Mohon tunggu...
asep gunawan
asep gunawan Mohon Tunggu... Pengabdi di Kabupaten Kepulauan Sula

ASN adalah jalan pengabdian, Menulis adalah jalan introspeksi pengabdian

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Horeee Ada Stimulus Ekonomi Dua Bulan

8 Juni 2025   23:43 Diperbarui: 9 Juni 2025   00:33 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Stimulus Ekonomi (Sumber: canva.com/dream-lab)

Tapi Cukupkah untuk Membantu Rakyat Bertahan Lebih Lama?

Menarik! Dua bulan bantuan. Lebih dari Rp 24 triliun digelontorkan pemerintah dalam bentuk stimulus ekonomi, dari subsidi upah, diskon transportasi, hingga tambahan bantuan pangan. Targetnya jelas: menjaga konsumsi rumah tangga tetap bergulir, menopang pertumbuhan ekonomi agar tidak melorot di tengah ancaman global. Di media massa, headline-nya terdengar optimistis. Tapi di balik itu, muncul pertanyaan sederhana tapi krusial: apakah stimulus dua bulan benar-benar menjawab beban panjang kehidupan rakyat?

"Horeee!" mungkin jadi reaksi awal sebagian masyarakat saat mendengar kabar ini. Ada bantuan langsung tunai, ada potongan harga, ada diskon tarif. Seolah angin segar hadir di tengah harga kebutuhan yang kian melejit. Namun, kita tidak bisa berhenti di reaksi sesaat. Karena setelah rasa syukur itu, muncul kenyataan sehari-hari: biaya hidup tetap tinggi, penghasilan tidak menentu, dan kebutuhan terus berjalan.

Stimulus ini datang di waktu yang tidak salah, awal libur sekolah dan awal tahun ajaran baru, saat pengeluaran rumah tangga cenderung naik. Pemerintah menyebutnya strategi fiskal untuk menjaga daya beli, mendorong pertumbuhan 5%, dan meredam tekanan global. Tapi dalam praktiknya, bantuan seperti ini seringkali hanya terasa sejenak. Bukan soal datang atau tidak, tapi seberapa lama ia bertahan dan seberapa dalam ia menjangkau akar persoalan ekonomi rakyat.

"Kalau hanya memuncak dua bulan lalu hilang, dampaknya tak akan kuat. Pemerintah harus pikirkan kesinambungan program jika ingin hasilnya berkontribusi ke pertumbuhan tahunan."- Rimawan Pradiptyo, Dosen Fakultas Ekonomi UGM

Stimulus yang Datang, Tapi Belum Menjawab Semua

Setelah gelombang optimisme di awal pengumuman, publik menanti realisasi dari stimulus yang dijanjikan. Salah satu rencana awal yang paling disorot adalah pemberian diskon listrik 50% untuk pelanggan rumah tangga 450-1.300 VA. Namun, pada 2 Juni 2025, kebijakan ini dibatalkan. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut implementasi diskon ini terlalu lambat secara administrasi dan berisiko tidak tepat waktu. Sebagai gantinya, pemerintah memilih memperkuat subsidi upah (BSU).

BSU dinaikkan menjadi Rp 300 ribu/bulan dan diberikan kepada 17,3 juta pekerja dan guru honorer. Alokasi dana langsung ini dinilai lebih cepat tersalur dan lebih terasa dampaknya dibandingkan potongan tagihan listrik yang prosedurnya panjang.

Sementara itu, komponen lain dalam stimulus tetap berjalan:

  • Diskon tarif tol dan transportasi selama liburan sekolah
  • Bantuan beras 360 ribu ton dan saldo tambahan kartu sembako
  • Diskon iuran BPJS Ketenagakerjaan untuk sektor padat karya

Pemerintah menyebut semua ini sebagai bentuk keberpihakan terhadap konsumsi rumah tangga. Tapi sebagian ekonom menilai stimulus ini masih terlalu jangka pendek, dan belum menyasar akar persoalan seperti tingginya biaya hidup, minimnya lapangan kerja baru, dan pendapatan tidak tetap.

Target 5%, Tapi Hidup Rakyat Jalan di Tempat

Di atas kertas, strategi ini masuk akal: saat konsumsi turun, negara hadir lewat transfer tunai, subsidi, dan bantuan sosial. Tujuannya mendorong belanja rumah tangga agar ekonomi tetap bergerak. Tapi dalam kenyataan, efeknya tidak selalu merata. Statistik bisa naik, tapi rakyat belum tentu merasa perubahan nyata di dompet dan dapur mereka.

Pertumbuhan 5% memang target makro yang penting. Tapi yang patut ditanyakan adalah:

  • Apakah stimulus dua bulan bisa mengubah nasib ekonomi rakyat?
  • Apakah konsumsi rumah tangga akan naik hanya karena ada bantuan sementara?
  • Dan apakah target 5% cukup mewakili keberhasilan, bila ketimpangan tetap tinggi?

Sejalan kah dengan Asta Cita?

Pemerintah telah menyusun agenda besar melalui Asta Cita, yang mencakup janji untuk:

  • Memberantas kemiskinan
  • Meningkatkan kualitas hidup masyarakat
  • Membangun dari desa dan wilayah tertinggal

Secara prinsip, stimulus ekonomi bisa menjadi bagian dari janji itu. Tapi ketika kebijakan hanya berlangsung dua bulan, ketika sebagian program seperti diskon listrik dibatalkan, dan ketika hasilnya belum menyentuh masalah struktural seperti pengangguran atau ketimpangan pendapatan, maka wajar jika muncul pertanyaan:

Apakah ini bagian dari visi jangka panjang, atau hanya reaksi sesaat untuk mengamankan angka pertumbuhan?

Jika Asta Cita betul-betul ingin mengangkat martabat rakyat dari bawah, maka kebijakan fiskalnya pun harus berpihak jangka panjang. Stimulus tak boleh berhenti pada bantuan musiman, tapi harus diarahkan pada desain perlindungan sosial yang berkesinambungan dan kontekstual, terutama untuk kelompok paling rentan.

Horee Hari Ini, Tapi Bagaimana Besok?

Stimulus ekonomi dua bulan ini memberi jeda dan harapan. Ia menunjukkan bahwa negara hadir, setidaknya untuk sementara. Tapi tantangan hidup rakyat tidak selesai dalam dua bulan. Mereka butuh keberlanjutan, kepastian, dan arah kebijakan yang lebih dalam dari sekadar angka pertumbuhan.

Bisa jadi ini langkah awal yang baik. Tapi justru karena itu, publik berharap lebih. Bahwa stimulus ini bukan akhir dari kepedulian pemerintah, melainkan pembuka bagi kebijakan yang lebih panjang napasnya, yang menyentuh kerja, pendidikan, harga pangan, dan masa depan keluarga.

Karena ketika rakyat diberi harapan, yang mereka harapkan bukan hanya bantuan hari ini, tapi pijakan untuk melangkah lebih jauh.

Optimisme itu masih ada. Tapi ia butuh bukti untuk tumbuh jauh lebih baik.

Semoga bermanfaat.
Salam Literasi!
Sanana, 12 Dzulhijjah 1446 H / 08 Juni 2025

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun