4. Potensi Risiko dan Batasan
Namun perlu disadari, posisi fringe juga berarti rentan:
Tekanan dari blok besar seperti AS atau Israel bisa mengisolasi inisiatif tersebut secara ekonomi dan diplomatik.
Ketergantungan Indonesia pada ekspor global dan stabilitas politik dalam negeri bisa menahan ambisi luar negeri.
Turki juga menghadapi tekanan dalam negeri (ekonomi, politik identitas) dan bisa berbalik arah tergantung pada konstelasi internal.
Dalam sistem multipolar yang kian cair, "fringe actors" seperti Indonesia dan Turki justru berpeluang menjadi katalis---bukan karena kekuatan destruktifnya, melainkan karena kemampuan mereka membentuk simpul etis dan jaringan multilateral baru. Dalam konteks Palestina, ini adalah peluang langka untuk memindahkan poros perubahan dari pusat kekuasaan menuju pinggiran yang bernilai.
C. Implikasi dari Dinamika Interaksi yang Adaptif dan Tidak Linear
Salah satu ciri khas sistem kompleks adaptif (Complex Adaptive Systems/CAS) adalah ketidaklinearannya: output sistem tidak selalu proporsional terhadap inputnya. Dalam konteks geopolitik multipolar dan isu Palestina, hal ini berarti bahwa aksi kecil dapat memicu transformasi besar, sementara intervensi besar bisa gagal jika tidak sinkron dengan dinamika adaptif jaringan kekuatan global.
Dalam sistem yang terdiri dari enam node (AS, RRC, India, Rusia, Indonesia, dan Turki), interaksi tidak pernah berlangsung dalam ruang hampa. Masing-masing negara membawa bobot historis, ideologis, kepentingan domestik, serta tekanan aliansi yang membentuk konfigurasi hubungan yang senantiasa berubah. Oleh karena itu, memahami implikasi dari dinamika yang adaptif dan tidak linear menjadi kunci untuk merumuskan prediksi yang reflektif dan strategis.
1. Kejutan Sistemik (Systemic Surprises)
Dalam CAS, emergence adalah fenomena yang membuat sistem menghasilkan pola yang tidak bisa diprediksi hanya dari analisis elemen-elemen individual. Dalam isu Palestina, ini bisa terjadi dalam bentuk: