Mohon tunggu...
Asham
Asham Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis Karya untuk Kehidupan Abadi

Belajar 'menulis' mengenai khakikat kehidupan akhirat yang kekal nan abadi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ketika Kata "Monyet" Diisyaratkan ke Mahasiswa Papua di Surabaya

18 Agustus 2019   20:08 Diperbarui: 19 Agustus 2019   12:56 552
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Usir usir usir, Papua. Usir Papua sekarang juga," Pada video singkat lainnya "Hai monyet, keluar," ucap  salah seorang dalam video singkat diterima penulis melalui beberapa grup whatshaap. Video singkat itu diduga diabadikan di sekitar Asrama Mahasiswa Papua di Surabaya.


Sadarkah kau, ucapanmu itu, tak hanya melukai mereka yang berkulit hitam dan berambut keriting. Akan tetapi, melukai semua orang yang cinta terhadap negeri ini. Sebab negara ini barantai dari Sabang sampai Merauke. Kalau begitu, yang kalian usir adalah sesama makhluk dari penghuni negeri ini.

Sadarlah, yang kalian usir itu saudaramu dan yang kalian caci itu saudara sebangsamu. Perilaku kalian bagaikan orang yang tega mengusir bapak/ibunya, kakak, dan adik kandung sendiri dari rumahnya. Engkau mungkin tidak merasakan, bagaimana hancur dan sakit perasaan orang terusir dari rumah dan tempatnya. Tapi kami yang berkulit putih, berambut lurus yang hidup tanah Papua bisa merasakannya kawan.

Rasanya perih kawan, saya tak bisa menggambarkan secara detail kepada kalian. Tapi rasanya itu, bagai paku berkarat menancap tepat dari telapak kaki kemudian tembus hingga di bagian atas kaki. Yang tertusuk kaki. Tapi seluruh badan ikut merasakan perihnya. Mata menetes airnya, suara mengeluarkan jeritannya. Ucapan kotor yang kalian lontarkan kepada orang berkulit hitam, rambut keriting tapi yang merasakannya orang berkulit putih, rambut lurus. Sebab hubungan mereka dari  bagai satu badan.

Untukmu yang menghina orang Asli Papua. Sadarkah anda, jika kau telah menghina ciptaan Sang Khalik. Padahal Dialah sebaik-baik pencipta. Maka sangat tidak pantas budak atau hamba mencaci ciptaan Sang Pencipta yang mulia.

Engkau usir, caci, dan hardik mereka. Sadarkah kau, perilakumu bak temuan Darwin. Bahkan pola pikirmu telah terjangkiti virus Darwin.

Kawan...! Mungkin engkau lupa. Kulit hitam, rambut keriting. Ia adalah ciptaan Sang penguasa langit dan bumi. Saya ulangi. Ia adalah ciptaan Allah, jika kau mencacinya, mengoloknya. Maka hakikatnya, engkau mengiha dan mengolok-olok ciptaannya.

Kawan...! Mungkin engkau lupa. Mulia dan tingginya kedudukan seseorang bukan dilihat dari warna kulitnya, bukan pula dilihat sukunya. Tapi seseorang mulai karena akhlak dan perilakunya.

Jika kau merasa berakhlak mulia dan lebih baik dari mereka, kenapa kau tidak mengajarkan akhlak baik itu! Jika kau merasa lebih pintar, kenapa tidak membimbing mereka dan jika kau merasa lebih baik dalam hal kesopanan, kenapa kau tidak tularkan hal itu kepada mereka?

Cukup kalian tahu, mereka meninggalkan kampung halamannya yang kaya itu, untuk belajar banyak hal kepada kalian. Tapi sayang sebagian dari kalian tak mengajarkan sikap lembut, ramah, dan sopan santun kepada mereka sebagaimana yang mereka lihat dan alami di tanah yang bernama Papua. Kalian malah mempertontonkan sikap brutal, kesukuan, dan kepanatikan kelompok.

Usir Papua...! Apa maksudmu?

Sekali lagi sadarlah...! Bumi yang kita pijak bukan milikmu, bukan milik kita dan bukan milik siapa-siapa. Langit dan Bumi seluruh isinya adalah milik Sang Khalik. Bukan milikmu jadi engkau tak berhak mengusir siapapun darinya. Kita semua hanya menumpang di bumi ini. Sadarlah...!

Mungkin engkau lupa. Orang yang engkau usir memiliki hak yang sama denganmu. Ia berhak hidup dan tinggal di atas negeri tercinta ini. Sebab sampai saat ini mereka masih warga negara Indonesia.

Untukmu sebagian warga Surabaya, organisasi masyarakat, dan aparat. Kalian jangan melihat orang Papua dengan pandangan kacamata kuda. Jangan hanya melihat dari satu sisi saja. Tapi cobalah lihat secara luas. Janganlah kalian berlaku rasis.

Hai anggota Ormas, Anda tak punya hak mengusir (usir Papua) orang lain dari tempat tinggalnya. Pekikan suaramu saat itu bagai gonggongan anjing, yang mengusik pendengaran orang yang sedang tidur. Hai para oknum aparat, apa yang menghalangimu bertindak netral. Bukankah itu amanah yang bebankan kepadamu untuk menjadi penengah di masyarakat. Bukankah di dalam asrama itu ada seorang pria maupun wanita yang lemah butuh perlindungan. Berkacamata kuda membuat kalian bertindak bringas. Seolah-olah semua  yang di dalam asrama itu bersalah.

Tuduhan kepada salah satu penghuni asrama membuang Bendera Merah Putih ke dalam selokan, bukan tindakan terpuji dan tidak dapat dibenarkan. Hal itu wajar jika memancing kemarahan dan emosional. Akan tetapi cukuplah oknum itu diamankan. Bukan bersorak mengusir dan mencaci seluruh penghuninya.

Cukup kalian tahu, cacian dan hinaan yang kalian lontarkan kepada saudara kami yang berkulit hitam tak ditemukan dan dengar di tanah Papua. Sebab, mereka saling menghargai, mengerti apa itu perbedaan, dan telah membangun, menjalin, dan merangkai hubungan harmonis hingga persaudaraan dari tahun ke tahun. Namun, kalian menghancurkannya dalam sekejap mata.

Kalian bangga dengan ucapan kotor dan rasis itu. Para pencaci berkulit putih tapi berhati hitam, itu tercermin dari ucapan. Sebab ucapan mencerminkan yang tersembunyi dalam hati.

Saudaraku  sabarlah...! Bagilah rasa sakit dan sedihmu atas cacian itu kepada sebagian dari kami. jangan kau balas mencaci mereka. Ambillah sikap lemah lembut dan sopan santun yang mereka tinggalkan. Semoga hal itu, mengangkat derajat dan martabat yang lebih tinggi.

Satu lagi saudaraku yang berkulit hitam dan  berambut keriting. Jangan terbawa perasaan atau istilah kerennya 'Baparen' akibatnya rasa baper itu, sebagian dari kalian merendahkan diri kalian di media-media sosial dengan menyebut diri kalian 'Mahasiswa Monyet' atau 'Rakyat Monyet' atau kata-kata semisalnya.

Walaupun seluruh dunia mencaci dengan sebutan itu. Anda tetap manusia sama dengan yang lainnya. Jadi seperti kayu gaharu yang menampakkan wanginya saat dibakar. Yang paling penting kita sama-sama ciptaan Sang Khalik. Yang diberikan kemuliaan di atas makhluk-makhluk lainnya. Jadi, jangan rendahkan dirimu sendiri. Bisa jadi kulitmu hitam tapi hatimu putih. Dan boleh jadi orang berkulit putih namun berhati hitam.

Oleh: Asham, di Kota Jayapura, Papua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun