Mohon tunggu...
Arwin Setio Hutomo
Arwin Setio Hutomo Mohon Tunggu... Penulis - The man who likes to crafting his mind on words I Ex fulltime content writer at Jendela360 I Contact: arwinsetiohutomo@gmail.com

Jadilah dirimu sendiri. Karena aku adalah aku.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

P3YC 2015: Kontribusi Pelindo III dalam Mencetak Generasi Muda Sadar Budaya Maritim

21 Desember 2015   22:35 Diperbarui: 21 Desember 2015   22:42 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Indonesia sebagai Negara Kepulauan

[Peta Indonesia (sumber: image.google.com)]

Ketika berbicara tentang Indonesia, maka yang terbesit adalah Indonesia merupakan negeri yang indah dan eksotis. Namun, ketika berbicara Indonesia sebagai sebuah negara, maka akan banyak topik yang dapat dibicarakan. Tetapi, ada satu hal pokok yang penting ketika membicarakan sebuah negara, yaitu unsur wajib yang harus ada pada internal negara. Unsur-unsur tersebut adalah wilayah, masyarakat, dan pemerintah yang berdaulat. Namun, satu diantara tiga unsur tersebut yang ditekankan pada artikel ini adalah unsur wilayah.

Berbicara tentang wilayah Indonesia, maka tidak dapat dipungkiri bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan. Indonesia terdiri atas kurang lebih 17.000 pulau yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Negara kepulauan sendiri dapat dipadankan dengan konsep Archipelagic State. Konsep negara kepulauan digagas oleh Indonesia melalui Deklarasi Juanda pada 13 Desember 1957 dan diakui melalui keputusan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS) pada 10 Desember 1982 (Lapian, 2011:2). Keputusan tersebut diratifikasi oleh Indonesia melaui dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 Tentang Pengesahan United Nations Convention on The Law of The Sea (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut). Secara etimologis, archipelagic state terdiri atas dua kata, yaitu archipelagic/ archipelago dan state (negara). Kata Archipelago sendiri dalam kamus Oxford (dalam www.oxforddictionaries.com) berasal dari bahasa Yunani Arkhi yang berarti utama dan Pelagos yang berarti laut. Maka, secara etimologis Archipelagic State diartikan sebagai negara laut yang utama. Hal tersebut menandakan bahwa wilayah suatu archipelagic state mayoritas adalah lautan. Sedangkan, definisi tentang Archipelagic State sendiri yang tertera dalam Preamble to The United Nations Convention on The Law of The Sea (dalam http://www.un.org/depts/los/convention_agreements/texts/unclos/part4.htm), bagian IV tentang Archipelagic State, pasal 46, dikatakan bahwa archipelagic state merupakan: “archipelagic State" means a State constituted wholly by one or more archipelagos and may include other islands.” Sedangkan, yang dimaksud dengan archipelago adalah sebagai berikut:

"archipelago" means a group of islands, including parts of islands, interconnecting waters and other natural features which are so closely interrelated that such islands, waters and other natural features form an intrinsic geographical, economic and political entity, or which historically have been regarded as such.”

Dari definisi tersebut, maka dapat ditarik sebuah pengertian bahwa negara kepulauan atau archipelagic state merupakan sebuah negara yang terdiri pulau-pulau yang dihubungkan dengan laut dan sumber daya alam lain didalamnya yang saling berhubungan satu sama lain, baik secara secara geografis, ekonomi, dan entitas politik. Artinya, bahwa fungsi laut dalam konsep negara kepulauan adalah sebagai pemersatu wilayah, bukan sebagai pemisah. Laut berfungsi sebagai penghubung antar wilayah negara. Maka, Adrian B. Lapian dalam bukunya mengatakan bahwa paradigma tentang Indonesia yang benar adalah “negara laut yang ada pulau-pulaunya” (dalam Lapian, 2011:2)

Dengan status Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan, artinya bahwa lautan Indonesia merupakan sebuah potensi besar untuk dikembangkan. Pengembangan tersebut dilakukan baik dari faktor politik, ekonomi, sosial serta budaya. Dengan adanya pengembangan laut, maka tidak mungkin cita-cita sang proklamator bangsa, Ir. Soekarno, untuk mengembalikan kejayaan Indonesia sebagai bangsa maritim dapat tercapai. Namun, diperlukan konsistensi dan sinergi antara pemerintah sebagai pembuat kebijakan, masyarakat sebagai warga negara, serta para pihak terkait lainnya dalam menciptakan kejayaan maritim tersebut sehingga cita-cita sebagai bangsa maritim tidak menjadi angan-angan belaka.

“Indonesia as World Maritime Axis”, Sebuah Visi Besar Pemerintah Indonesia

Cita-cita Indonesia untuk membangun kembali bangsa maritim yang kuat sebenarnya telah lama muncul. Sejak awal kemerdekaan Indonesia, konsep poros maritim ini telah digagas oleh Presiden Soekarno. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, kebijakan-kebijakan pemerintah ternyata terlalu memunggungi laut. Akibatnya, pengembangan laut sebagai sumber daya yang potensial pun teralienasikan.

Namun, sebuah visi besar muncul ketika Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK) naik ke kursi RI 1 dan RI 2 pada 2014 silam. Jokowi menggagas kembali cita-cita Indonesia sebagai bangsa maritim yang telah lama hilang. Dengan adanya gagasan tersebut, maka dapat tergambar jelas bahwa arah kebijakan-kebijakan pemerintahan Jokowi-JK selama lima tahun ke depan lebih pro-maritim. Dengan demikian, maka ada harapan muncul untuk merealisasikan cita-cita Indonesia sebagai poros maritim dunia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun