Mohon tunggu...
Nok Asna
Nok Asna Mohon Tunggu... Lainnya - Penikmat Senja dan Sastra.

Penikmat Senja dan Sastra.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

10 Hal yang Sulit Dilupakan tentang Tiom di Lanny Jaya, Papua

23 Februari 2018   09:20 Diperbarui: 23 Februari 2018   15:23 5663
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Distrik Tiom merupakan ibu kota Lanny Jaya, pemekaran dari Kabupaten Jaya Wijaya, yang dihuni oleh suku Lanny dan tentunya beberapa pendatang dari Jawa, Makassar, hingga Medan. Pernah mempunyai kesempatan tinggal di distrik Tiom adalah sebuah pengalaman yang sulit dan bahkan tidak terlupakan. Lanny Jaya merupakan wilayah pegunungan dengan suhu udara yang dinginnya membuat saya hanya mandi 2 atau 3 hari sekali (Yah, selain faktor susah air).

Berikut ada 10 hal yang sulit untuk saya lupakan selama tinggal di distrik Tiom.

1. Pemandangan alam yang luar biasa indah.

Distrik Tiom merupakan daerah pegunungan dengan kondisi alam yang masih sangat asri. Hijau terbentang dan perbukitan meliuk sempurna yang memanjakan mata. Udara masih sangat segar, bahkan saya merasa merindukan bau asap knalpot selama tinggal di sini. Saya pikir, distrik Tiom sangat berpotensi dijadikan semacam distrik wisata. Apalagi keberadaan honai mampu menambah daya tarik bagi masyarakat luar atau wisatawan lokal atau bahkan wisatawan mancanegara.

Nampak bangunan Gereja di tengah perbukitan hijau yang indah.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Inilah pemandangan menuju senja dari atas sebuah bukit.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
2. Harga babi seekor bisa mencapai 50-60 juta

Babi adalah hewan yang sangat berharga bagi suku Lanny di distrik Tiom. Terlebih bila ada upacara keagamaan maupun upacara tradisional, seperti Bakar Batu. Harga babi di distrik Tiom bisa mencapai 50-60 juta per ekor untuk ukuran besar. 

Saya pernah mengikuti upacara Bakar Batu yang saat itu memakai babi sekitar 100 ekor lebih. Bisa dibayangkan betapa megah dan meriah upacara Bakar Batu pada waktu itu, bukan? Mereka merasa bersyukur atas peresmian gereja baru, sehingga makan bersama adalah salah satu hal yang wajib dilaksanakan.

Babi yang sudah dibersihkan bulunya pada saat upacara Bakar Batu.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
3. Face mereka serem khas orang pegunungan, tapi hati baik dan sangat ramah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun