Mohon tunggu...
Asep Totoh Widjaya
Asep Totoh Widjaya Mohon Tunggu... Dosen - Keep Smile and Change Your Life

Guru SMK Bakti Nusantara 666-Kepala HRD YPDM Bakti Nusantara 666 Cileunyi Kab.Bandung, Wakil Ketua BMPS Kab. Bandung, Dosen di Universitas Ma'soem, Konsultan Pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pernikahan Massal Pendidikan Vokasi?

7 Agustus 2020   04:40 Diperbarui: 7 Agustus 2020   04:46 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

DUNIA industri terus berubah, kampus vokasi harus mempunyai insting dan sensitif terhadap kebutuhan dunia kerja. Perguruan Tinggi pun harus mampu menjawab kebutuhan masa kini dan masa depan dengan lulusan yang handal dan punya daya saing, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim selalu membuat gebrakan baru. Setelah Merdeka Belajar, dan Kampus Merdeka, terbaru adalah "Pernikahan Massal" sekolah atau kampus dengan industri.

Bukan jumlah sedikit, anggaran sebesar Rp 3,5 triliun dipersiapkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaa (Kemendikbud) untuk mendorong terjadinya kerjasama yang lebih intensif antara pendidikan vokasi dengan dunia usaha dan dunia industri (DUDI). 

Anggaran itu terbagi ke dalam berbagai program yang ditargetkan bisa merangsang pendidikan vokasi menjalin kemitraan dengan dunia industri. Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kemendikbud Wikan Sakarinto mengatakan, program kerjasama pendidikan vokasi dengan dunia industri itu diandaikan sebagai sebuah proses perkawinan massal.

Perkawinan massal yang dimaksud adalah sebuah simbiosis mutualisme antara sektor pendidikan dan dunia industri. Sektor pendidikan yang akan disasar adalah prodi vokasi di PTN maupun PTS, menurut Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi terdapat sekitar 100 prodi vokasi di PTN dan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) ditargetkan melakukan "pernikahan masal" pada tahun 2020 dengan puluhan bahkan ratusan industri.

Harus diakui jika pendidikan di Indonesia sering memiliki inovasi dan gebrakan baru, namun seolah-olah jika ganti Presiden ganti aturan, ganti menteri ganti kebijakan. Sehingga, sebagian masyarakat menganggap pemangku kebijakan sedang melakukan trial and error, akankah peserta didik dijadikan kelinci percobaan? 

Sebuah realita nyata di tengah upaya pemerintah menggenjot kualitas lulusan vokasi dalam negeri, perlu dicari solusi karena jumlah pengangguran dari lulusan SMK dan pendidikan tinggi vokasi yang masih tinggi.


Senyatanya jika terdapat kecenderungan penyelenggaraan pendidikan vokasi hanya menekankan aspek pasokan (supply side) dan tidak menimbang aspek kebutuhan (demand side). 

Padahal, aspek kedua inilah yang justru lebih menentukan tingkat keterserapan lulusan-lulusan lembaga pendidikan vokasi di pasar kerja. Pemerintah harus fokus pada upaya memperbaiki kondisi pendidikan vokasi di Indonesia, vokasi harus benar-benar 'menikah' dengan dunia usaha dan industri.

Banyak hal yang harus dilakukan untuk mempercepat implementasi konsep tersebut, pernikahan massal ini harus terjadi secara simultan dan tidak berhenti untuk improving; 

Pertama, Blue Print perencanaan pendidikan vokasi. Misalnya dengan mengkaji ulang prioritas bidang atau sektor pendidikan vokasi, melakukan perencanaan akan jumlah siswa/mahasiswa vokasi yang akan dididik dan jumlah lulusan vokasi setiap tahun dan jumlah guru/dosen/tenaga ahli/praktisi vokasi yang dibutuhkan untuk mendidik dan melatih siswa/mahasiswa tersebut. 

Kedua, Efektivitas dan efisiensi Dukungan finansial. Jumlah 3,5 Triliyun adalah dukungan dan komitmen serius pemerintah, kemudian dukungan swasta serta dunia industri akan meningkatkan kualitas pendidikan vokasi Indonesia harus tepat guna.

Ketiga, Redesain kurikulum pendidikan vokasi di sekolah/akademi. Perbaikan sistem pendidikan vokasi harus memperkuat link and match dengan dunia usaha dan industri dengan melakukan kajian pada standar pendidikan nasional, misalnya standar kompetensi lulusan, standar proses kegiatan belajar dan mengajar, standar guru/dosen, standar isi (sumber belajar), proporsi pendidikan dan pelatihan, program dan proposional pemagangan, dan lainnya.

Keempat, Fasilitas Infrastruktur. Sekolah atau akademi vokasi harus menyediakan seluruh prasarana/peralatan untuk kerja pratikum dengan kondisi yang sangat mirip dengan dunia usaha dan industri industri yang akan dimasukinya. 

Dunia usaha dan industri pun harus berkontribusi kepada siswa/mahasiswa vokasi dengan pemberian beasiswa, ikatan, dinas, maupun sumbangan alat praktik dan alat-alat praktik yang bagus dapat menunjang pembelajaran.

Kelima, Sertifikasi Kompetensi. Sertifikasi menjadi penting, sehingga cara yang akan dilakukan adalah penyusunan kurikulum akan dilakukan bersama industri. 

Dalam hal ini termasuk sertifikasi di industri masuk ke dalam kurikulum kampus, ataupun sertifikasi kompetensi berlevel internasional mau tidak mau harus dilakukan. 

Dan Keenam. Teaching Industry. Tidak saja hanya berhenti pada aspek pembelajaran, namun perlunya melibatkan mahasiswa dalam membuat produk inovasi dosen maupun perguruan tinggi, kemudian dibuatkan patennya dan diproduksi secara massal agar lebih berdaya guna bagi masyarakat luas.

Alhasil, akankah dari semua evaluasi dan resolusi pendidikan yang berbasis vokasi dan kejuruan harus menjamin kuatnya link and match dengan dunia usaha dan industri sehingga antara penyedia angkatan kerja (supply side) dan pihak yang akan menyerap (demand side) dapat segera terpenuhi. 

Mampukah kompetensinya sesuai tuntutan lingkungan dan perkembangan perubahan jenis pekerjaan, berkewirausahaan, kreatif dan inovatif serta mengedepankan basis pengetahuan dan informasi serta teknologi tinggi.

Bertolak dari hal tersebut maka menjadi utama jika perancang atau penyelenggara pendidikan vokasi sebagai penghasil tenaga kerja terampil harus mulai mengidentifikasi: bagaimanakah sosok ideal lulusan pendidikan vokasi yang siap berkompetisi di era global mulai tahun 2020 dan pada tahun 2045 ketika bangsa Indonesia memasuki usia emas, serta kompetensi lulusan seperti apakah yang diperlukan oleh dunia kerja nasional, regional maupun international.

Sebuah keniscayannya adalah jika pendidikan utama di Indonesia harus berdaulat dan merdeka sesuai tujuan pendidikan nasional sebagai solusi perubahan dan peradaban manusia. Pendekatan pendidikan yang dibutuhkan saat ini pun harus bisa membentuk dan melahirkan Sumber Daya Manusia (SDM) Unggul (competitive advantage) dan memiliki nilai "Panca Jatidiri Insan". Kompetensi lulusan yang memiliki Kecerdasan Hati (Spiritual Quotient), Kecerdasan Intelektual (Intellegence Quotient), Kecerdasan Emosi (Emotional Quotient), Kecerdasan Ketahanmalangan (Adversity Quotient), dan Kecerdasan Kreativitas (Creativty Quoetient).

Senyatanya pendidikan selama ini dipahami hanyalah bagian dari sebuah proses "mengajar" dan "mendidik" di ruangan kelas antara murid dengan guru berikut kurikulum dan metode ajar yang sudah ditetapkan, melewati serangkaian ujian, lalu berakhir dengan diterimanya ijazah. Sementara dalam benak mereka yang menjalani pendidikan itu adalah bagaimana kiranya, setelah selesai mengenyam pendidikan kemudian bisa mendapatkan pekerjaan.

Apabila polanya seperti itu, berarti sekolah, universitas dan lembaga pendidikan hanya berperan sebagai pabrik pekerja saja, yang melahirkan robot-robot berotot lembut, yang bahagia dengan upah yang diterimanya setiap bulan, dan menjalani hidup dengan monoton, hanya seperti itu saja dalam bingkai rutinitasnya. 

Artinya Pendidikan bukan hanya menghasilkan lulusan SDM mesin industri saja, akan tetapi pendidikan harus juga mencetak Sumber Daya Manusia yang berkualitas dari aspek karakter dan kemanfaatannya bagi orang banyak.

Keniscayaannya jika pendidikan harus memiliki komitmen mewujudkan kemandirian negara, dan tuntutan lembaga pendidikan harus memiliki visi jangka panjang. Visi sebagai pelaku ekonomi makro, tidak sebatas mikro. Bukan hanya diberi skill semata, namun juga dibekali karakter sebagai pemimpin sebagaimana amanat tujuan Pendidikan nasional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun