Hujan dan Maaf yang Terselip
Langit sore selalu punya cara sendiri untuk membuatku jatuh cinta pada kampungku. Warna jingga yang memudar, angin yang berembus lembut, dan suara jangkrik yang mulai terdengar seolah menjadi saksi bisu kisah persahabatan yang tumbuh sejak kami masih kecil---kisahku dan Aini.
Aku dan Aini adalah dua orang yang bersahabat. Kami sudah bersahabat sejak kami baru mempunyai dua buah gigi di bagian bawah. Kami tinggal di kampung yang sama dan rumah yang berdekatan dari dulu hingga sekarang. Aku dan Aini seperti sesuatu yang tidak bisa dipisahkan.
Setiap hari, kami selalu bermain bersama. Kami sangat sering bermain masak-masakan, memanjat pohon, bermain kejar-kejaran, dan juga bermain sepeda. Kami tidak akan berhenti bermain dari pagi sampai petang sebelum dua orang menghampiri kami seraya berkata, "Pulang!! Hari udah sore!! ".
Kami bermain masak-masakan bukan beralatkan kompor dan berbahankan ikan, tetapi berbahankan dedaunan dan tanah yang dicampurkan. Itu adalah masakan terenak. Kami bermain masak-masakan di bawah sebuah pohon jambu yang kami jadikan sebagai rumah. Dulu, memanjat pohon adalah hal yang mudah, sekarang entahlah.
Setelah itu, kami akan bermain sepeda di lapangan. Sepeda yang kami mainkan bukanlah kepunyaan kami sendiri, tetapi sepeda itu adalah milik pamanku. Kami memainkannya secara bergantian tanpa bertengkar, "Walau kadang-kadang bertengkar sih....".
Jika kami sudah lelah untuk bermain sepeda, kami akan pergi ke kebun kakekku untuk membantu kakek di sana. Seperti memetik cabai dan memberi pupuk. Kadang, kami berlari-larian di kebun kakek sampai terdengar kakek berteriak, " Hei!! Kalian jangan lari-lari, nanti kalian jatuh!! ".
Suatu sore, aku dan Aini kembali meminjam sepeda milik pamanku. Kami bermain sepeda di lapangan bola dekat rumah kami. Kami bermain bergiliran, tetapi karena kami sama-sama ingin memainkannya duluan, kami jadi rebutan dan berujung dengan pertengkaran.
Karena pertengkaran itu, setiap kami bertemu, kami tidak lagi saling menyapa. Aku dan Aini terus diam-diaman, sehingga membuat suasana menjadi canggung. Tetapi, kami tidak pernah mengadukan dan menceritakan tentang pertengkaran itu kepada orang tua kami.
Keesokan harinya, hujan turun dengan deras di kampung tempat kami tinggal. Hujan itu menjadikan jalanan di kampung menjadi becek dan banyak genangan air. Setelah hujan reda, aku disuruh bunda untuk membeli beras di warung. Dan aku pun pergi ke warung untuk membeli beras.
Saat hampir sampai di warung, aku terpeleset dan terhempas ke jalanan. Saat itu, tidak ada orang di sana. Tanpa aku ketahui Aini telah ada di sampingku dan menolongku untuk berdiri.