Mohon tunggu...
Nok Asna
Nok Asna Mohon Tunggu... Lainnya - Penikmat Senja dan Sastra.

Penikmat Senja dan Sastra.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Menjelajahi Eksotisme Tana Humba

6 November 2017   15:44 Diperbarui: 28 Agustus 2019   13:04 3783
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Senin itu kami banyak mengobrol tentang tenun, kubur batu, dan marapu. Yah, Marapu adalah suatu kepercayaan yang dianut oleh masyarakat Sumba. Masyarakat Sumba sangat menjaga hubungan dengan sesama manusia, alam, dan juga arwah-arwah. Meskipun kebanyakan masyarakat sudah beragama Nasrani, namun masih ada yang menjalankan ritual Marapu.

Benda-benda kultus peninggalan nenek moyang masih tersimpan apik di rumah pilihan. Bagi penganut kepercayaan Marapu, mereka merasa tidak pantas atau pantang untuk menyebut Tuhan secara langsung. Mereka biasanya mengistilahkan Tuhan dengan mata yang besar, telinga yang lebar, atau lainnya untuk menggambarkan kekuasaan Tuhan. Penganut kepercayaan Marapu terdiri dari beberapa kabihu. Saya cuma tahu kabihu Huangga dan Kaburu. Jika ada ritual tertentu, para penganut Marapu harus datang ke tempat sembahyang, dimanapun mereka berada.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Sorenya, kami mengunjungi kampung Pasunga di Anakalang, Sumba Tengah. Kampung ini terletak persis di seberang jalan besar, sehingga mudah untuk dicari. Konon kubur batu megalitik ini dibangun sejak tahun 1957 dan merupakan kubur batu Umbu Pudda dan keluarganya. Kakak Yetty meminjamkan saya sarung Sumba kepada salah satu warga kampung Pasunga.

Biar saya nampak seperti Rambu(panggilan kepada wanita Sumba) katanya. Saya ambil foto di atas kubur batu megalitik. Sebelumnya saya ragu mau naik, tapi setelah saya tanya kepada mereka , katanya diperbolehkan naik. Akhirnya saya berfoto bersama Riko dan Raisa (anak-anak kak Ersy).

Saya juga foto di rumah panggung bersama kak Yetty, ownerTaman Baca Peka Oli. Sebagai pengantar kata "have a safe flight" kalau saya balik ke Jawa katanya. Hahaha...

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Hari sudah gelap ketika kami memutuskan untuk pulang setelah haha-hihi bersama dan mungkin memori kamera sudah penuh. Saya dan kak Diana harus melanjutkan perjalanan ke Sumba Barat Daya malam itu juga. Sumba Barat Daya adalah pemekaran dari Sumba Barat. FYI, Pulau Sumba terdiri dari 4 kabupaten, yakni Kabupaten Sumba Timur, Sumba Tengah, Sumba Barat dan Sumba Barat Daya. Butuh waktu sekitar satu jam untuk sampai SBD.

Kami berpamitan dengan keluarga kakak Ersy. Senang bisa belajar banyak dari mereka tapi sedih kudu berpisah. Mereka minta saya untuk datang lagi dan bakal diajak keliling Sumba Tengah. Inilah alasan kenapa saya tidak khawatir jika berpergian sendiri ke tempat asing, karena saya bakal dapat teman dan keluarga baru.

Gelap, sepi, mewarnai sepanjang perjalanan menuju SBD. Kita meredam itu dengan bercerita apa saja. Sampai di wilayah perkotaan, aktivitas mulai nampak. Salah satunya antrean kendaraan menunggu bahan bakar di SPBU yang mengular panjang sampai keluar area SPBU. BBM belum datang, antrean sudah mengular, sangat berbeda dengan Sumba Timur. Sepanjang jalan nampak pedagang BBM eceran berjajar rapi. Mereka menempatkan BBM di botol bekas air mineral. Kalau penuh 1,5 liter biasanya dihargai 15 ribu dan kalau setengah botol dihargai 10 ribu.

Saya menginap di kost kak Diana di Waitabula. Sayang sekali di SBD sedang tidak kondusif. Waktu saya ke sana sedang ada perang antar kampung di Kodi. Kurang aman jika pergi hanya berdua.

Padahal banyak tempat wisata cantik di Kodi. Selasa sore saya diajak ke Rumah Budaya Sumba, lalu lanjut huntingkopi Sumba dan menikmati senja di pantai Waikelo. Waikelo adalah pantai yang dihiasi karang super besar, juga merupakan lokasi Pelabuhan kapal Fery dan Pelabuhan bongkar muat barang. Di sini juga ada cafedan villayang dibangun di atas karang.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Dan Rabu, 20 September, berat rasanya meninggalkan Waitabula menuju bandara Tambolaka. Saya mengambil penerbangan pagi menuju Denpasar. Sehingga tidak sempat lagi mampir kemana-mana. Kak Diana mengantar saya dan kami pun berpisah dengan salam ala Sumba, yakni cium hidung. Ah, ada yang tertinggal di Sumba, barangkali hati saya. 

Bandara Tambolaka menurut saya lebih besar dari bandara Waingapu. Sumba adalah sebuah pulau yang eksotis dengan potensi wisata yang sangat memikat. 5 hari sangat kurang untuk menjelajahi Sumba. Sayangnya sarana transportasi belum bagus, anda harus sewa motor atau mobil untuk bisa menjelajahi Sumba. Penginapan juga belum banyak. Selain itu, ada beberapa pantai yang dipagar oleh oknum tertentu sehingga tidak bisa dinikmati khalayak umum tanpa membayar cukup mahal.

Di Sumba Barat ada hotel Nihiwatu, hotel yang memperoleh predikat terbaik di dunia selama 2 kali berturut-turut (tahun 2016 dan 2017). Namun, anda harus merogoh kocek agak dalam untuk bisa menginap di sini karena tarif semalamnya berkisar 8,5 juta - 157 juta. Pengelolaan hotel ini melibatkan penduduk lokal, sehingga membantu perekonomian masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun