian. Kapal cepatnya lumayan bersih, dan ada 3 kelas yang bisa dipilih, yaitu eksekutif, VIP, dan premium. Eksekutif adalah istilah untuk tiket kelas ekonomi yaaa. Tiketnya bisa dipesan online melalui website atau agen kapal atau bisa juga minta tolong trip guide.

Sebab aku datang seorang diri, akhirnya aku memutuskan untuk ikut open trip. Aku mencari beberapa alternatif open trip. Akhirnya, aku gabung bersama open trip bernama #Nejtrip#.

Open trip dengan jadwal 4 hari 3 malam lengkap dengan penginapan dan makan 3 kali sehari selama tour. Destinasinya antara lain city tour untuk mengunjungi beberapa tempat bersejarah seperti istana mini, rumah pengasingan Hatta, rumah Sjahrir, rumah budaya, benteng Belgica, serta beberapa tempat yang bisa dijangkau dengan jalan kaki karena lokasinya tak terlalu jauh satu sama lain. 

Oh ya, untuk city tour dan tempat menginap berada di pulau Neira. Pulau Banda Besar tepat berada di depan pulau Neira. Penginapan yang disediakan mempunyai view langsung ke laut dan gunung api Lewerani, gunung api yang masih aktif dan merupakan tempat untuk melihat sunrise yang indah. Selain city tour, tentu kita akan mengunjungi beberapa pulau atau island hopping.

Ada beberapa pilihan untuk island hopping, bisa pilih rute ke pulau Nailaka, pulau Ay, hingga pulau Rhun, atau ke pulau Sjahrir dan pulau Hatta yang dikenal juga dengan pulau pisang. Sebenarnya aku penasaran dengan pulau Rhun, pulau yang ditukar dengan Manhattan itu, namun, waktu itu open trip yang tersedia menuju pulau Hatta dan pulau Sjahrir.

Trip hari pertama

Kapal cepat telah bersandar di Pelabuhan, namun hari itu para penumpang harus menunggu beberapa waktu untuk turun karena ada kapal lain yang sedang bersandar. Sekitar pukul 15.00 WIT akhirnya aku bisa menginjakkan kaki-kakiku di tempat yang sudah lama kuinginkan. Setelah menaruh barang di penginapan, aku bersama teman open trip menuju ke rumah budaya untuk melihat benda peninggalan jaman dulu serta beberapa benda peninggalan jaman VOC. 

Setelah itu, kita mengunjungi rumah pengasingan Bung Hatta. Menurut pendapatku, rumah pengasingan itu lumayan nyaman dengan fasilitas lengkap pada saat itu. Mungkin sengaja dibuat nyaman agar Bung Hatta tak banyak bersuara untuk menuntut hak dan kemerdekaan bangsa pada saat itu. 

Perjalanan berlanjut untuk melihat istana mini. Tak banyak yang bisa dilihat sebab istana ini kosong hampir tanpa perabot. Hanya tersisa kamar dan bagian istana seperti dapur, kamar mandi, serta beberapa cerita yang dilantunkan dari trip guide kami. 

Salah satunya, di istana mini konon pernah seorang koki dari Prancis mengakhiri hidupnya karena sangat merindukan kampung halamannya dan sebab rasa kesepian menguasai dirinya begitu kuat. Sang koki meninggalkan sepucuk surat berbahasa Prancis di kaca jendela yang sampai sekarang masih ada dan bisa dibaca. Lalu, kami lanjut berburu senja di dekat Pelabuhan.

Trip hari kedua

Jadwal untuk island hopping. Pulau Hatta atau juga dikenal dengan pulau pisang menjadi destinasi pertama. Hari itu ketika berangkat langit mendung, namun, perlahan langit menjadi cerah, sebening air di Pantai pulau Hatta. 

Langit di tengah laut menuju pulau Hatta (Dokumentasi Pribadi)
Langit di tengah laut menuju pulau Hatta (Dokumentasi Pribadi)

Tak hanya airnya sejernih kristal, tapi pemandangan bawah lautnya juga bagus. Aku ditemani guide menyempatkan diri untuk snorkeling menikmati pemandangan bawah laut Pulau Hatta.

Crystal clear water di pulau Hatta (Dokumentasi Pribadi)
Crystal clear water di pulau Hatta (Dokumentasi Pribadi)

Setelah puas main air dan snorkeling, perjalanan berlanjut menuju pulau Sjahrir. Sesampainya di tepi pantai, kami harus menanjak sedikit menuju perkampungan dan spot menikmati pemandangan yang indah. 

Sepanjang perjalanan aku melihat pohon pala yang berbuah dan siap dipanen. Aku juga sempat merasakan buah pala yang sudah ranum, kuingat rasanya segar, asam, ada hint getir yang khas. Barangkali bagi warga lokal sudah terbiasa memakan buah pala, namun, bagi lidahku yang baru pertama kali merasakannya masih harus membiasakan diri. Jika daging buah pala dikupas, akan nampak fuli yang cantik dengan warna merah cerah.

Fuli (Dokumentasi Pribadi)
Fuli (Dokumentasi Pribadi)

Akhirnya, kami sampai di lokasi menikmati kejernihan pulau Sjahrir dengan gunung berapi yang nampak begitu gagah. Lokasi ini menurutku sangat cocok untuk camping dan bersantai ria, bakar ikan, dan menikmati malam berbintang. 

Pulau Sjahrir (Dokumentasi Pribadi)
Pulau Sjahrir (Dokumentasi Pribadi)

Tak hanya keindahan pantai yang airnya sejernih kristal, namun hari itu kami beruntung menyaksikan beberapa paus biru melintas. Kami sempat mengikuti salah satu paus biru dari jarak yang cukup dekat. Semua yang ada di kapal bersorak gembira melihat paus biru dan mulai sibuk mengabadikan momen itu dengan kamera masing-masing sambil berteriak gembira. Sampai kami melihat ekor paus melambai sebagai salam perpisahan. 

Tak cukup dengan kemunculan paus biru, kami juga beruntung melihat lumba-lumba elektra atau paus kepala melon yang bergerombol santai dan seolah mencari perhatian kami. Jumlahnya sangat banyak sampai kami bingung menyaksikan atraksi yang kanan atau kiri, depan atau belakang. Sungguh hari yang menyenangkan dan ditutup dengan snorkeling di spot snorkeling bernama lava flow.

Oh, ya. Aku punya dokumentasi namun dalam bentuk video, jadi kalian bisa melihat keindahan Banda Neira di instagram trip yang waktu itu membawaku keliling Banda-Neira di @nejtrip.

Trip hari ketiga

Aku diajak menuju benteng Belgica. Salah satu benteng yang masih kokoh berdiri. Kualitas bangunan jaman Belanda memang tak perlu dipertanyakan. Ketika naik ke lantai tertinggi, aku bisa melihat keindahan Neira dari atas. Benteng Belgica ini adalah ikon di uang 1000 terbaru.

Benteng Belgica(Dokumentasi Pribadi)
Benteng Belgica(Dokumentasi Pribadi)

Selesai di benteng Belgica, trip guide hari itu membawa kami menuju monumen atau replika sumur tempat kekejaman genosida penduduk lokal Banda saat jaman VOC. Sumur tempat pembantaian terletak di dekat benteng Nassau. Sumur yang asli sudah tak terawat dengan baik, namun setiap tahun biasanya sekelompok mahasiswa mengadakan teatrikal pembunuhan "orang kaya" dan penduduk lokal Banda di dekat sumur tua itu agar mereka tetap mengingat peristiwa kelam lalu sebagai bagian dari sejarah Banda.

Sumur tempat kejahatan genosida VOC atas warga asli Banda (Dokumentasi Pribadi)
Sumur tempat kejahatan genosida VOC atas warga asli Banda (Dokumentasi Pribadi)

Siang yang begitu terik menghangatkan tubuh. Setelah melihat sumur yang menjadi saksi kekejaman VOC, kami mampir ke pasar untuk membeli panganan lokal khas Banda, seperti halua kenari (kacang kenari dicampur dengan gula aren), manisan pala, juga ikan asin (ada ikan asin tuna).

Kami sempat istirahat sebentar sebelum melanjutkan perjalanan menuju ujung pulau Banda Besar tepatnya di desa Lonthoir (baca:Lontor) untuk melihat sisi lain keindahan Banda. Tujuan utama kami adalah yang disebut pohon sejuta umat.

Pohon sejuta umat di Lonthoir (Dokumentasi Pribadi)
Pohon sejuta umat di Lonthoir (Dokumentasi Pribadi)

Tak berhenti di situ, trip guide membawa kami menikmati keramahan warga Lonthoir. Aku melihat biji pala dikeringkan. Aku juga sempat menyicipi air dari sumur yang airnya tak pernah kering dan warga lokal menggunakannya untuk mencukupi kebutuhan air bersih. 

Setiap hari, laki-laki bertugas untuk mengambil air menggunakan jerigen besar dan diangkut ke rumah masing-masing. Perempuan tak diperkenankan mengambil air karena masyarakat berpendapat perempuan harus sangat dihormati sehingga tak boleh melakukan pekerjaan berat. 

Setiap 10 tahun sekali, masyarakat mengadakan ritual pembersihan sumur dengan kain putih sepanjang 99 meter. Saat itulah para perempuan bertugas mencuci kain putih setelah digunakan untuk membersihkan sumur tersebut. Sumur ini dianggap tempat suci, jadi harus melepas alas kaki dan tak boleh menginjak bibir sumur sembarangan. Terdapat 2 sumur, pertama untuk kebutuhan mencuci dan sebagainya, kedua khusus untuk air minum. Air dari sumur ini tak perlu dimasak sudah bisa langsung untuk air minum. 

Ketika kucoba airnya, rasanya segar dan tak ada rasa asing yang tertinggal. Terpenting, tenggorokanku yang sensitif tak rewel setelah minum air sumur ini. Menurut informasi dari trip guide kami, air sumur ini juga sudah dicek di lab.

Mencoba air dari sumur abadi(Dokumentasi Pribadi)
Mencoba air dari sumur abadi(Dokumentasi Pribadi)

Setelah keliling perkampungan, kami melanjutkan perjalanan menuju pulau Karaka untuk berburu matahari terbenam.

Senja di pulau Karaka(Dokumentasi Pribadi)
Senja di pulau Karaka(Dokumentasi Pribadi)

Senja di pulau Karaka menjadi penutup trip yang sangat mengesankan di Banda Neira. Aku berharap suatu hari nanti masih punya kesempatan untuk kembali mengunjungi tempat yang indah di Banda-Neira. Keindahan alam dan keramahan warga lokalnya menjadi pemikat setiap wisatawan yang berkunjung ke sana. 

Bagiku traveling adalah satu cara menjaga rasa cinta terhadap tanah air Indonesia ini. Terlepas dari segudang permasalahan yang dihadapi bangsa saat ini, dengan melihat keindahan alam, budaya, makanan, dan keramahan penduduk Indonesia, rasa cinta itu akan tetap tumbuh. Kita masih punya banyak tempat indah di negeri ini. 

Marilah kita jaga bersama sehingga generasi selanjutnya masih bisa merasakan nikmatnya menghidu aroma pantai yang airnya sebening kristal, melihat senyum ramah saudaranya di pulau seberang, melihat keunikan budaya dan bahasa etnis di pulau seberang, serta merasakan lidahnya menari-nari gembira karena makanan tradisional penduduk di pulau seberang.

---Semoga Kita Berumur Panjang untuk Bertemu Kembali di Banda Neira---

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun