Mohon tunggu...
asep gunawan
asep gunawan Mohon Tunggu... Pengabdi di Kabupaten Kepulauan Sula

ASN adalah jalan pengabdian, Menulis adalah jalan introspeksi pengabdian

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Dari Pulau untuk Dunia: Menerjemahkan SDGs dalam Pembangunan Maritim

17 Mei 2025   23:41 Diperbarui: 18 Mei 2025   05:21 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi SDGs (Sumber: id.wikipedia.org/edit_canva.com)

Di lapangan, realitas masih timpang. Program maritim lebih banyak hadir dalam bentuk proyek besar: pelabuhan utama, kawasan industri, jalur ekspor. Sementara pulau-pulau kecil tanpa dermaga permanen atau logistik reguler tetap hidup dalam keterpencilan.

Padahal pembangunan maritim tidak seharusnya berhenti di kapal besar dan pelabuhan ekspor. Ia juga harus menyentuh kebutuhan dasar: dermaga sederhana, cold storage komunitas desa, kapal kesehatan keliling, hingga papan cuaca digital untuk nelayan. Tanpa menyentuh kebutuhan nyata di bawah, pembangunan hanya akan terapung sebagai janji.

Laut bukan sekadar lanskap. Ia adalah ruang hidup.

Dalam konteks SDGs, Tujuan 14-Melestarikan Ekosistem Laut, mengingatkan kita bahwa pembangunan laut harus memihak manusia dan ekosistemnya. Isunya tak hanya soal terumbu karang dan pencemaran, tetapi juga soal keadilan ekonomi. Masyarakat pesisir yang menggantungkan hidup pada laut justru kerap hidup dalam kemiskinan, paling terdampak perubahan iklim, dan kehilangan sumber nafkah. Suara mereka tenggelam di balik jargon pertumbuhan.

Maka, membumikan SDG 14 adalah soal membawa harapan global ke realitas lokal, ke desa nelayan, ke pulau terluar, ke dapur-dapur sederhana yang bergantung hidup pada laut setiap hari.

Ekonomi biru bukan sekadar alternatif. Ia adalah jalan tengah yang layak diperjuangkan.

Kita sering terjebak dalam dikotomi sempit: eksploitasi atau konservasi. Padahal ada jalan tengah: ekonomi biru. Sebuah gagasan yang menyatukan keberlanjutan, nilai tambah lokal, dan pelestarian ekosistem. Di beberapa daerah, ini telah berjalan. Di NTT, budidaya laut skala kecil menopang ekonomi rumah tangga. Di Maluku dan Sulawesi, konservasi adat tumbuh seiring pengelolaan hasil laut oleh masyarakat.

Ini bukan mimpi. Ini kenyataan yang butuh pengakuan dan replikasi.

Jika pembangunan hanya bergerak dari pusat ke pinggiran, maka ketimpangan akan terus diwariskan.

Selama ini, pembangunan selalu bergerak dari pusat ke pinggiran. Tapi pulau-pulau kecil tak boleh terus menjadi titik distribusi terakhir. Mereka justru bisa jadi titik awal perubahan. Ketimpangan paling nyata terlihat dari pulau-pulau. Dan jika keadilan adalah tujuan, maka pusat pembangunan harus digeser, dari kota ke laut, dari darat ke pulau.

Menjadikan pulau sebagai pusat bukan hanya soal pemerataan, tetapi juga strategi keberlanjutan. Pulau adalah garda terdepan menghadapi krisis iklim, penjaga ekosistem, dan penghasil protein utama bangsa. Mengabaikannya berarti melemahkan fondasi pembangunan itu sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun