Mohon tunggu...
Nok Asna
Nok Asna Mohon Tunggu... Lainnya - Penikmat Senja dan Sastra.

Penikmat Senja dan Sastra.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

10 Hal yang Sulit Dilupakan tentang Tiom di Lanny Jaya, Papua

23 Februari 2018   09:20 Diperbarui: 23 Februari 2018   15:23 5663
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
6. Gemar membawa parang

Pertama kali menjelajahi jalanan antara Wamena menuju Lanny Jaya, kemudian dari wilayah Lanny Jaya menuju Tiom, yang bikin saya merinding adalah melihat parang tanpa sarung digenggam mesra oleh orang-orang yang lalu-lalang. Parang besar yang diayun-ayun sesuka hati oleh si empunya. Saya pikir mereka mau saling serang, ternyata masyarakat suku Lanny sudah terbiasa bawa parang. Mereka menggunakannya untuk berkebun, atau mencari kayu di hutan.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Parang tidak hanya dibawa oleh laki-laki dewasa saja. Saat saya main ke salah satu SD di distrik Tiom, nampak oleh saya beberapa parang terkumpul di suatu pojokan sekolah. Saya tanya kepada salah seorang guru di sana, katanya parang itu untuk membantu orang tua berkebun atau mencari kayu di hutan sepulang sekolah nanti.

Saya mulai terbiasa melihat parang besar tak bersarung yang digenggam mesra empunya. Bahkan ketika saya dan beberapa teman hendak membeli bahan makanan ke Wamena, kami juga membawa parang besar. Katanya, parang itu untuk memotong pohon jika roboh menghalangi jalan. Oh, Thug Life!

7. Kebiasaan memakai alas kaki

Bersyukur! Adalah ilmu yang saya pelajari dari kehidupan masyarakat suku Lanny. Demi bisa sekolah, mereka harus berjalan jauh mendaki perbukitan tanpa alas kaki. Bersyukur kita yang sekolah bisa pakai sepatu bagus, naik motor pula, eh! begitu masih saja ada yang sering bolos.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Nampak banyak sekali bekas luka di kaki mereka. Daya beli masyarakat dan kondisi tanah di distrik Tiom mungkin merupakan penyebab mereka enggan memakai alas kaki. Sandal jepit merk "nama burung" yang di Surabaya bisa didapat dengan harga 4 ribu, di sana menjadi 20 ribu. Selain itu, kondisi tanah yang kalau hujan berubah menjadi monster (tanah liat saat basah) dan sangat tepat untuk melatih kesabaran, tentu mempersulit kalau berjalan pakai sandal atau sepatu. 

Sandal atau sepatu pastinya tidak akan awet dengan kondisi jalanan berupa tanah liat dan bebatuan terjal ala pegunungan. Namun, ada juga beberapa dari masyarakat yang sudah mempunyai sepatu boots, meskipun terkadang mereka lebih memilih membawanya daripada dipakai.

8. Menjemur peralatan makan atau masak

Konon kebiasaan menjemur peralatan makan atau masak di rerumputan saat terik matahari diajarkan oleh para Misionaris. Mereka beranggapan bahwa alat makan atau masak yang dijemur di bawah terik matahari akan lebih bersih karena cahaya matahari membunuh kuman yang masih tertinggal saat dicuci.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
9. Listrik sering padam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun