Mohon tunggu...
Aryanti Dwi Astuti Daeli
Aryanti Dwi Astuti Daeli Mohon Tunggu... Mahasiswa

Menulis adalah caraku bercerita saat mulut tak bisa bicara.

Selanjutnya

Tutup

Love

Layakkah Aku Mendapatkan yang Sempurna?

17 Juli 2025   15:17 Diperbarui: 17 Juli 2025   15:17 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap orang pasti pernah berharap menemukan pasangan yang sempurna. Yang setia, baik hati, dewasa, sabar, penuh kasih, dan bisa memahami tanpa banyak kata.

Kita menggambarkan cinta seperti dalam film, novel, atau dongeng masa kecil, dimana seorang yang akan datang membawa kedamaian, bukan luka dan memberi pelukan, bukan pertanyaan.

Tapi di antara harapan-harapan itu, pernahkah kita bertanya "Layakkah aku mendapatkan yang sempurna?"

Pertanyaan itu terdengar sederhana, tapi jawabannya tidak selalu nyaman.

Kita seringkali menuliskan daftar panjang tentang apa yang kita inginkan dari pasangan. Harus ini, harus itu.

Tapi saat giliran kita melihat ke dalam diri, mungkin kita menyadari ternyata kita masih belajar mengelola emosi, belum bisa mencintai tanpa pamrih, bahkan kadang masih menyimpan luka yang belum sembuh.

Lalu, kalau begitu keadaannya, bagaimana bisa kita berharap seseorang yang sudah selesai datang menemani diri yang masih berantakan?

Bukan berarti kita tidak layak dicintai. Semua orang layak. Tapi mungkin bukan oleh sosok yang "sempurna" karena sesungguhnya, tidak ada yang benar-benar sempurna.

Kita semua hanya manusia yang sedang belajar. Namun, jika kita ingin dicintai oleh seseorang yang matang, dewasa, dan baik hati, maka kita pun harus bertumbuh menjadi pribadi yang sepadan.

Bukan karena cinta adalah transaksi, tapi karena cinta sejati adalah tentang saling tumbuh dan saling layak.

Mencari pasangan yang baik itu sah. Tapi alangkah lebih indah kalau kita memulainya dengan menjadi pribadi yang baik terlebih dahulu.

Bukan demi orang lain, tapi demi kita sendiri. Karena saat kita memperbaiki diri, saat itulah kita menciptakan ruang bagi cinta yang sehat untuk hadir.

Layaknya dua cermin yang saling memantulkan, sering kali yang datang ke dalam hidup kita adalah pantulan dari siapa diri kita. Jika kita penuh amarah, kita menarik yang serupa.

Jika kita penuh kasih, kita membuka pintu bagi kasih. Itulah hukum kehidupan yang sering tak disadari.

"Kita menarik apa yang kita pancarkan."

Maka sebelum menuntut seseorang hadir membawa semua hal yang kita butuhkan, mari bertanya pada diri sudahkah aku mencukupi kebutuhan diriku sendiri?

Sudahkah aku berdamai dengan masa lalu, sudahkah aku belajar mencintai diriku sendiri, sudahkah aku menjadi orang yang bisa mencintai tanpa menyakiti?

Cinta sejati tidak menuntut kesempurnaan, tapi menuntut kesiapan. Siap menerima, siap memberi, siap gagal dan bangkit lagi.

Kadang kita merasa tak layak karena pernah gagal, pernah disakiti, atau pernah menyakiti. Tapi dari kegagalan itu, kita bisa belajar, berubah, dan menjadi lebih utuh.

Tidak harus sempurna, cukup menjadi seseorang yang terus bertumbuh.

Jadi, layakkah aku mendapatkan yang sempurna? Mungkin jawabannya bukan "ya" atau "tidak".

Mungkin pertanyaannya harus diubah. "Apakah aku sedang menjadi versi terbaik dari diriku hari ini?" Karena di situlah jawabannya.

Jika kita terus memperbaiki diri, terus belajar mencintai dengan cara yang sehat, maka tanpa disadari, kita akan menarik seseorang yang juga sedang melakukan hal yang sama.

Cinta tidak akan datang karena kita menunggu yang sempurna.

Ia datang saat kita siap untuk menyambutnya, dengan hati yang tulus dan sikap yang dewasa. Ia tidak datang kepada yang hanya berharap, tapi kepada yang juga berbenah.

Dan mungkin, pada akhirnya, kita tidak butuh yang sempurna. Kita hanya butuh seseorang yang mau bertumbuh bersama-sama melewati hari baik dan buruk, saling menguatkan, saling memaafkan, dan saling mencintai, meski tak selalu mudah.

Karena cinta yang sesungguhnya bukan soal siapa yang paling sempurna, tapi siapa yang paling setia untuk tetap tinggal saat semuanya tidak sempurna.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun