Beras adalah bulir padi yang sudah dipisahkan dari sekam atau merangnya. Merupakan bahan makanan pokok bangsa Indonesia yang bersifat multi fungsi. Selain dimasak matang menjadi nasi, beras bisa diolah untuk dibuat penganan atau makanan lain, kue-kue, bubur dan sebagainya. Bahan mentah padi adalah berupa bulir-bulir dengan jumlah tidak terhitung menurut satuan.
Perelek di lain pihak, merupakan sebutan sifat untuk sesuatu (bulir) yang ditabur dalam ukuran jumlah yang sedikit. Biasanya ditakar dengan kepalan tangan. Satu kepal beras sama dengan satu perelek. Sementara itu, perelek itu sendiri merupakan istilah yang diambil berdasarkan rasa orang Sunda saat mendengar bunyi buliran padi yang dijatuhkan dari kepalan tangan.
Maka, berdasarkan uraian tersebut di atas, béas pérélék artinya beras yang diambil dengan kepalan tangan kemudian disimpan ke dalam suatu wadah. Dalam konotasi praktis, béas pérélék merupakan bentuk iuran warga masyarakat dalam bentuk beras.
Praktik Béas pérélék
Di Jawa barat, khususnya di Majalengka, béas pérélék merupakan bagian dari kehidupan masyarakat. Béas pérélék dikumpulkan sepekan sekali oleh salah seorang petugas yang berkeliling memanggul karung dari rumah ke rumah.
Praktik béas pérélék di Majalengka menganut pepatah Sunda yang berbunyi rikrik gemi artinya menyimpan sedikit demi sedikit namun sering, maka akan menghasilkan banyak. Pepatah lainnya yang menjadi falsafah béas pérélék adalah : cikaracak ninggang batu laun-laun jadi legok, dengan pengertian yang kurang lebih sama, yakni aktivitas yang kecil namun jika dilakukan dengan sering maka akan menghasilkan banyak juga. Dalam bahasa Indonesia, peribahasa sejenis adalah “sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit”.
Demikianlah falsafah dasar yang dianut oleh masyarakat di beberapa wilayah di Kabupaten Majalengka melalui kegiatan béas péréléknya. Dahulu, aktivitas béas pérélék ditemukan hampir di semua tempat. Namun, seiring dengan perubahan waktu, kegiatan béas pérélék kini hanya dapat ditemukan di beberapa tempat saja. Dua tempat yang dapat disebutkan antaranya adalah di Salagedang dan Kawunggirang.
Di Salagedang, kegiatan béas pérélék menjadi kegiatan rutin masyarakat yang sifatnya tidak mengikat. Artinya masyarakat disarankan mengumpulkan béas pérélék setiap dua hari dalam satu minggu yang dimasukkan ke dalam gelas plastik bekas air mineral. Setiap hari Jum’at seorang pengurus RT datang untuk mengambil dan mengumpulkannya kemudian dihitung akumulasi hasilnya oleh pengurus RT.
Di Kawunggirang kegiatannya hampir sama, masyarakat membayar béas pérélék pada sebuah wadah yang kemudian juga diambil oleh petugas dari pengurus RT. Namun di sini ada sedikit perbedaan, yakni bagi mereka yang tidak membayar iuran dengan béas pérélék, dapat menggantinya dengan uang yang tidak ditentukan besarannya.
Manfaat Béas pérélék
Sebagai bentuk gotong royong, béas pérélék bermanfaat untuk :
- Mengatasi stock pangan pada saat terjadi bencana. Dengan stok yang ada, maka kebutuhan pangan ketika terjadi bencana bisa diatasi tanpa harus menunggu bantuan dari luat;
- Untuk kebutuhan yang sangat mendesa, béas pérélék dapat diuangkan. Misalnya pada saat membantu seseorang yang membutuhkan bantuan uang untuk keperluan yang mendesak.
- Untuk pembangunan sarana dan prasarana desa. Misalnya membantu pembiayaan membangun jalan desa, membuat saluran air, dsb.
- Untuk memenuhi perlengkapan keperluan hajatan di tingkat RT. Misalnya penyediaan piring, gelas, dan peralatan prasmanan lainnya.
- Untuk membantu investasi/modal masyarakat dalam menjalankan usaha. Misalnya modal untuk berdagang.