Mohon tunggu...
Asep Nurjamin
Asep Nurjamin Mohon Tunggu... Dosen - suka menulis dan membaca puisi

Sedang berusaha untuk menjadi orang baik

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Angin Terakhir Desember Ini

8 Desember 2018   12:33 Diperbarui: 8 Desember 2018   12:45 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Lebih dari itu, pesan ini telah menghilangkan perasaan takut kehilangannya. Karena itu, dalam pertemuan itu akan kukatakan sesuatu yang membuat kita tak saling menjauh dan akan kita buat ikatan yang akan membuat kita selalu dekat dan selalu bersama.

Sebuah pertemuan yang sejak dahulu aku impikan. Seriuskah dia? Setelah sekian lama menghilang tanpa kontak, kini tetiba minta bertemu? Barangkali dia ingin menebus perasaan bersalah padaku. Tapi aku sadari bahwa tak ada baiknya aku turuti perasaan itu. Lebih baik kuterima ini sebagai isyarat kebahagiaan yang dia kirim padaku. Dan aku akan menikmatinya sepenuh jiwa.

***
Sepanjang jalan aku menikmati pemandangan yang masih asli dan alami. Aku bernyanyi kecil menuruti perasaanku yang melonjak-lonjak, seperti seorang anak yang akan segera dibelikan mainan. Sawah dan kebun silih berganti kulewati. Orang-orang bekerja dengan khusyu. Tak kudengar hingar bingar suara musik. Hanya sesekali suara burung disuguhkan alam pada latar yang natural dan bersahaja.

Beberapa orang yang kutanya tentang  kampungnya dengan mudah dan ramah mereka membantu. Beberapa orang malah mendahului menyapaku dengan rendah hati dan penuh hormat. Aku merasa tersanjung dan diterima di tengah mereka. Aku suka suasana ini.

Seperti katanya, kucari alamat rumah dengan menyebutkan nama ayahnya. Hampir semua orang mengenal beliau. Ini memudahkanku untuk segera menemukan rumahnya. Betapa sulit kumenahan gejolak perasaan untuk segera bertemu dengannya.

Aku membayangkan wajahnya. Sesuaikah dengan foto-foto yang dikirimnya selama ini? Wajah yang cerah dengan mata yang berbinar penuh pesona Gerakan yang ringan dan lincah. Tidak. Berkali-kali ganti foto profil, seingatku wajahnya masih yang itu. Pikiran itu harus kubuang jauh-jauh. Ah, aku tidak mau membayangkan hal yang aneh-aneh.

Aku harus fokus pada apa yang harus kulakukan saat bertemu sebentar lagi nanti. Senyum, menyapa, menjabat tangan, lalu memeluknya. Ah, itu tidak mungkin kulakukan. Ini kan pertemuan pertama. Jangan-jangan dia tidak suka aku melakukan itu. Ya, lebih baik, lakukan yang terbaik sesuai situasi. Yang penting aku menunjukkan betapa besar bahagianya aku bisa bertemu dia.
***************
Pekarangan rumahnya luas. Pohon buah-buah berjejer memenuhi pelataran. Kurasakan suasana sejuk dan asri di dalamnya. Langkahku lurus menuju teras rumah yang dihiasi tanaman bunga-bunga. Dari sebuah jendela yang terbuka yang menghadap ke arah jalan masuk, sekilas kulihat sepasang mata memperhatikan kehadiranku. Jangan-jangan itu dia. Jantungku berdegup keras.

Segera kudekati pintu. Aku berdiri di depan pintu. Kutenangkan perasaan, tapi gejolak di dalam dada kian bergelora. Tidak sabar untuk segera memandang wajahnya.

Ceklek. suara orang membuka kunci pintu. Perasaanku kian tak karuan menunggunya terbuka. Hampir aku tak bisa mengendalikan keinginanku untuk segera menghambur masuk dan memeluknya. Lalu kukatakan rindu dan tak ingin terpisah.

"Silakan masuk!".
Aku terkesima dengan suara yang halus lembut. Jelas sekali, seorang gadis berkursi roda tampak menghadap pintu.
Aku diam terpana.
Angin terakhir bulan Desember berhembus lembut membawa guguran embun. Dingin menusuk tubuh.

Salam dari Asep Nurjamin di Bumi Guntur Melati

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun