Jaga-jaga dari apa? Dari Rupiah yang makin ke sini makin kerasa kayak hubungan yang nggak jelas arahnya: makin lama, makin kecil nilainya.
Beberapa minggu terakhir, Rupiah terjun bebas ke level nyaris Rp 16.000 per dolar AS. Di medsos, orang mulai bikin meme: "Menabung itu baik, tapi menabung dolar itu lebih bijak." Di grup WhatsApp keluarga, muncul broadcast semi-klenik: "Siapa yang punya dolar di rumah, rejekinya deras kayak hujan asam di Bogor."
Fenomena ini nggak bisa dianggap lucu. Kalau dulu orang sembunyi-sembunyi simpan emas batangan, sekarang trend-nya dolar. Bukan karena cinta Amerika, tapi karena nggak yakin sama masa depan ekonomi lokal. Dan lucunya, kalau semakin banyak orang ikut-ikutan, justru kekhawatiran yang mereka takutkan bisa jadi kenyataan. Self-fulfilling prophecy, kata buku ekonomi.
Tapi tenang, ini bukan tulisan buat nyalahin rakyat kecil. Ini tulisan buat ngajak mikir bareng: ketika ribuan orang "berlindung" dari keruntuhan Rupiah dengan cara yang sama, jangan-jangan kita sedang menggali lubang bersama---sambil tiduran nyaman di atas bantal berisi dolar.
2. Data dan Realita: Rupiah Melemah, Dolar Meroket, dan Ketidakpercayaan yang Menular
Sejak awal 2023, Rupiah mengalami pelemahan yang signifikan terhadap Dolar AS. Pada 5 Oktober 2023, nilai tukar Rupiah berada di posisi Rp15.597 per Dolar AS. citeturn0search7 Kemudian, pada 26 Oktober 2023, Rupiah mencapai level Rp15.800 per Dolar AS. citeturn0search3 Memasuki April 2025, nilai tukar Rupiah terus melemah, mendekati Rp17.000 per Dolar AS. citeturn0search18 Pada 11 April 2025, kurs beli Rupiah untuk 1 Dolar AS berada di angka Rp16.500, sementara kurs jual berada pada posisi Rp16.850. citeturn0search10
Pelemahan Rupiah ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk penguatan indeks Dolar AS sejak Juli 2023. Pada 14 Juli 2023, indeks Dolar berada di angka 99,91, dan meningkat menjadi 104,83 per 6 September 2023, atau naik hampir 5% dalam kurang dari dua bulan. citeturn0search3 Penguatan Dolar AS ini berdampak pada nilai tukar Rupiah yang terus melemah.
Selain itu, lonjakan permintaan Dolar dari sektor swasta, korporasi, dan individu turut memberikan tekanan pada Rupiah. Banyak pihak yang beralih ke Dolar sebagai lindung nilai terhadap ketidakpastian ekonomi dan inflasi, yang pada gilirannya meningkatkan permintaan Dolar dan memperlemah posisi Rupiah.
Penurunan kepercayaan terhadap stabilitas Rupiah juga menjadi faktor penting. Kekhawatiran terhadap kebijakan fiskal pemerintah, termasuk rencana pengeluaran sosial yang besar, telah memicu penarikan investasi asing dan memperburuk sentimen pasar terhadap Rupiah. Hal ini menciptakan efek domino, di mana ketidakpercayaan terhadap Rupiah mendorong lebih banyak orang untuk beralih ke Dolar, yang pada akhirnya semakin melemahkan mata uang nasional.
Kondisi ini mencerminkan fenomena "self-fulfilling prophecy", di mana ketakutan terhadap pelemahan Rupiah mendorong tindakan yang justru mempercepat pelemahan tersebut. Jika tidak segera diatasi, situasi ini dapat mengarah pada krisis kepercayaan yang lebih dalam terhadap mata uang nasional.
3. Self-Fulfilling Prophecy dan Mekanisme Keruntuhan: Ketika Ketakutan Jadi Kenyataan karena Ramai-Ramai Panik