Mohon tunggu...
Asep F. A. Helmi
Asep F. A. Helmi Mohon Tunggu... PNS -

Berbuat baik janganlah ditunda-tunda ... (penggalan lagu Bimbo)

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

SEGERA MENIKAH, JANGAN BERCERAI (SEBUAH UPAYA PEMBINAAN KELUARGA SAKINAH)

4 Juli 2015   09:45 Diperbarui: 4 Juli 2015   09:45 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Beberapa keterangan di atas memberi gambaran kepada kita bahwa nikah, bagi yang mampu, merupakan suatu keharusan (wajib), bahkan yang belum mampu (jomblo) pun harus berusaha untuk mampu agar terhindar dari godaan yang tidak baik, serta menjadi kewajiban orang di sekitarnya untuk menikahkan.[1]

 

Tips Segera Menikah, Jangan Bercerai

Penulis melakukan studi pustaka media massa (buku, jurnal, majalah, koran, dan literasi online) diperoleh data perihal tips segera menikah dan jangan bercerai sebagai berikut:

  1. ‘Pernikahan’ adalah bentukan kata benda dari kata dasar nikah; kata itu berasal dari bahasa Arab yaitu kata nikkaah (bahasa Arab: النكاح ) yang berarti ‘perjanjian perkawinan’; berikutnya kata itu berasal dari kata lain dalam bahasa Arab yaitu kata nikaah (bahasa Arab: نكاح) yang berarti ‘persetubuhan’ (lihat Anonim, wikipedia.org).
  2. Jangan menunda yang harus disegerakan dan mempersulit apa yang harusnya dimudahkan. Hadis: Abu Hurairah r.a. berkata: Rasulullah SAW bersabda: Apabila datang kepada kalian orang yang kalian ridla akan agama dan akhlaknya maka nikahkanlah ia. Jika tidak, maka akan terjadi fitnah dan kerusakan yang besar di permukaan bumi (HR Tirmidzi). Hadis: Wahai ‘Ali, ada tiga perkara jangan ditunda-tunda: apabila shalat telah tiba waktunya, jenazah apabila telah siap penguburannya, dan perempuan apabila telah datang laki-laki yang sepadan meminangnya (HR Ahmad) (lihat Akbar, juga Setiawan, dan Taslim; bahkan Hakim [2012] menganjurkan menikah meski belum mapan, justru dengan menikah akan mapan dan akan ‘indah’ jika dikenang bersama pasangan karena mahligai keluarga dibangun dari titik nol, bukan dari titik kemapanan).
  3. Anjuran Rasulullah SAW untuk segera menikah karena berbagai alasan atau manfaat, di antaranya: (a) melaksanakan perintah Allah SWT; (b) melaksanakan dan menghidupkan Sunnah Rasulullah; (c) dapat menundukkan pandangan; (d) menjaga kehormatan laki-laki dan perempuan; (e) terpelihara kemaluan (farji) dari beragam maksiat; (f) termasuk orang-orang yang ditolong Allah SWT; (g) dengan menikah, seseorang akan menuai ganjaran yang banyak; (h) mendatangkan ketenangan dalam hidupnya; dan (i) memiliki keturunan yang shalih (lihat Anonim, wordpress.com).
  4. Menikahlah berdasarkan cinta. Sebuah pernikahan dalam Islam diharapkan dapat memayungi pasangan itu untuk menikmati kehidupan yang penuh cinta dan kasih sayang dengan mengikat diri dalam sebuah perjanjian suci yang diberikan Allah SWT. Karena itulah rasa cinta dan kasih sayang ini sudah sepantasnya merupakan hal yang harus diperhatikan sebelum kedua pasangan mengikat diri dalam pernikahan. Karena inilah salah satu kunci kebahagian yang hakiki dalam mensikapi problematika rumah tangga nantinya. Islam melarang seorang wali menikahkan seorang gadis tanpa persetujuannya dan menghalanginya untuk memilih lelaki yang disukainya seperti yang termuat dalam Quran (QS 2: 232) dan Hadis: Dari Ibnu Abbas r.a. bahwa seorang wanita datang kepada Rasulullah SAW lalu ia memberitahukan bahwa ayahnya telah menikahkannya padahal ia tidak suka, lalu Rasulullah SAW memberikan hak kepadanya untuk memilih (HR Abu Daud). Karena yang menjalani sebuah pernikahan adalah kedua pasangan itu bukanlah wali mereka (lihat juga Zahro dan Muzakki). Selain itu, seorang yang hendak menikah hendaknyalah melihat dahulu calon pasangannya seperti termuat dalam Hadis: Apabila salah seorang dari kamu meminang seorang wanita maka tidaklah dosa atasnya untuk melihatnya, jika melihatnya itu untuk meminang, meskipun wanita itu tidak melihatnya (HR Imam Ahmad) (lihat Mawardi). Hadis: Dinikahkan perempuan itu karena empat hal: karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan karena agamanya, maka hendaknya utamakan atas dasar pilihan agama niscaya beruntunglah kamu (HR Imam Hadis Yang Enam kecuali Turmudzi dari Abu Hurairah, lihat Damsyiqi, 2: 284). Cinta inilah yang akan mewujudkan sakinah (ketenangan), mawaddah (kasih), dan rahmah (sayang) dalam membina keluarga (QS 30: 21).
  5. Lima (5) persiapan untuk menikah adalah: (a) software-nya, yakni kalbu kita yang harus selalu yakin kepada Allah; (b) tingkatkan kepribadian kita supaya disukai Allah; (c) persiapan ilmu, terutama ilmu agama yang membuat kita bisa beribadah dan beramal dengan benar; (d) belajarlah ilmu umum seperti ilmu kesehatan, ilmu merawat tubuh, atau cara memahami wanita (bagi suami); serta (e) persiapkan dan tingkatkan keterampilan seperti menata rumah, mencari tambahan penghasilan, memasak, keterampilan menekan biaya hidup dan lain-lain (Gymnastiar, 2004: 21; lihat juga Rohim [2012] yang menyarankan kursus pra-nikah dahulu, ke penghulu kemudian). Sedangkan menurut Abu Fatiyah al-Adnani (2005: 25-27), ada 4 yang harus dipersiapkan, yaitu: (a) kematangan emosional; (b) kematangan sosial; (c) kemandirian sikap dan prinsip; serta (d) kemandirian finansial.
  6. Enam (6) cara untuk meyakinkan calon suami Anda: (a) tunjukkan kedewasaan; (b) jangan menekannya untuk segera menikahi Anda; (c) kirim sinyal ringan seperti bahagianya memiliki anak; (d) bicarakan tentang masa depan; (e) lakukan hal-hal yang dia sukai; dan (f) ajak nikah ketika suasana romantis (lihat Oktaviani).
  7. Enam (6) tips mencegah perceraian sejak sebelum menikah: (a) nikah di usia paling tidak 25 tahun; (b) perhatikan bibit-bebet-bobot pasangan; (c) saling membantu pekerjaan rumah tangga; (d) hitung perkiraan biaya pengeluaran ditambah tabungan untuk masa depan; (e) bicarakan banyak hal perihal perbedaan keyakinan dan budaya serta konsultasikan dengan ahli (bandingkan dengan Anonim, lbh-apik.or.id; Anonim, menikah-beda-agama.blogspot.com; juga Dar); serta (f) selidiki dan antisipasi dengan pasangan yang pernah bercerai (lihat Yulistara).
  8. Ketahui 8 hal ini agar tidak cepat cerai saat menikah nanti: (a) masa lalu pasangan; (b) kenali sikap dan sifat pasangan; (c) visi soal anak; (d) istri bekerja atau urus rumah? (e) kenali keluarga pasangan; (f) pola mengatur uang; (g) jangan hanya melihat fisiknya; serta (h) boleh curiga pada pasangan, tapi jangan terlalu berlebihan (lihat Ekasari). Sebagai contoh, banyak alasan suami/istri meninggalkan pasangannya. Suami selingkuh atau suami tak mampu menafkahi istri biasanya menjadi alasan utama. Tetapi di Pradesh, India, seorang perempuan meninggalkan suaminya hanya delapan hari setelah menikah karena rumah suaminya tak memiliki toilet (BBC, 2012).
  9. Menurut Devino Rizki Arfan, perencana keuangan independen, kepada yang baru menikah, jangan terpaku menjadi raja dan ratu semalam, karena pekerjaan rumah nan sulit membentang di depan mahligai perkawinan Anda. Salah langkah bisa runyam, yakni dalam hal ‘mengelola keuangan’ karena uang merupakan hal yang cukup emosional – dan salah satu penyebab utama perceraian – keberhasilan pernikahan Anda juga  ditentukan oleh kebiasaan keuangan yang Anda dan pasangan atur sejak awal. Untuk membangun permulaan yang baik, Devino membagi 10 langkah jitunya: (a) mulai menabung; (b) ucapkan selamat tinggal pada rekening terpisah; (c) perbarui penerima manfaat, misal polis asuransi, dengan nama pasangan; (d) bicarakan tentang utang Anda; (e) lacak pengeluaran keluarga; (f) buat kesepakatan tentang mengatur pengeluaran keluarga; (g) bikin daftar dan prioritaskan pembelian; (h) hindari memiliki kartu kredit lebih dari yang Anda butuhkan; (i) beli asuransi jiwa; dan (j) simpan dokumen penting (lihat Arfan).
  10. Ketahanan keluarga, besar atau kecil, akan berpengaruh pada ketahanan suatu bangsa—karena keluarga sebagai pilar masyarakat (Mubarok, 2012: 30; lihat juga Dasar [2011: 17], secara nasional dibutuhkan ‘KB’ [keluarga berencana] agar tidak makan ubi, baju karung goni, dan dikubur berdiri). Namun melalui infotainment di layar kaca, apa yang terjadi akhir-akhir ini, masyarakat kerap disuguhi contoh keluarga selebritas yang tidak harmonis, bercerai-berai sehingga terjadi perceraian bahkan perselingkuhan seolah-olah merupakan ‘gaya hidup’ manusia Indonesia masa kini (Melani, 2013; 28). Tiga kota provinsi yang paling banyak cerai warganya adalah: Surabaya, Bandung, dan Semarang (lihat Purnama).
  11. Dengan teknik analisis statistik tabulasi silang (cross tabulation), di Jawa Barat, diketahui bahwa Islam lebih permisif terhadap perceraian daripada agama lain. Namun bukan oleh faktor norma/doktrin, tetapi lebih dipengaruhi oleh faktor sosio-ekonomi dan demografis seperti rendahnya tingkat pendidikan dan banyaknya pernikahan pada usia muda (Arifin, 1995). Dalam satu tahun, sekitar 40 ribu pasangan suami-istri di Jawa Barat, mengalami perceraian. Sebagian besar perceraian itu terjadi pada pasangan yang usia pernikahannya kurang dari lima tahun (lihat A-128/A-89).
  12. Di Bandung, angka perceraian meningkat (lihat Anonim, jurnas.com, juga Try); dikarenakan pasutri (pasangan suami-istri) tak harmonis dan menjadi penyebab perceraian tertinggi di Bandung (lihat Yulianti)—padahal apabila ajaran Islam diamalkan, keharmonisan keluarga akan terjaga, misalnya puasa di bulan Ramadlan yang akan lebih mengakrabkan anggota keluarga, minimalnya, di waktu sahur dan berbuka puasa (Rais, 2012); juga cerai gugat yang mendominasi kasus cerai di Kota Bandung (lihat Hargribs; lihat juga Anonim, masalahperceraian.com yang mengadakan tanya jawab tentang gugat cerai seperti proses dan rute mengajukan gugat cerai).
  13. ‘Perceraian’ (thalaaq) adalah perkara halal yang dibenci Allah. Islam memperbolehkan menempuh cara ini secara terpaksa. Tidak menganjurkan apalagi mendorongnya, bahkan Nabi SAW bersabda: Barang halal yang paling dibenci Allah adalah talak (HR Ibnu Majah); dalam redaksi Abu Daud: Allah tidak menghalalkan sesuatu yang lebih dibenci-Nya daripada talak. Perceraian adalah keringanan yang disyariatkan karena kondisi darurat, yakni ketika hubungan telah retak, suami-istri sudah sama-sama tidak respek dan tidak suka, sehingga tidak mungkin lagi menegakkan hukum Allah SWT dan hak-hak suami-istri (Qardhawi, 2003: 292-293) (lihat QS 4: 130 dan 65: 1). Tetapi berdasarkan pengalaman dan pengamatan, JANGANLAH BERCERAI karena berarti kita belum dewasa, kurang beriman, tidak bersyukur (tidak akan pernah puas, akan kawin-cerai terus dan selalu dianggap ‘solusi’, padahal tidak ada kedamaian hidup [sakinah]), apalagi telah memiliki anak (anaklah ‘O3’ = objek penderita, anaklah yang paling menjadi korban). Cooling-down-lah dulu, segah, atau pisah ranjang-lah dulu... Ingatlah masa-masa indah dulu dengan pasangan kita... Cerai? Boleh, asal sesuai syari’ah dan jangan ada yang dirugikan (baca: dikorbankan). Lalu, rujuklah! (bandingkan dengan ajaran Kristen, dalam Taurat, Kitab Kejadian 2:24 dan Injil, Rasul Besar Matius 19:6, dua ayat ini disimpulkan: perceraian sama sekali tidak dibenarkan oleh Allah [baca: Alah]! –tulisan ini pun menyindir Islam dengan judul: “Perceraian Halal, Babi Haram?” –lihat Isa).
  14. Dua puluh (20) kiat menghindari perceraian: (a) pahami tipe calon suami/istri; (b) ingat tujuan pernikahan; (c) laksanan ibadanh dengan sungguh-sungguh; (d) hiasi rumah dengan nuansa islami; (e) selalu berdoa dalam segala kondisi kepada Allah SWT; (f) jangan membuka rahasia sendiri kepada selain suami/istri; (g) hindari cemburu berlebihan; (h) jauhi rasa dendam, iri hati, dan dengki; (i) selalu menjaga perilaku dan pergaulan; (j) pandai menjaga kehormatan diri; (k) jangan mengungkit-ungkit dan menceritakan cinta masa lalu dengan orang lain kepada suami/istri; (l) jangan cela kekurangan suami/istri; (m) jangan bandingkan suami/istri sambil memuji pria/wanita lain; (n) ridla atas pemberian Allah SWT; (o) syukur dengan nikmat yang terukur;[2] (p) jangan berkhayal akan hidup selamanya; (q) jauhi kesombongan, tinggi hati, atau merasa diri mulia; (r) sambut hari ini dengan senyuman karena hari kemarin telah berlalu dan hari esok belum tentu datang; (s) berkorban dengan penuh keikhlasan; serta (t) jagalah perasaan agar puas dengan pernikahan[3] (Maryati dan Nurdin, 2008: 49-104).

 

Penutup

Mengapa harus segera menikah? dan mengapa jangan bercerai? Jawabannya semoga ada dalam uraian di atas. Namun penulis berharap, Anda tidak puas membaca jawaban di atas karena penulis meyakini: jika Anda ‘membaca’ di luar tulisan ini, maka penulis yakin bahwa pembacaan Anda akan sepakat dengan judul tulisan ini.

Menurut ajaran Islam, mencapai ketenangan hati dan kehidupan yang aman-damai adalah hakikat pernikahan muslim yang disebut "sakinah". Untuk hidup bahagia sejahtera manusia membutuhkan ketenangan hati dan jiwa yang aman-damai (Anonim, 1985: 60).


Pernikahan memang membutuhkan banyak kompromi, kedewasaan, serta komitmen penuh. Ketika Anda sudah memutuskan untuk menikah, maka Anda sudah setuju akan komitmen seumur hidup dengan pasangan, siap berkompromi dengan berbagai kekurangannya, dan menghadapi berbagai masalah dengan kedewasaan.

Wa Allah a’lam.

 

Daftar Pustaka

Abdullah, KHE. 1986. "Nikah Diperintah Agama". Majalah Da'wah Islamiyah Risalah. No. 10/Th. XXIV. Bandung: PP Persis. Hlm. 19-20.

Adnani, Abu Fatiyah al-. 2005. Agenda Sakinah (Kiat Membina Rumah Tangga Bahagia). Solo: Pustaka Amanah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun