Mohon tunggu...
Asep Bahtiar Pandeglang
Asep Bahtiar Pandeglang Mohon Tunggu... Wiraswasta - bahtiar.net

Baca buku

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jualan Agama, Bentuk Baru Era Kapitalisme

22 Desember 2019   09:46 Diperbarui: 22 Desember 2019   09:47 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
buni yani twitter.com

Belum lama ini kita dikejutkan oleh berita penipuan perumahan dengan kedok Syariah, pelakunya adalah seorang ulama dan korbannya sudah ribuan. Sebenarnya, tidak perlu kaget, karena berita seperti ini bukan sesuatu yang aneh.

Seiring dengan meningkatnya antusiasme masyarakat terhadap Islam, kapitalis dan oportunis melihat bahwa agama sebagai ladang komoditas paling menjanjikan. Dimulai dengan Umrah Haji, penipuan yang berkedok agama sudah menipu puluhan ribu jamaah, pengobatan herbal dengan klaim sunnah Islam yang mengklaim bisa menyembuhkan berbagai penyakit, aksesori kesehatan dan masih banyak lagi.

Para penambang laba memahami bahwa Muslim di Indonesia adalah pasar yang sangat potensial dan pelabelan halal dapat menjadi obsesif lain. Tidak hanya makanan, produk kecantikan seperti lotion untuk wanita dan shampo bagi wanita yang menggunakan jilbab, jualan jilbab halal, bahkan lemari es sekarang juga dilabeli halal, tempat wisata juga harus halal. Jangan heran jika dimasa mendatang, furnitur dan peralatan elektronik juga dilabeli halal.

Komersialisasi agama dapat menjadi sebentuk era kapitalisme, Syahrini saja dapat menjual mukena yang syar'i seharga 4 juta per biji, belum lagi khotbah-khotbah komersil, mulai dari ustadz panggilan yang dianggap layaknya penyanyi utama seperti dalam acara Stand Up Comedy.

Komodifikasi Islam dapat menciptakan ilusi baru, bahwa Islam sangatlah populer, sangat hidup, dan dicintai. Jika ada yang label halal dan shar'i, mengapa Anda tidak memilihnya? Bukankah begitu?

Belanja bagi seorang muslim harus di tempat di mana umat Islam dapat saling mendukung, terutama jika mereka yang menjual nama ulama dan agama. Meskipun fenomena ini sangat rentan digunakan oleh individu tertentu yang tidak bertanggung jawab.

Berbelanja karena alasan agama sebenarnya tidak apa-apa, tetapi mesti diingat bahwa akal sehat juga perlu digunakan, kita harus tetapwaspada, jika janji-janji terlalu manis, biasanya sangat mencurigakan, jangan mudah tergoda oleh ayat-ayat dan tradisi yang dikutip oleh seorang ustadz, rasanya belanja akan seperti beribadah, seperti berjuang di jalan Allah, ternyata malah tertipu.

Sebagai seorang konsumen, kita harus bisa mengontrol pasar, pembeli harus cerdas, jangan mengulangi penipuan berbasis syariah, kesannya bahwa umat Islam mudah disesatkan dan terpana oleh pelengkap halal dan syar'i.

Memang tidak ada yang salah dengan berbelanja barang-barang berlabel halal dan shar'i, tetapi perusahaannya harus pintar. Restoran memang wajib halal, tetapi haruskah kulkas juga diberi label halal? Jika kulkas digunakan untuk menyimpan daging babi dan apakah masih halal?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun