Keberadaan Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK) dan revisinya melalui UU Nomor 6 Tahun 2023 telah menimbulkan kekhawatiran terkait potensi resentralisasi kekuasaan yang bertentangan dengan semangat otonomi daerah yang dijamin oleh UUD 1945.
Kewenangan Daerah yang Tergerus
UU Cipta Kerja mengalihkan sejumlah kewenangan strategis dari pemerintah daerah ke pemerintah pusat, termasuk dalam hal perizinan usaha, pengelolaan lingkungan hidup, dan tata ruang wilayah. Sebelumnya, kewenangan ini berada di tangan pemerintah daerah sesuai dengan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Perubahan ini menimbulkan pertanyaan: Apakah langkah ini memperkuat koordinasi nasional atau justru melemahkan kapasitas daerah dalam mengatur urusan rumah tangganya sendiri?
Sistem OSS dan Peran Daerah yang Terkikis
Penerapan sistem perizinan terpadu melalui Online Single Submission (OSS) yang dikelola oleh pemerintah pusat menempatkan pemerintah daerah hanya sebagai fasilitator. Hal ini mengurangi peran aktif daerah dalam menentukan arah pembangunan dan menilai kesesuaian investasi dengan kebutuhan lokal.
Konstitusi dan Asas Subsidiaritas yang Terabaikan
Dari perspektif hukum tata negara, langkah resentralisasi ini bertentangan dengan Pasal 18 UUD 1945 yang menjamin otonomi daerah, serta asas subsidiaritas yang menekankan pengambilan keputusan oleh pemerintahan yang paling dekat dengan rakyat.
Putusan Mahkamah Konstitusi, seperti Putusan Nomor 137/PUU-XIII/2015 dan 56/PUU-XIV/2016, menegaskan bahwa pembatalan kebijakan daerah oleh pusat harus melalui mekanisme hukum yang sah dan tidak dilakukan secara sepihak.
Partisipasi Publik yang Minim