Mohon tunggu...
Asep Setiawan
Asep Setiawan Mohon Tunggu... Membahasakan fantasi. Menulis untuk membentuk revolusi. Dedicated to the rebels.

Nalar, Nurani, Nyali. Curious, Critical, Rebellious. Mindset, Mindmap, Mindful

Selanjutnya

Tutup

Money

Dolar di Bawah Bantal dan Tindakan Melubangi Perahu

13 April 2025   12:30 Diperbarui: 14 April 2025   04:35 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di titik ini, pertanyaannya bukan cuma soal ekonomi, tapi etika dan keberanian kolektif:
 Sampai seberapa jauh kita bisa mikir jangka panjang, bukan cuma buat dompet kita sendiri tapi buat keberlanjutan sistem tempat kita hidup?

Sayangnya, sistem ekonomi kita belum (dan mungkin tidak akan) ngasih insentif besar buat orang yang setia pada rupiah. Yang ada, mereka yang bertahan justru rugi, dan mereka yang "pindah kapal" malah aman. Ini bukan sekadar soal moral, ini soal desain sistem yang bikin orang rasional sekaligus destruktif.

Makanya, kalau kita cuma nyalahin rakyat yang nabung dolar, itu juga gak adil. Mereka cuma survivor di tengah kebijakan yang nggak cukup meyakinkan. Negara harus hadir bukan buat menyalahkan, tapi ngasih rasa aman---secara fiskal, moneter, dan komunikasi. Tanpa itu, jangan heran kalau survival individu akan terus menang... meski secara kolektif, kita semua kalah.

5. Solusi dan Jalan Tengah: Lindungi Dompet, Jangan Bunuh Ekonomi

Jadi, apakah nabung dolar itu dosa ekonomi? Nggak juga. Asal porsinya waras, bukan gelap mata. Dalam dunia yang makin nggak pasti, dari perang dagang sampai suku bunga AS yang doyan naik-turun, punya sebagian aset dalam bentuk dolar itu bisa jadi strategi perlindungan (hedging) yang sah-sah aja. Kayak pakai payung waktu langit mulai mendung, tapi bukan berarti langsung teriak "Banjir! Banjir!" sambil ngeborong semua payung di toko.

Masalahnya muncul ketika semua orang panik dan nyimpen dolar kayak lagi main rebutan kursi. Maka, solusi kita bukan hitam-putih: bukan soal "nabung dolar itu pengkhianatan" atau "lindung nilai adalah kunci selamat". Yang kita butuh itu jalan tengah: bijak secara individu, sadar secara kolektif.

Dan di sinilah dua hal jadi penting banget:

1. Edukasi Keuangan yang Masuk Akal dan Nggak Nyalahin Rakyat

Masyarakat perlu ngerti bahwa ada cara cerdas buat lindungi aset tanpa ikut-ikutan huru-hara. Misalnya, diversifikasi tabungan, investasi di instrumen rupiah yang relatif stabil, atau sekadar ngerti risiko kurs asing. Bukan semua orang harus jadi ekonom, tapi semua orang berhak ngerti logika ekonomi. Pemerintah dan media harus turun tangan, bukan dengan narasi "jangan khianati rupiah!", tapi dengan edukasi jujur dan praktis.

2. Transparansi dan Komunikasi Publik dari Pemerintah

Krisis kepercayaan seringkali bukan soal ekonomi semata, tapi komunikasi yang amburadul. Rakyat panik karena merasa dibiarkan meraba-raba. Kalau pemerintah bilang "Rupiah aman", tapi data ekspor jeblok, cadangan devisa menipis, dan suku bunga tak responsif, ya siapa juga yang percaya? Transparansi bukan berarti bikin rakyat tambah takut, tapi justru kasih pegangan rasional di tengah ketidakpastian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun