Mohon tunggu...
Asikin Hidayat
Asikin Hidayat Mohon Tunggu... Guru - Kepala Sekolah di SMP 4 Satap Sumberjaya, Majalengka

Hanya suka, semoga bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tradisi Beas Perelek di Majalengka, Jawa Barat

11 Mei 2017   00:47 Diperbarui: 11 Mei 2017   01:47 2829
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Latar Belakang

Dilihat dari perspektif sosiologi, masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang memiliki kekhasan-kekhasan tersendiri dalam kehidupannya terutama ketika berhubungan dengan kepentingan bersama. Kekhasan yang paling tampak antaranya adalah gotong royong, yang mewarnai hampir di setiap bidang kehidupan. Fakta ilustrasi yang dapat diambil misalnya bagaimana masyarakat pedesaan mengerjakan lahan sawah, membangun rumah, atau perhelatan hajatan yang dikerjakan bersama-sama. Ini sebuah gerak otomatis, tanpa komando, namun kemudian menghasilkan produk final yang luar biasa.

Gotong royong terdiri dari dua kata yaitu gotong dan royong. Gotong artinya mengangkat, royong artinya bersama-sama. Maka secara harafiah gotong royong bararti mengangkat bersama-sama. Royong, menurut hemat penulis, sesungguhnya hanya unsur kata penegas, sebab kata gotong saja sebenarnya sudah menyiratkan kegiatan mengangkat oleh dua orang atau lebih. Artinya dari kata gotong saja sudah tersirat kebersamaan, dan dengan penambahan kata royong makin mempertegas kebersamaan itu.

Dalah kehidupan nyata di masyarakat, gotong royong tampak dalam bentuk partisipasi aktif setiap individu untuk ikut terlibat dalam memberi nilai positif dari setiap obyek, permasalahan, atau kebutuhan orang-orang di sekelilingnya. Partisipasi aktif tersebut bisa berupa bantuan yang berwujud materi, keuangan, tenaga fisik, mental spiritual, ketrampilan, sumbangan pikiran atau nasihat yang konstruktif, sampai hanya berdoa kepada Tuhan. Partisipasi aktif ini merupakn sebuah otomatisasi yang berlangsung turun-temurun, mengakar, dan kemudian menjadi tradisi khas masyarakat.

Tolong menolong dan kerja bakti adalah dua jenis gotong royong sebagaimana dikemukakan oleh Koentjaraningrat. Tolong-menolong adalah aktivitas saling membantu antar individu anggota masyarakat. Ini merupakan kegiatan saling membantu tanpa pamrih, tanpa mengharapkan imbalan. Hal ini juga menyiratkan hakikat manusia sebagai makhluk sosial, yang dalam kehidupannya tidak bisa lepas dari keterhubungannya dengan orang lain. Aktivitas tolong menolong yang dapat disaksikan di antaranya adalah tolong-meonolong dalam pertanian, kegiatan sekitar rumah tangga, kegiatan pesta, kegiatan perayaan, dan pada peristiwa bencana atau kematian.

Jenis lain dari gotong royong  menurut Koentjaraningrat adalah kerja bakti. Ini adalah kegiatan yang biasa dapat disaksikan di masyarakat saat mengerjakan hal-hal yang bersifat urgen demi kepentingan umum. Gotong royong bisa terjadi karena inisitaif anggota masyarakat, artinya tanpa perintah atau komando khusus, mereka mengerjakan sesuatu secara bersama-sama, misalnya membersihkan selokan, membersihkan jalan, dsb. Di samping itu, ada pula kerja bakti yang sifatnya dipaksakan. Ini merupakan kegiatan kerja bakti berdasar kepada program, misalnya program desa, dan atau atas komando seseorang.

Dalah kehidupan nyata lainnya, gotong royong yang muncul dalam wujud tolong-menolong dan kerja bakti itu, secara spesifik muncul dalam ranah perekonomian masyarakat. Bahwa perekonomian pun ternyata menjadi lahan eksistensi gotong royong yang menyentuh langsung segi-segi kebutuhan masyarakat pada umumnya. Salah satu kegiatan perokonomian masyarakat yang eksis dalam bentuk gotong royong adalah kegiatan beras (beas) perelek, yakni kegiatan mengumpulkan beras satu perelek setiap jangka waktu tertentu dari anggota masyarakat, sehingga kemudian terkumpul sejumlah (dengan ukuran berat) beras untuk digunakan bersama-sama.

Béas pérélék atau beas perelek merupakan bentuk gotong royong tolong-menolong yang tumbuh berkembang di beberapa wilayah pedesaan di Jawa Barat. Aktivitas ini sudah berlangsung sejak lama, ketika muncul pemikiran tentang bagaimana memenuhi kebutuhan bersama yang dalam praktiknya harus ditanggung bersama. Béas pérélék menjadi solusi bagaimana kemudian kebutuhan bersama itu dapat dipenuhi tanpa membebani masyarakat terlalu berat, karena béas pérélék itu sendiri dilakukan secara sukarela. Anggota masyarakat dapat mengumpulkan béas pérélék pada saat beras memang tersedia di rumah.

Di bawah ini akan diuraikan serba sedikit mengenai praktik sistem perekonomian masyarakat dengan béas pérélék.

Pengertian Béas pérélék

Béas pérélék mengindikasikan sebuah kata majemuk yang dalam gramatika bahasa Indonesia terdiri dari kata yang diterangkan dan menerangkan (DM). Beras adalah kata benda, subjek, dan perelek adalah kata sifat yang menerangkan subjek.

Beras adalah bulir padi yang sudah dipisahkan dari sekam atau merangnya. Merupakan bahan makanan pokok bangsa Indonesia yang bersifat multi fungsi. Selain dimasak matang menjadi nasi, beras bisa diolah untuk dibuat penganan atau makanan lain, kue-kue, bubur dan sebagainya. Bahan mentah padi adalah berupa bulir-bulir dengan jumlah tidak terhitung menurut satuan.

Perelek di lain pihak, merupakan sebutan sifat untuk sesuatu (bulir) yang ditabur dalam ukuran jumlah yang sedikit. Biasanya ditakar dengan kepalan tangan. Satu kepal beras sama dengan satu perelek. Sementara itu, perelek itu sendiri merupakan istilah yang diambil berdasarkan rasa orang Sunda saat mendengar bunyi buliran padi yang dijatuhkan dari kepalan tangan.

            Maka, berdasarkan uraian tersebut di atas, béas pérélék artinya beras yang diambil dengan kepalan tangan kemudian disimpan ke dalam suatu wadah. Dalam konotasi praktis, béas pérélék merupakan bentuk iuran warga masyarakat dalam bentuk beras.

Praktik Béas pérélék

Di Jawa barat, khususnya di Majalengka, béas pérélék merupakan bagian dari kehidupan masyarakat. Béas pérélék dikumpulkan sepekan sekali oleh salah seorang petugas yang berkeliling memanggul karung dari rumah ke rumah.

            Praktik béas pérélék di Majalengka menganut pepatah Sunda yang berbunyi rikrik gemi artinya menyimpan sedikit demi sedikit namun sering, maka akan menghasilkan banyak. Pepatah lainnya yang menjadi falsafah béas pérélék adalah : cikaracak ninggang batu laun-laun jadi legok, dengan pengertian yang kurang lebih sama, yakni aktivitas yang kecil namun jika dilakukan dengan sering maka akan menghasilkan banyak juga. Dalam bahasa Indonesia, peribahasa sejenis adalah “sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit”.

            Demikianlah falsafah dasar yang dianut oleh masyarakat di beberapa wilayah di Kabupaten Majalengka melalui kegiatan béas péréléknya. Dahulu, aktivitas béas pérélék ditemukan hampir di semua tempat. Namun, seiring dengan perubahan waktu, kegiatan béas pérélék kini hanya dapat ditemukan di beberapa tempat saja. Dua tempat yang dapat disebutkan antaranya adalah di Salagedang dan Kawunggirang.

            Di Salagedang, kegiatan béas pérélék menjadi kegiatan rutin masyarakat yang sifatnya tidak mengikat. Artinya masyarakat disarankan mengumpulkan béas pérélék setiap dua hari dalam satu minggu yang dimasukkan ke dalam gelas plastik bekas air mineral. Setiap hari Jum’at seorang pengurus RT datang untuk mengambil dan mengumpulkannya kemudian dihitung akumulasi hasilnya oleh pengurus RT.

            Di Kawunggirang kegiatannya hampir sama, masyarakat membayar béas pérélék pada sebuah wadah yang kemudian juga diambil oleh petugas dari pengurus RT. Namun di sini ada sedikit perbedaan, yakni bagi mereka yang tidak membayar iuran dengan béas pérélék, dapat menggantinya dengan uang yang tidak ditentukan besarannya.

Manfaat Béas pérélék

Sebagai bentuk gotong royong, béas pérélék bermanfaat untuk :

  • Mengatasi stock pangan pada saat terjadi bencana. Dengan stok yang ada, maka kebutuhan pangan ketika terjadi bencana bisa diatasi tanpa harus menunggu bantuan  dari luat;
  • Untuk kebutuhan yang sangat mendesa, béas pérélék dapat diuangkan. Misalnya pada saat membantu seseorang yang membutuhkan bantuan uang untuk keperluan yang mendesak.
  • Untuk pembangunan sarana dan prasarana desa. Misalnya membantu pembiayaan membangun jalan desa, membuat saluran air, dsb.
  • Untuk memenuhi perlengkapan keperluan hajatan di tingkat RT. Misalnya penyediaan piring, gelas, dan peralatan prasmanan lainnya.
  • Untuk membantu investasi/modal masyarakat dalam menjalankan usaha. Misalnya modal untuk berdagang.

Nilai Ekonomi Béas pérélék

Bahwa béas pérélék memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Ini tidak dipungkiri ketika kajian sampai kepada masalah kebutuhan masyarakat baik makro maupun mikro. Bahkan béas pérélék bisa kemudian menjadi salah satu penujang pembangunan. Dalam hubungan ini, terdapat korelasi antara aktvitas béas pérélék sebagai fenomena aktivitas ekonomi dengan pembangunan desa sebagai bagian dari dinamika kehidupan masyarakat itu sendiri. Bahwa agenda pembangunan tidak akan lepas dari kegiatan ekonomi. Salah satu tujuan utama pembangunan adalah menghilangkan kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dengan peningkatan daya beli masyarakat. Dan béas pérélék menjadi salah satu solusi bagaimana kemudian pemerintah desa mampu melaksanakan pembangunan walaupun dalam sakala minimal. Setidaknya béas pérélék telah memberikan konstribusi untuk kelancaran pembangunan desa.

Di sisi lain, aktivitas ekonomi pun menjadi terdongkrak dengan adanya béas pérélék. Di beberapa tempat, béas pérélék disalurkan untuk menambah modal bagi masyarakat yang ingin menjalankan usaha kecil, berdagang, dan sebagainya. Ini merupakan dinamika ekonomi masyarakat yang real, tanpa harus menempuh persyaratan berbelit-belit. Penyaluran itu bisa dalam bentuk bantuan cuma-Cuma, atau juga melalui jalur pinjaman yang pembayarannya dicicil atau dengan perjanjian jangka waktu tertentu. Hubungan transaksinya berlangsung secara kekeluargaan.

Nilai Moral Béas pérélék

Béas pérélék yang dikumpulkan secara sukarela oleh masyarakat memiliki nilai moral yang sangat tinggi. Melalui aktivitas ini, anggota masyarakat secara langsung melatih jiwa rela berkorban. Artinya mengorbankan harta sendiri demi kepentingan orang lain bahkan orang banyak. Ini merupakan kunci kebersamaan yang sangat mendasar sebagai sokoguru terciptanya ketentraman dan kesejahteraan. Jika peringkat kesejahteraan dan ketentraman sudah tercapai, maka faktor keamanan dan kenyamanan pun dapat dicapai.

Nilai moral béas pérélék nyata teraplikasi sebagai wujud gotong royong sebagai sifat asli bangsa Indonesia. Hal ini merupakan modal dasar guna mencapai cita-cita pembangunan yang hakikinya adalah terwujudnya kesejahteraan masyarakat pada umumnya. Dalam tataran terbatas (desa/RT), béas pérélék telah terbukti peranannya sebagai pewujud semua cita-cita itu.

Nilai Sosial Béas pérélék

Kegiatan béas pérélék adalah kegiatan sosial yang dilaksanakan untuk 2 tujuan utama, yakni menanamkan kepercayaan dan meningkatkan kegotongroyongan. Kepercayaan adalah modal dasar untuk meyakinkan bahwa orang lain adalah sosok yang dapat dipercaya dalam segala hal, termasuk dalam menyimpan dan mengelola béas pérélék. Percaya bahwa beras yang dikumpulkan kemudian adalah untuk dimanfaatkan dan untuk kepentingan bersama.

Kegotongroyongan adalah bentuk sosial lainnya yang tumbuh berkembang sebagai sifat asli bangsa yang seyogyanya dipertahankan. Gotong royong yang direalisasikan dalam bentuk-bentuk kegiatan khusus seperti beas perelek sesungguhnya juga adalah proses pendidikan karakter yang real diterima oleh generasi muda bangsa. Melalui kegiatan posistif ini, anak-anak belajar, mencontoh, meneladani, dan kemudian mempraktikkannya di masa yang akan datang. Proses ini berlangsung alami, tanpa melalui doktrin atau pemaksaan, dan proses alami ini juga akan berlangsung terus-menerus selama masyarakatnya berkemauan untuk mempertahankannya.

Kendala Aktivitas Béas pérélék

Beas perelek yang telah lama ada, berkontribusi dalam menjaga stabilitas ekonomo masyarakat pedesaan yang seringkali tak tersentuh oleh program pembangunan pemerintah, pada hari-hari belakangan ini menghadapi kendala yang cukup signifikan. Fenomena kehidupan sosial masyarakat yang mengalami perubahan pada saat ini menjadi kendala bagi perkembangan kegiatan béas pérélék sebagai bentuk kegotongroyongan masyarakat. Fakta menunjukkan, era modernisasi yang serba sibuk dan semua aktivitas dipacu oleh waktu dengan istilah time is money, menyebabkan terjadinya pergeseran nilai-nilai sosial yang selama ini terjalin dengan baik. Modernisasi yang juga menyentuh masyarakat desa, mau tidak mau mengakibatkan terjadinya perubahan dinamika kehidupan masyarakat secara keseluruhan.

Seiring dengan perkembangan zaman inilah masyarakat sekarang lebih sibuk dengan pekerjaannya untuk memenuhi tuntutan hidup yang semakin mendesak. Hal ini yang menyebabkan kegiatan gotong royong semakin ditinggalkan, termasuk kegiatan béas pérélék di antaranya. Maka apresiasi tinggi dapat kita tujukan kepada Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi yang mencoba menghidupkan kembali kegiatan béas pérélék di lingkungan masyarakat desa di wilayah Kabupaten Purwakarta.

Sehubungan dengan itu, untuk menghadapi kendala keberlangsungan aktivitas béas pérélék di kabupaten Majalengka, langkah yang dilakukan di Purwakarta bisa menjadi contoh untuk diaplikasikan. Jika mungkin, aktivitas seperti ini dapat dimasukkan ke dalam kebijakan pembangunan daerah, dengan dasar pemikiran bahwa kegiatan seperti ini merupakan realitas keterlibatan masyarakat di dalam pembangunan.

Kesimpulan

Béas pérélék adalah trend tersendiri yang hadir di tengah-tengah masyarakat sebagai jaring pengaman sosial untuk menjaga kesejahteraan dan kebersamaan. Kesimpulan ini diambil berdasarkan fakta bahwa masyarakat dalam parameter tertentu telah terbantu dengan keberadaannya. Beberapa segmen kebutuhan hidup masyarakat mampu dipenuhi dengan adanya béas pérélék. Setidaknya inilah yang dirasakan oleh masyarakat Desa Malongpong dan Kawunggirang di Kabupaten Majalengka.

Pembangunan sejatinya bertujuan untuk menaikkan tingkat hidup dan kesejahteraan rakyat. Sekecil apapun yang diperbuat, sepanjang untuk kebaikan, hasilnya adalah maslahat untuk bersama. Beas perelek adalah bentuk dukungan terhadap pembangunan, yang jika dibandingkan dengan pemodal besar memang belum sebanding, akan tetapi makna dan nilai yang terkandung di dalamnya jauh lebih berharga dibanding investasi uang sebesar apa pun.

Masyarakat Desa Malongpong dan Kawunggirang merupakan tipikal masyarakat pedesaan yang masih kental ranah aktivitas sosialnya. Dengan menjalankan beas perelek, kebersamaan selalu terjalin di dalamnya. Kendala yang ditemukan ketika masyarakat berhadapan dengan realita modernitas, seyogyanya bisa diatasi dengan menjaga konsistensi kegotongroyongan dalam segala segi kehidupan.

Sumber Bacaan

Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta

Sujarwa. 1999. Manusia dan Fenomena Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Maryati, Kun dan Juju Suryawati. 2001. Sosiologi 3. Jakarta: Gelora Aksara Pratama

https://kknm.unpad.ac.id/malongpong/2013/02/21/beas-perelek/

http://duniagumi.blogspot.co.id/2015/02/beas-perelek-tradisi-ekonomi-masyarakat.html

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun