Mohon tunggu...
Asep Saifulloh
Asep Saifulloh Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

universitas muhammadiyah malang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Masalah Media Massa dan Transaksi Online

22 Juni 2021   21:21 Diperbarui: 22 Juni 2021   21:32 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pada saat ini, media massa telah menjadi bagian penting dari kehidupan setiap orang. Karena di era digital ini, semua orang ingin berkomunikasi dengan cepat dan akurat. Setiap orang di media cetak dan online seperti radio, surat kabar, tabloid, majalah TV dan film dapat menyampaikan pesan dengan cepat dan akurat. Kehidupan semua orang harus berubah, sebagaimana media massa akan terus mengalami perubahan ini. Ciri khas media massa adalah mudah dikonsumsi setiap orang dan setiap hari selalu berubah, setiap hari mengandung momen atau pengingat baru, informasi umum yang dimilikinya menyebabkan media massa mengalami banyak masalah, baik maupun buruk.

Karakter Media massa yang mudah di konsumsi semua orang dan terus menerus mengalami perubahan pada setiap harinya, berisi momen-momen atau tips-tips baru setiap harinya, dan pesannya yang bersifat umum membuat Media massa mengalami banyak sekali isu-isu yang muncul baik maupun buruk.

Masyarakat dihimbau untuk menyikapi isu-isu terkait hukum digital dengan lebih bijak sehingga memahami hak dan kewajibannya serta terhindar dari permasalahan hukum. Menggunakan internet sudah menjadi kebutuhan sehari-hari bagi kebanyakan orang. Dari awal komunikasi, dari belanja hingga pinjam uang semua dilakukan secara online. 

Namun, pesatnya penggunaan internet belum diimbangi dengan literasi hukum digital masyarakat. Hal ini menyebabkan timbulnya permasalahan hukum atau sengketa yang ditimbulkan oleh masyarakat secara sengaja maupun tidak sengaja. Berbagai persoalan hukum seperti media sosial, belanja online, dan pinjaman online semakin banyak muncul di hadapan publik. Jenis kasusnya juga berbeda-beda, seperti penyebaran berita bohong atau hoaks, pengungkapan data pribadi, dan penipuan pornografi.

Oleh karna itu pemerintah harus menghimbau masyarakat agar lebih bijak lagi dan menambah pemahamannya tentang mengenai hukum digital agar dapat mengetahui hak-hak dan kewajiban, serta terhindar dari permasalahan hukum. Yang  menjelaskan permasalahan paling awam ditemui yaitu penyebaran hoax. Masyarakat masih gemar menyebarkan berita abu-abu kebenarnnya melalui media sosial.

"Bijak menggunakan media sosial ini paling penting seperti menggunakan FB, Instagram, Twitter dan mengakses portal-portal berita. Harus paham sebenarnya interaksi secara online enggak ada beda dengan interaksi secara langsung. Tentu ada batasan-batasan tertentu sehingga harus bijak berinteraksi melalui media sosial," jelas Rizky dalam diskusi webinar yang diselenggarakan Justika.com bekerja sama dengan Bank BTPN dalam program Employee Legal Assistant Program (ELAP), Sabtu (13/6).

Kembali lagi pada isu diatas yang dimana akan muncul UU Media Sosial tetapi  UU ITE Belum terwakilkan.untuk menganalisisnya kita bisa lihat pada tujuan dari UU ITE atau Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik No 11 Tahun 2008 Yang memiliki tujuan

Mencerdaskan kehidupan bangsa sebagi bagian dari masyarakat informasi dunia

Mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik

Membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap orang untuk memajukan pemikiran dan kemampuan di bidang penggunaan dan pemanfaatan teknologi informasi seoptimal mungkin dan bertanggung jawab

Memberikan rasa aman,keadilan dan kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara teknologi informasi

Jika melihat UU ITE memiliki tujuan tersebut di atas da nada rumor bahwa tujuan UU ITE akan diubah menjadi bisnis yang diatur secara murni. Ketika munculnya undang-undang media sosial tampaknya mengubah tujuan undang-undang ITE dan undang-undang media sosial muncul selama pandemic covid- 19 dan meningkatkan pendidikan, bisnis, dan pemikiran hanya di media sosial, jika itu mengubah tujuan ITE saat ini. Saat ini aplikasi setiap orang untuk menambang informasi atau mencari hiburan di media sosial sangat tinggi. Dari data laporan digital Indonesia 2021 perpesan dan media sosial adalah aplikasi yang paling banyak digunakan, setiap orang dapat mengetahui apakah informasi atau hiburan yang mereka konsumsi itu baik atau buruk. Oleh karna itu, infosmasi atau hiburan yang diperoleh akan dikembalikan kepada konsumen informasi dan hiburan

perjudian, pencemaran nama baik dan pengancaman. Kemudian, Pasal 28 mengatur pelarangan penyebaran berita bohong dan menyesatkan sehingga merugikan konsumen dalam transaksi elektronik. Pasal 29 mengatur pelarangan ancaman kekerasan dan menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi. Dan Pasal 30 mengatur pelarangan pengaksesan komputer atau sistem elektronik tanpa izin maupun secara paksa.

Masyarakat diminta berhati-hati saat menggunakan pinjaman online atau financial technology peer to peer. Dia menjelaskan banyak beredar fintech ilegal yang menetapkan bunga pinjaman tinggi serta rawan pencurian data. Dia meminta masyarakat agar memeriksa izin penyelenggara atau fintech tersebut di Otoritas Jasa Keuangan. Kemudian, persetujuan pengaksesan data pada telepon genggam konsumen fintech oleh penyelenggara terdapat pada klausula baku perjanjian. Sehingga, saat masyarakat memberi persetujuan akses tersebut maka dapat dikatakan sudah mengizinkan perusahaan fintech mengakses data konsumen.

Maraknya pelanggaran konsumen saat pandemi Covid-19 juga disampaikan Direktur Pengawasan Barang Beredar dan Jasa Kementerian Perdagangan, Ojak Simon Manurung. Dia menyatakan terdapat pihak-pihak yang memanfaatkan kondisi Covid-19 untuk menipu masyarakat khususnya pada produk-produk alat kesehatan dan farmasi. Selain itu, dia juga menyampaikan terdapat kasus tinggi juga terjadi pada penjualan tiket secara online.

"Kami melihat ada barang yang tidak sesuai yang dipesan dantidak dalam kondisi baik. Lalu pengembalian dananya juga bermasalah. Kami juga lakukan pengawasan untuk alat kesehatan seperti masker dan hand sanitizer yang harganya tinggi dijual merchant sampai 3 kali lipat, tidak masuk akal. Mereka memanfaatkan kondisi sehingga naikan harga sesukanya. Lalu, produk-produk tersebut belum ada izin Kementerian Kesehatan tentu kualitass mutunya tidak dipenuhi," jelas Ojak.

Dari sisi keamanan data, Kasubdit Direktorat Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika, Rizki Arif Gunawan menjelaskan marketplace berkewajiban melindungi data pribadi masyarakatnya. Menurutnya, marketplace harus memenuhi kewajiban regulasi yang disyaratkan seperti Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.

Apabila terdapat kebocoran data maka marketplace harus memberi tahu user atas kejadian tersebut dan memberikan ganti rugi kepada individu yang mengalami kerugian langsung akibat kebocoran data seperti yang tercantum pada Pasal 31 PP 71/2019. "Data pribadi yang bocor bisa rugikan memalukan menciderai seseorang," jelas Rizki.

Pengamat hukum digital dan Dekan Fakultas Hukum UI, Edmon Makarim menjelaskan setiap data yang diunggah ke internet sudah tidak aman. Sehingga dia menekankan pentingnya bagi para pihak untuk menjaga keamanan data tersebut. Dia juga mengatakan penggunaan tanda tangan elektronik merupakan salah satu cara untuk mencegah penipuan dan pemalsuan data. "Tanda tangan elektronik jadi keniscayaan dan kewajiban. Dia bisa dijadikan pembuktian," jelas Edmon.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun