Mohon tunggu...
Aryasatya Wishnutama
Aryasatya Wishnutama Mohon Tunggu... Psikolog/Psikiater

Psikolog yang bertugas di Dinas Psikologi Angkatan Darat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Digital Fatigue dan Krisis Empati di Era Digital

6 Oktober 2025   00:05 Diperbarui: 6 Oktober 2025   00:05 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Digital Fatigue dan Krisis Empati di Era Digital

Oleh: Aryasatya Wishnutama

(Dinas Psikologi Angkatan Darat)

---

"Teknologi memudahkan tugas, tetapi bisa mengaburkan rasa."

---

Pendahuluan

Zaman berubah begitu cepat. Dunia digital telah menjadi bagian dari sistem kerja, komunikasi, bahkan kehidupan pribadi kita. Setiap hari kita berhadapan dengan layar: ponsel, komputer, tablet, hingga sistem digital dalam operasi militer. Informasi datang bertubi-tubi --- cepat, real-time, tanpa jeda.

Namun di balik kemudahan itu, muncul gejala baru yang diam-diam menggerus daya juang mental manusia: digital fatigue, atau kelelahan mental akibat paparan digital berlebihan. Fenomena ini bukan hanya terjadi di kalangan sipil, tapi juga mulai terasa di lingkungan militer modern yang kini semakin terhubung dengan dunia digital.

Kelelahan digital bukan hanya soal mata yang penat atau otak yang jenuh, melainkan juga soal menurunnya kepekaan sosial dan empati. Padahal, di tubuh TNI, empati adalah bagian dari jiwa korsa---jiwa kebersamaan yang menjadi kekuatan sejati seorang prajurit.

---

Apa Itu Digital Fatigue?

Secara psikologis, digital fatigue terjadi ketika otak mengalami kelebihan beban informasi (cognitive overload) akibat terlalu lama berinteraksi dengan perangkat digital. Otak kita dirancang untuk fokus pada satu hal dalam satu waktu. Tapi di era digital, notifikasi, pesan, dan arus data datang bersamaan tanpa henti.

Akibatnya, kapasitas mental berkurang. Individu menjadi cepat lelah, sulit fokus, mudah tersulut emosi, bahkan kehilangan motivasi.

Ciri-ciri umum yang sering muncul antara lain:

Kelelahan mental meski tidak ada aktivitas fisik berat.

Penurunan konsentrasi dan daya ingat jangka pendek.

Kesulitan tidur akibat paparan cahaya biru dari layar.

Iritabilitas emosional, seperti mudah marah atau kehilangan minat sosial.

Menurunnya empati, karena interaksi manusia tergantikan oleh komunikasi virtual.

Dalam istilah psikologi kognitif, ini disebut sebagai mental saturation --- kondisi ketika otak jenuh oleh stimulasi digital tanpa sempat memulihkan diri.

---

Krisis Empati di Dunia Virtual

Kelelahan digital berujung pada krisis empati. Dalam komunikasi digital, ekspresi wajah, bahasa tubuh, dan nada suara sering hilang. Padahal, unsur-unsur inilah yang menjadi kunci hubungan manusia.

Akibatnya, interaksi menjadi dingin dan mekanis. Pesan teks disalahpahami, perintah terdengar kaku, dan hubungan emosional melemah. Dalam konteks kepemimpinan militer, hal ini berbahaya.

Pemimpin tanpa empati akan sulit memahami kondisi bawahannya. Ia mungkin disiplin dan cepat, tapi kehilangan sentuhan kemanusiaan.

Sementara pemimpin empatik mampu membaca suasana batin timnya, menjaga moral, dan menguatkan semangat satuan --- bahkan di tengah tekanan digital yang tinggi.

---

Dampak di Lingkungan Militer Modern

Transformasi digital di tubuh TNI telah membawa banyak kemajuan: sistem informasi personel, pelatihan daring, hingga operasi berbasis data. Namun, kemajuan ini juga membawa tantangan psikologis baru.

1. Overload Informasi (Information Fatigue):

Terlalu banyak data membuat analisis taktis menjadi kabur. Prajurit bisa kehilangan fokus karena terus berpindah antara pesan, laporan, dan sistem daring.

2. Dehumanisasi Komunikasi:

Ketika instruksi hanya lewat teks atau aplikasi, makna emosionalnya hilang. Bawahan bisa merasa tidak dihargai, dan koordinasi menjadi kaku.

3. Kelelahan Mental Kolektif:

Satuan yang terlalu sibuk dengan laporan digital tanpa interaksi sosial nyata bisa kehilangan esprit de corps---jiwa kebersamaan yang menjadi ruh TNI.

4. Gangguan Fokus Lapangan:

Pikiran bercabang antara dunia maya dan dunia nyata, menurunkan kesiapsiagaan situasional (situational awareness).

---

Solusi Psikologis: Kembali pada Keseimbangan

Menghadapi fenomena ini, kita perlu mengembalikan keseimbangan antara teknologi dan kemanusiaan.

Berikut beberapa langkah praktis yang bisa diterapkan di lingkungan kerja maupun satuan militer:

1. Disiplin Digital (Digital Discipline):

Tetapkan waktu khusus bebas layar, terutama setelah jam kerja. Latih diri untuk "pause" dari notifikasi agar otak dapat beristirahat.

2. Interaksi Tatap Muka:

Jadwalkan morning briefing atau coffee talk tatap muka untuk menjaga koneksi emosional di antara anggota tim.

3. Latihan Mindfulness dan Relaksasi:

Latihan pernapasan, meditasi ringan, atau doa terarah bisa membantu memulihkan energi psikologis dan meningkatkan fokus.

4. Pemimpin Empatik:

Pemimpin harus peka terhadap tanda-tanda kelelahan digital anggota. Memberi ruang dialog, mendengar tanpa menghakimi, dan menunjukkan perhatian tulus adalah bentuk kekuatan moral dalam kepemimpinan.

5. Kembali ke Alam dan Gerak Fisik:

Aktivitas fisik di luar ruangan dapat mengembalikan ritme alami tubuh dan menyeimbangkan sistem saraf yang terpapar digital.

---

Penutup: Teknologi Boleh Maju, Tapi Jiwa Jangan Mundur

Kita tidak bisa menolak arus digitalisasi, tapi kita bisa mengatur cara berinteraksi dengannya. Prajurit masa depan bukan hanya harus tangguh secara fisik dan cerdas secara digital, tapi juga kuat secara emosional.

Di tengah derasnya arus teknologi, jangan biarkan empati memudar. Sebab kekuatan sejati bukan hanya pada kemampuan mengoperasikan sistem, melainkan pada kemampuan memahami manusia di balik sistem itu.

---

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun