Mohon tunggu...
sashavalia
sashavalia Mohon Tunggu... MAHASISWA

hobi, berolahragaa

Selanjutnya

Tutup

Seni

Lintasan Sejarah Retorika dari Masa ke Masa

1 Oktober 2025   09:19 Diperbarui: 1 Oktober 2025   09:19 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seni. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sejarah Retorika dari Zaman Yunani Kuno

Retorika, seni berbicara dan menulis dengan persuasif, memiliki akar yang sangat dalam di Yunani Kuno. Pada masa itu, retorika bukan hanya alat untuk berdebat, tetapi juga fondasi penting dalam pendidikan, politik, dan hukum.

Awal Mula (Abad ke-5 SM)

Retorika berkembang pesat di Athena setelah berakhirnya tirani pada tahun 460-an SM. Munculnya demokrasi di kota-kota seperti Sirakusa dan Athena menciptakan kebutuhan akan warga negara yang mampu membela diri di pengadilan dan mempengaruhi keputusan politik di majelis.

*Corax dan Tisias: Keduanya dianggap sebagai pendiri retorika formal. Mereka menulis buku panduan pertama tentang argumen di pengadilan, mengajarkan cara menyusun argumen yang logis dan persuasif.

*Kaum Sofis: Mereka adalah guru-guru profesional yang berkelana dari satu kota ke kota lain, mengajarkan retorika. Mereka mengajarkan bahwa kebenaran itu relatif dan yang terpenting adalah kemampuan untuk membuat argumen yang lebih kuat, terlepas dari apakah itu benar atau tidak. Tokoh-tokoh penting di antaranya adalah Protagoras dan Gorgias.

Puncak Retorika Klasik

Pada abad ke-4 SM, retorika mencapai puncaknya berkat pemikiran tiga tokoh besar:

*Plato: Ia sangat kritis terhadap kaum Sofis, yang menurutnya hanya peduli pada kemenangan argumen dan bukan pada kebenaran. Dalam dialognya, Gorgias dan Phaedrus, Plato mengkritik retorika sebagai bentuk "penipuan" dan berpendapat bahwa retorika sejati harus didasarkan pada pengetahuan filosofis dan pencarian kebenaran.

*Aristoteles: Murid Plato ini mengubah retorika menjadi sebuah ilmu yang sistematis. Dalam karyanya, "Retorika", ia mendefinisikan retorika sebagai "kemampuan untuk menemukan cara-cara persuasi yang tersedia dalam setiap kasus tertentu." Aristoteles mengidentifikasi tiga cara persuasi utama, yang dikenal sebagai tiga pilar retorika:

oEthos (Karakter): Kredibilitas atau karakter pembicara.

oPathos (Emosi): Kemampuan membangkitkan emosi pada audiens.

oLogos (Logika): Penggunaan nalar, fakta, dan argumen yang masuk akal.

*Isocrates: Ia mendirikan sekolah retorika di Athena dan berpendapat bahwa retorika harus digunakan untuk tujuan moral dan pendidikan. Ia melihat retorika sebagai alat untuk membentuk karakter warga negara yang baik dan pemimpin yang bijaksana.

Retorika Zaman Romawi

Retorika Romawi adalah jembatan vital yang menyelamatkan, menyempurnakan, dan meneruskan warisan retorika Yunani ke dunia Barat berikutnya. Melalui tangan para maestro seperti Cicero dan Quintilian, retorika tidak hanya menjadi sekumpulan teknik, tetapi juga sebuah cita-cina tinggi tentang pendidikan dan kewarganegaraan yang bertanggung jawab. Bangsa Romawi tidak hanya mengadopsi teori-teori Yunani, tetapi juga mengembangkannya sesuai dengan kebutuhan politik dan sosial mereka. Retorika menjadi keterampilan penting bagi para orator, pengacara, dan politisi.

________________________________________

Tokoh-tokoh Penting

*Cicero (106--43 SM): Tokoh terpenting dalam retorika Romawi. Ia adalah seorang orator, pengacara, dan negarawan ulung. Cicero percaya bahwa orator harus memiliki pengetahuan luas, termasuk filsafat, sejarah, dan hukum. Karyanya, De Oratore, menjadi buku pegangan utama bagi para orator.

*Quintilian (sekitar 35--100 M): Seorang guru retorika terkemuka. Karyanya, Institutio Oratoria, adalah panduan komprehensif untuk mendidik seorang orator yang ideal. Quintilian menekankan pentingnya moralitas dan etika dalam retorika.

________________________________________

Tujuan dan Perkembangan

Pada masa Republik, retorika digunakan terutama untuk persuasi politik di forum publik dan argumentasi hukum di pengadilan. Pada masa Kekaisaran, peran retorika mulai bergeser. Kebebasan berpendapat berkurang, sehingga retorika lebih fokus pada pendidikan dan hiburan. Sekolah-sekolah retorika pun menjamur, dan retorika menjadi bagian inti dari kurikulum pendidikan tinggi. Meskipun demikian, tradisi retorika Romawi terus memengaruhi perkembangan pidato dan tulisan di Eropa selama berabad-abad.

Retorika Zaman Modern 

Retorika, seni persuasi dan komunikasi efektif yang bermula dari zaman Yunani Kuno, tidak pernah benar-benar padam. Setelah melalui masa-masa pasang surut pada Abad Pertengahan dan Renaissance, retorika memasuki babak baru yang dinamis pada Zaman Modern (sekitar abad ke-18 hingga sekarang). Jika pada era klasik retorika identik dengan pidato di pengadilan dan majelis, pada zaman modern, cakupannya meluas secara dramatis, merespons perubahan sosial, politik, dan teknologi yang begitu cepat.

Retorika, yang secara tradisional dipahami sebagai seni berpidato yang efektif dan persuasif (berakar kuat pada tradisi klasik Yunani dan Romawi), mengalami transformasi signifikan di Zaman Modern (mulai sekitar abad ke-17 hingga saat ini). Pergeseran fokus ini mengubah retorika dari sekadar seperangkat aturan untuk penciptaan wacana menjadi bidang studi yang lebih luas, berfokus pada bahasa sebagai sarana simbolis untuk komunikasi, persuasi, dan kerja sama sosial.

Awal Retorika Modern (Abad ke-17 hingga ke-19)

Periode ini ditandai dengan munculnya beberapa aliran pemikiran yang berusaha memperbarui dan menyesuaikan retorika dengan tuntutan masyarakat yang berubah, khususnya dipengaruhi oleh perkembangan dalam filsafat dan psikologi. Tiga tren utama muncul:

*Retorika Epistemologis: Aliran ini mengeksplorasi retorika melalui lensa pemahaman psikologis tentang bagaimana pikiran manusia beroperasi dan bagaimana pengetahuan dibentuk. Para sarjana seperti George Campbell (melalui karyanya The Philosophy of Rhetoric) dan Richard Whately meletakkan dasar bagi analisis audiens dalam retorika kontemporer, berfokus pada motivasi dan respons psikologis pendengar.

*Gerakan Belles Lettres: Dipelopori oleh tokoh seperti Hugh Blair, gerakan ini menekankan retorika sebagai seni yang berkaitan dengan selera, kritik sastra, dan keindahan gaya penulisan dan berbicara. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kualitas sastra dan wacana umum, menganggap retorika sebagai bagian integral dari pendidikan humaniora yang lebih luas.

*Gerakan Elokusionis: Aliran ini, yang mencapai puncaknya pada abad ke-18 dan ke-19, berfokus hampir secara eksklusif pada penyampaian (delivery) pidato---yaitu, gerak tubuh, nada suara, dan ekspresi fisik. Meskipun sering dikritik karena terlalu mekanis dan artifisial, gerakan ini menyoroti pentingnya aspek non-verbal dalam komunikasi publik. Pada masa ini, retorika mulai menghadapi persaingan dengan disiplin ilmu baru seperti sastra dan ilmu pengetahuan, yang menyebabkan penurunan dominasi retorika dalam kurikulum pendidikan.

*Kebangkitan Kembali Retorika Abad ke-20 dan Kontemporer 

Kebangkitan kembali minat terhadap retorika pada abad ke-20 menghasilkan definisi dan ruang lingkup yang jauh lebih luas, sering disebut sebagai "Retorika Baru" (New Rhetoric). Perubahan ini didorong oleh pengaruh pergerakan akademis luar seperti linguistik, semiotika, kritik sastra, dan teori kritis.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun