Mohon tunggu...
Asep Totoh Widjaya
Asep Totoh Widjaya Mohon Tunggu... Dosen - Keep Smile and Change Your Life

Guru SMK Bakti Nusantara 666-Kepala HRD YPDM Bakti Nusantara 666 Cileunyi Kab.Bandung, Wakil Ketua BMPS Kab. Bandung, Dosen di Universitas Ma'soem, Konsultan Pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ngapain Juga Kuliah S3?

26 Januari 2021   05:10 Diperbarui: 26 Januari 2021   06:08 1149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

IMPIAN dan Cita-cita tertinggi semua orang untuk bisa sekolah ke jenjang pendidikan formal paling tinggi saat ini yaitu S3, atau doktoral. Untuk meraih gelarnya bisa doktor jika dari dalam negeri, bisa pula PhD (philosophy of doctor) jika lulusan luar negeri. Dan Gelar doktor lain masih banyak, tergantung universitas dan jurusan yang diikuti.

Diluar pendidikan formal, adalah gelar kehormatan doktor honoris causa sebagai pemberian perguruan tinggi kepada tokoh yang mumpuni di bidang tertentu. Maka kita sering menemukan penulisan nama seseorang dengan gelar DR dan Dr, tentunya ini adalah penghormatan bagi seseorang untuk mempertanggung jawabkan gelar tersebut.

Dalam buku Pedoman Umum Ejaan yang Disempurnakan (EYD), penulisan gelar secara intens disinggung, bahkan disertai beberapa contoh penulisan yang benar. Gelar DR menyatakan gelar kehormatan doktor honoris causa. Gelar tersebut diberikan perguruan tinggi kepada tokoh yang mumpuni di bidang tertentu.

Sementara itu, gelar Dr ialah singkatan dari doktor. Gelar ini adalah gelar kesarjanaan tertinggi yang diberikan perguruan tinggi kepada seorang sarjana yang telah menulis dan mempertahankan disertasinya. Ini merujuk pada gelar kesarjanaan yang sudah ditempuh seseorang, yakni strata tiga (S-3).

Tak kalah menarik adalah muncul pertanyaan adalah "susah payah sekolah S3 untuk apa ?"

Ya, itulah pertanyaan yang sering muncul karena menyelesaikan studi s3 memang tidak mudah. Dengan tugas jurnal, makalah, penterjemahan, proposal yang berjenjang dari pengajuan judul, pra kualifikasi, kualifikasi, proposal, presentasi alat ukur, mencari data, presentasi hasil, sampai tahap akhir ujian tertutup dan ujian terbuka. Tampak kasat mata sepertinya urut dan mudah. Namun di balik itu, revisi berbolak balik revisi, akan membuat mahasiswa menjadi merasa bodoh, tak berdaya dan akhirnya menyerah.

Ada banyak kisah mahasiswa dalam menyelesaikan studinya, ada yang mengundurkan diri dari perguruan tinggi lain karena masa studi melampaui standar, lantas mengikuti perkuliahan doktoral lagi di tempat lain. Ada yang bisa menyelesaikan di tempat lain, ada ada juga yang sampai detik akhir masa studi deadline, hampir habis, ternyata tugas-tugas tidak terselesaikan. Maka gugur lagi studinya, artinya dua kali menjalani program studi doktor dan gagal meraih gelar tersebut. Jadi, lebih dari 10 tahun menjadi sia-sia dan terbuang percuma semua pengorbanan.

Jadi mengapa kita harus kuliah sampai S3 atau doktor, bagi saya sendiri hidup hanya sekali, masa mau dapat doktor saja tidak bisa. Jika secara fisik dan usia masih ada yang lebih tua, lebih kurang nilai dan prestasi akademis, juga lebih kurang ekonominya dari kita nyatanya bisa doktor.

Dengan profesi sebagai guru honorer di SMK swasta dan dosen tidak tetap di sebuah PTS, Alhamdulillah disaat pandemi covid19 tanggal 23 Desember 2020 saya mampu mempertahankan disertasi " Strategi Mutu dan Daya Saing Perguruan Tinggi Swasta Dalam Rangka Meningkatkan Keunggulan Bersaing Berkelanjutan (studi di Universitas Berbasis IT di Bandung Jawa Barat)".

Menjadi sebuah pemahaman dan keyakinan penulis juga menyarikan serta mengutip sambutan Rektor UII, jika menjadi seorang doktor :

Pertama. Bagi saya sebagai seorang muslim, menuntut ilmu adalah wajib hukumnya. Dlam menuntut , ilmu Rasulullah pun bersabada; "Belajarlah kamu semua, dan mengajarlah kamu semua, dan hormatilah guru-gurumu, serta berlaku baiklah terhadap orang yang mengajarkanmu." (HR Tabrani).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun