Mohon tunggu...
Aryanta Nugraha
Aryanta Nugraha Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Hobi Olah raga

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dinamika Peran World Economic Forum (WEF) dalam Pembentukan Agenda Economy Global

8 Desember 2023   11:59 Diperbarui: 8 Desember 2023   12:33 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dinamika Peran World Economic Forum (WEF) dalam
Pembentukan Agenda Ekonomi Global

Tulisan ini akan membahas mengenai dinamika peran World Economic Forum (WEF) dalam membentuk agenda-agenda ekonomi global. WEF memiliki peran yang sangat strategis dalam membentuk agenda ekonomi global melalui Pertemuan tahunan di Davos yang merupakan acara global besar yang menyatukan para pemimpin dari bisnis, pemerintah, dan masyarakat sipil untuk membahas masalah dunia yang paling mendesak. WEF juga menghasilkan berbagai laporan dan inisiatif tentang topik-topik seperti perubahan iklim, ketidaksetaraan, dan tata kelola global. Selain itu WEF memfasilitasi kolaborasi antara sektor publik dan swasta dalam berbagai masalah. Tidak heran banyak perjanjian ekonomi dan terobosan ekonomi global telah muncul dari forum ini misalnya pencegahan perang antara Yunani dan Turkiye di kurun waktu 1980an, penyelesaian Eurodebt pada 2012, termasuk memfasilitasi pertemuan antara Yasser Arafat (pemimpin PLO) dengan PM Israel Simon Perez pada tahun 1994.

WEF adalah organisasi non-pemerintah internasional yang didirikan pada tahun 1971 oleh Klaus Schwab. Berkantor pusat di Cologny, Swiss, WEF berkomitmen untuk memperbaiki keadaan dunia dengan melibatkan para pemimpin politik, bisnis, budaya dan masyarakat terkemuka lainnya untuk membentuk agenda ekonomi global, regional dan industri. WEF terkenal karena pertemuan tahunannya di Davos, Swiss, yang menyatukan lebih dari 2.500 orang paling kuat di dunia untuk membahas masalah yang mereka anggap sebagai masalah paling mendesak di dunia.

WEF bermula sebagai Forum Manajemen Eropa, pada tahun 1971, yang mengundang sekitar 450 CEO top Eropa untuk mempromosikan bentuk-bentuk manajemen bisnis a la Amerika.
Forum berubah nama pada tahun 1987 menjadi WEF setelah tumbuh menjadi pertemuan tahunan para elit ekonomi global yang diuntungkan dan mempromosikan perluasan "pasar global." WEF kemudian tempat berkumpulnya para raksasa kekuatan korporat dan finansial.
WEF telah menjadi forum yang konsisten untuk jejaring utama dalam pembuatan kesepakatan antar perusahaan, kadang-kadang terkait dengan soal-soal geopolitik dan untuk promosi tata kelola global di dunia yang berbasis pasar global. WEF juga berfungsi sebagai lembaga sosialisasi bagi elit global yang kemudian sering disebut 'the Davos class' yang meliputi para bankir, industrialis, oligarki, teknokrat dan politisi-politisi penting dunia.

Pembentukan World Economic Forum (WEF) didorong oleh beberapa faktor, antara lain perubahan geopolitik, atau "tatanan dunia" saat itu. WEFdibangun di tengah-tengah kebangkitan Jerman Barat dan Jepang sebagai kekuatan ekonomi terkemuka yang bersaing dengan Amerika Serikat. Pada saat yang hampir bersamaan, krisis minyak tahun 1970-an telah menghasilkan kekuatan ekonomi baru yakni negara-negara petrodollar dan bank-bank global besar yang mendaur ulang uang dari minyak itu, meminjamkannya ke negara-negara Dunia Ketiga. Pada dekade selanjutnya, upaya WEF mempromosikan ekonomi pasar global mendapatkan momentum penting ketika krisis utang tahun 1980-an melanda Amerika Latin. Selama krisis tersebut IMF dan Bank Dunia memiliki kekuatan baru yang sangat besar untuk membentuk kembali struktur ekonomi global dengan mempromosikan "ekonomi pasar" yang sejalan dengan kepentingan oligarki korporasi dan keuangan domestik dan internasional.

Peran WEF dalam kurun waktu 1990an
Selama tahun 1990-an, pertemuan tahunan Forum Ekonomi Dunia menjadi lebih penting dari sebelumnya, dan peran WEF dalam membangun agenda ekonomi dunia menjadi diakui secara luas. Pada pertemuan 1990, fokus pertemuan WEF adalah mendorong transisi Eropa Timur dan bekas negara-negara Uni Soviet ke arah ekonomi berorientasi pasar. Pada pertemuan WEF 1992, Amerika Serikat dan Jerman (yang sudah bersatu kembali) mendorong langkah-langkah drastis untuk memastikan liberalisasi perdagangan dunia, dan melanjutkan upaya untuk mendukung pertumbuhan ekonomi pasar di Eropa Timur.

Salah satu peristiwa yang penting pada pertemuan WEF di kurun waktu 1990an adalah  kehadiran Nelson Mandela, Presiden baru Afrika Selatan pasca apartheid. Seperti yang diceritakan oleh Andrew Marshall, ketika Mandela menghadiri pertemuan WEF Januari 1992 Mandela secara mendadak mengubah pandangannya dari keinginan untuk melakukan 'nasionalisasi tambang, bank dan industri monopoli' menjadi merangkul "kapitalisme dan globalisasi. Kehadirannya di WEF menyadarkan dia mengenai kekuatan ekonomi pasar dan keterbukaan ekonomi bagi Afrika Selatan pada saat itu. Hal ini jelas dari penyataannya, "We either keep nationalization and get no investment, or we modify our own attitude and get investment" (Marshall, 2015).

Selanjutnya, di penghujung periode 1990-an muncul krisis keuangan yang melanda Asia Timur dan Tenggara, Rusia, Afrika dan Amerika Latin. WEF bersama sama dengan kelompok negara-negara G7 menyatakan bahwa untuk mengatasi krisis negara-negara tersebut harus berupaya untuk memulihkan kepercayaan pasar dengan mengadopsi kebijakan reformasi struktural radikal yang tidak populer secara politis, mempromosikan liberalisasi lebih lanjut dan deregulasi pasar untuk membuka diri terhadap kepentingan perusahaan dan keuangan dan investasi dai negara-negara Barat.

Meski demikian, pada akhir periode 1990an WEF mendapat banyak kritik terutama terkait dengan cara kerja organisasi tersebut yang tidak transparan dan tidak memiliki loyalitas nasionalisme, terlalu mengagungkan ideologi neoliberal yang akan memfasilitasi beroperasinya perusahaan-perusahaan besar global, dan karakter organisasi yang sangat elitis dan eksklusif. Pada saat yang sama, resep pembukaan pasar, deregulasi ekonomi, dan pengurangan subsisi yang ditempuh oleh negara-negara yang mengalami krisis keuangan pada akhir 1990an, ternyata tidak mujarab. Selain itu, periode 1990an juga menyaksikan munculnya Gerakan massa global yang menandai munculnya Gerakan anti-globalisasi, seperti yang ditunjukkan pada protes massa pada tahun 1999 terhadap WTO, yang mengganggu pembicaraan perdagangan utama yang berlangsung di Seattle.

WEF di kurun waktu 2000an
Pada awal dekade ini WEF mendapat tandingan dengan munculnya Gerakan World Social Forum (WSF) pada tahun 2001. World Social Forum (WSF) adalah forum terbuka internasional yang menyatukan aktivis, gerakan sosial, dan organisasi non-pemerintah untuk membahas dan mempromosikan alternatif globalisasi neoliberal (Wiyatmoko, 2011).

WSF berkomitmen pada prinsip-prinsip keadilan global sebagai kritik penting bagi prinsip pertumbuhan ekonomi dan perluasan pasar yang dibawa oleh WEF. Secara ringkas WSF menuntut keadilan ekonomi (distribusi sumber daya dan peluang yang adil bagi semua orang), keadilan sosial (penghormatan hak asasi manusia dan kebebasan dasar bagi semua orang), dan keadilan lingkungan (perlindungan lingkungan dan pembangunan berkelanjutan).
WEF merespons dengan dengan mengundang banyak tokoh NGOs sejak tahun 2000. Partisipasi organisasi non-pemerintah dan organisasi nirlaba telah meningkat dari waktu ke waktu, dan bukan tanpa alasan. Menurut jajak pendapat yang dilakukan atas nama WEF sesaat sebelum pertemuan 2011, sementara kepercayaan global terhadap bankir, pemerintah dan bisnis secara signifikan rendah, organisasi non-pemerintah memiliki tingkat kepercayaan tertinggi di kalangan masyarakat.

Ketika krisis keuangan dunia terjadi pada tahun 2008, pertemuan Forum Ekonomi Dunia Januari 2009 menampilkan lebih banyak politisi dunia. Misalnya, Presiden Obama menyerukan pembentukan undang-undang untuk menangani the "too big to fail" banks, dan para pemimpin Eropa menanggapi kemarahan populasi domestik mereka karena harus membayar dana talangan besar-besaran lembaga keuangan selama krisis keuangan. Krisis keuangan ini menghadapkan para eksponen WEF (para top bankir) pada situasi dimana para politisi, regulator dan bank-bank sentral negara-negara maju menginginkan peraturan dan pembatasan yang lebih ketat dalam aktivitas bisnis keuangan dari para politisi yang harus merespons kemarahan publik terkait dengan aktivitas para petinggi bisnis keuangan yang terus menikmati bonus yang tinggi, meski perusahaan keuangan mereka meminta dana talangan dari pemerintah.

Relevansi WEF
Akhir-akhir ini muncul pendapat yang berseberangan mengenai relevansi peran WEF di tengah perseteruan ekonomi diantara negara maju (misalnya antara AS-Cina) dan antara negara maju dengan negara berkembang. Hal ini terutama ditandai dengan naiknya Donald Trump pada tahun 2016 dan keberhasilan referendum Brexit di Inggris. Peristiwa-peristiwa ini menyimbolkan pukulan bagi visi WEF mewujudkan dunia tanpa batas bagi ekonomi pasar telah dikalahkan oleh logika politik menyangkut geopolitik dan kepentingan ekonomi yang nasionalistik dan proteksionis.

Pendapat bahwa WEF menurun relevansinya didukung oleh beberapa fakta, misalnya jumlah peserta pada pertemuan tahunan WEF di Davos telah menurun dalam beberapa tahun terakhir. Pada 2015, ada lebih dari 2.500 peserta di pertemuan Davos sementara pada tahun 2023 hanya ada sekitar 1.500 peserta. Hal yang cukup menohok adalah ketidakhadiran Donald Trump dan PM Inggris Theresa May pada pertemuan WEF tahun 2019.
Pendapat mengenai menurunnya pengaruh WEF juga didukung oleh fakta semakin meningkatnya perseteruan geopolitik akhir-akhir ini misalnya antara Rusia dan Barat, Cina dan Barat, Cina dan tetangganya dan sebagainya.
Alhasil, alih-alih panel di WEF membahas perjanjian perdagangan bebas dan agenda ekonomi dunia lainya, banyak sesi WEF didominasi isu tentang perang ekonomi. Para pemimpin politik dan bisnis bergulat dengan fakta bahwa saat ini cadangan bank sentral dapat disita, bank-bank komersial dapat dengan cepat terputus dari sistem pembayaran internasional SWIFT (Society for Worldwide Interbank Financial Telecommunications) dan aset swasta berpotensi disita untuk membayar biaya rekonstruksi suatu negara (Leonard, 2022).

Namun, ada juga bukti yang menunjukkan bahwa peran WEF tidak menurun, bahkan telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Misalnya, WEF telah memperluas jangkauannya ke bidang-bidang baru, seperti perubahan iklim dan teknologi. WEF juga menjadi lebih terlibat dalam implementasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
WEF juga telah memperkuat kemitraannya dengan pemerintah, bisnis, dan organisasi masyarakat sipil. Kemitraan ini telah membantu WEF untuk mengembangkan dan menerapkan inisiatif baru untuk mengatasi tantangan global (Michaelson, 2019).

Referensi

Leonard, Mark, 'The Decline and Fall of Davos Man,' The Strategis, 31 May, 2022, https://www.aspistrategist.org.au/the-decline-and-fall-of-davos-man/, diakses 25 November 2023.
Marshall, Andrew, 'World Economic Forum: A History and Analysis,' Transnational Institute, 20 januari 2015, https://www.tni.org/en/article/world-economic-forum-a-history-and-analysis, diakses 25 November 2023.
Michaelson, Christoper, 'Why the Davos Elites are still Relevant,' The Conversation, 19 Januari 2019, https://theconversation.com/why-the-davos-elites-are-still-relevant-110411, diakses 25 November 2023.
Wiyatmoko, B. Aswin, 'Strategi Perlawanan World Social Forum terhadap Globalisasi Neoliberal (2001-2008), Jurnal Global dan Strategis, th. 5, No. 1, 2011, pp. 59-74.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun