Mohon tunggu...
Arya Putra
Arya Putra Mohon Tunggu... Lainnya - penulis lesu

mahasiswa telekomunikasi yang berkomunikasi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

Bagaimana Wacana Green Jobs Menciptakan Gerakan Massa Melawan Krisis Iklim?

16 April 2022   13:34 Diperbarui: 29 April 2022   22:41 394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Pertama, peningkatan ekonomi. Sejak 2016, berdasar laporan World Economy Forum: Future of Jobs  berbagai sector industri mulai beralih ke Green Economi. Hal ini disebabkan isu perubahan iklim yang mengkhawatirkan serta menipisnya sumber daya alam. Coaction Indonesia mencatat kebutuhan tenaga kerja langsung di bidang energi terbarukan dalam target RUEN (Rencana Umum Energi Nasional) pada tahun 2030  mencaai 430.000 tenaga kerja. Jumlah tersebut masih bertambah hingga 1,7 juta di 2050 karena munculnya berbagai pekerjaan baru.

Peneliti Coaction Indonesia, Siti Koiromah menjelaskan selama (contoh) pekerja marketing berusaha memasarkan produk yang menjaga kelestarian lingkungan seperti solar panel, maka pekerjaan itu termasuk Green Jobs. Green jobs mampu menjangkau berbagai bidang pekerjaan selama itu memiliki lima prinsipnya. Termasuk bidang non teknik seperti wartawan, fashion desainer, digital marketer, seniman, dan lain-lain.

Salah satu bentuk startup aplikasi berbasis Green jobs adalah Surplus. Dengan moto "Save food, Save budget, save planet", Surplus bergerak untuk menyelamatkan makanan sisa yang masih layak agar bisa dijual lagi dengan harga murah. Mereka fokus pada isu food waste dan menggabungkan konsep layaknya gofood sehingga menarik pembeli untuk menyelamatkan makanan sisa.

Contoh lainnya adalah Jurnalisme Hijau yang diterapkan oleh VICE Indonesia saat meliput sekolah pangan di daerah kekeringan dan CNN Indonesia dengan liputan konservasi gunung yang mengalami krisis air. Seseorang tidak harus memiliki latar belakang keahlian isu lingkungan untuk menjadi  pekerja hijau. Mereka hanya perlu peduli dan memanfaatkan keahlian, platform, dan modal mereka untuk melestarikan lingkungan.

Belajar dari penerapan Green Jobs, Indonesia dapat melihat peluang dari keberhasilan Vietnam. Berkat dorongan pemerintah dengan memberi insentif FiT bagi industri listrik untuk meningkatkan energi terbarukan, kini muncul iklim investasi baru, mobilisasi pendanaan dan lapangan kerja baru. 

Data dari International Finance Corporation menjelaskan jika pemulihan ekonomi hijau untuk 2020-2030  di China, Indonesia, Vietnam dan Filipiana memiliki potensi 5,1 trilius dolar AS, 98,8 juta pekerjaan baru dan mengurangi emisi gas rumah kaca hingga 2 ribu juta ton. Maka jelaslah bahwa green jobs akan menjadi trend, akibatnya adalah peluang baru karena pekerjaan lama yang ditinggalkan dan keuntungan ekonomi yang mengintai di depan mata.

Pendidikan 

Kedua, pendidikan memegang peran penting dalam membentuk pola pikir hijau untuk generasi muda. Guru yang mengajarkan krisis iklim akan membentuk pola pikir dan menghasilkan siswa yang peduli akan lingkungan.

Penelitian dari Elizabeth Marks (2021) menjelaskan jika literasi mengenai krisis iklim yang tepat mampu memberikan pemahaman risiko dan ancaman perubahan iklim. Sekolah dapat membantu siswa untuk mengevaluasi informasi saintifik yang mereka terima. Dampaknya emosi dan nilai sosial dapat terbentuk dan menjadi panduan anak muda dalam menyikapi perubahan iklim.

Hal ini diperkuat oleh Mary & Michael (2015) yang menyoroti Programme Of International Student Assessment (PISA) di 72 negara. Dijelaskan jika terdapat korelasi antara model kurikulum dengan kesadaran krisis iklim pada siswa. Contohnya di Swedia dengan nilai PISA tertinggi mampu menghasilkan siswa yang kritis terhadap krisis iklim. Pendidikan hijau ini juga yang melahirkan Gretha Thunberg, aktivis muda yang memelopori gerakan krisis iklim di seluruh dunia.

Berdasarkan kedua data di atas  dapat disimpulkan jika pendidikan hijau dapat melahirkan siswa yang peduli pada krisis iklim. Siswa yang sejak dini dilatih telah memahmi isu ini akan mampu menerjemahkan data saintifik dan menggabungkan dengan pengalaman sehari-hari mereka, alhasil isu krisis iklim lebih dekat dan nyata.

Mereka dapat membuat utas di twitter, meme kritik, konten tiktok, lukisan, komik, film dan karya pop culture yang relevan dengan zamannya. Dengan gaya modern, fleksibel dan unik, pendekatan mereka akan lebih mudah memviralkan isu lingkungan. Suara anak muda meski dinilai kurang berpengalaman namun disampaikan secara blak-blakan dan bebas kepentingan politik, alhasil mereka lebih mudah dipercaya oleh masyarakat awam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun