Mohon tunggu...
Nok Asna
Nok Asna Mohon Tunggu... Lainnya - Penikmat Senja dan Sastra.

Penikmat Senja dan Sastra.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

10 Hal yang Sulit Dilupakan tentang Tiom di Lanny Jaya, Papua

23 Februari 2018   09:20 Diperbarui: 23 Februari 2018   15:23 5663
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lisrik di distrik Tiom menyala pada pukul 09.00-14.00 WIT dan 18.00-00.00 WIT. Akan tetapi, saat saya di sana, lokasi saya tinggal (dekat Puskesmas) mengalami pemadaman listrik sampai saya kembali ke Jawa (dan berlanjut sampai beberapa bulan setelah itu). Kurang lebih hanya 2 minggu saya menikmati listrik sebelum mengalami pemadaman. Jika ingin mengisi baterai HP atau laptop, saya harus mengungsi ke tempat yang beruntung dialiri listrik.

Waktu malam tiba, saya hanya mengandalkan senter dan korek api. Demi penghematan, saya dan teman saya mulai membiasakan diri makan atau diskusi dengan tanpa cahaya apapun. Ini melatih kepekaan segala indera saya. Waktu itu tepat saat bulan puasa, jadi makan sahur pun hanya diterangi cahaya senter atau korek api yang menciptakan suasana romantis, setidaknya bagi saya sendiri.

Semenjak listrik padam, saya dan teman saya mulai mengeluarkan ilmu ala kepepet. Masak nasi yang biasanya tinggal colok dan pencet, menjadi manual step by stepdi atas kompor minyak, terkadang juga numpang di dapur tetangga yang masak pakai kayu bakar. Belum ada kompor gas di distrik Tiom. Siapa yang mau ngangkut tabung gas dengan jalan kaki mendaki gunung dari Jayapura?

Pemadaman listrik berimbas pada pelayanan di Puskesmas. Beberapa pasien yang ingin periksa di lab menjadi terhambat. Waktu saya dan petugas lab sangat ingin tahu ada telur cacing atau tidak di tinja salah seorang pasien, akhirnya untuk pencahayaan mikroskop kita menggunakan senter HP.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
10. Pasar tradisional

Salah satu agenda wajib selama tinggal di distrik Tiom adalah belanja ke pasar. Selain belanja biasanya saya ngobrolsama mama-mama dengan bermacam topik. Tidak ada alat untuk menimbang di pasar ini. Semua dagangan sudah ditata dan diukur sedemikian rupa. Segenggam, setumpuk, atau seikat.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Pertama kali ke pasar, saya merasa surprise mengetahui harga sayur kangkung seikatnya 20-30 ribu, sawi seikat 20 ribu, daun ubi seikat 10-20 ribu, daun labu seikat 20 ribu. Bawang putih sebungkul 10 ribu, berarti satu siung harganya seribu (saya membayangkan ekspresi emak saya kalau mengalami hal ini). Telur 3 butir dihargai 10 ribu, tapi ada garansinya (kalau busuk boleh ditukar), jadi pastikan bawa telur busuk dari rumah ke kios tempat beli telur sebagai barang bukti. 

Mie instan, makanan favorit anak rantau harganya 5 ribu sebungkus atau kalau beli 3 bungkus haraganya 10 ribu. Cabe yang sudah ditumpuk rapi itu harganya sekitar 10-15 ribu. Saya rela mengurangi makan pedas demi penghematan, apalagi kalau lagi krisis air bersih.

Kondisi pasar traditional distrik Tiom

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Itulah 10 hal buah dari pengalaman tinggal di distrik Tiom, Kabupaten Lanny Jaya yang masih sangat lekat di ingatan saya. Distrik yang indah, yang tak pernah berhenti ramah. Besar harapan bisa singgah kembali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun