Mohon tunggu...
Abahna Gibran
Abahna Gibran Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis dan Pembaca

Ingin terus menulis sampai tak mampu lagi menulis (Mahbub Djunaedi Quotes)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Surat dari Seorang TKW untuk Suaminya

24 September 2018   12:44 Diperbarui: 24 September 2018   20:18 409
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: womantalk.com)

Terlebih lagi bukankah kau sudah memberi ijin secara tertulis, dan dibubuhi meterai pula. Dirimu menyatakan tidak keberatan, dan ikhlas selama dua tahun aku tinggalkan. Bisa jadi karena itulah aku memiliki kekuatan untuk membulatkan niat, demi menggapai harapan agar menjadi kenyataan.

Benarkah impian dan harapan itu akan menjadi kenyataan?

Andaikan saja karena naluri sebagai seorang istri sudah tidak kumiliki  lagi, bisa jadi setelah selesai kontrak kerjaku kita akan segera dapat berkumpul kembali. Tapi karena kepekaanku justru telah mengobrak-abrik semuanya, apa boleh buat. Terpaksa aku harus memperpanjang kontrak kerja dengan majikanku, atawa mungkin juga aku pergi entah kemana. Hanya saja yang jelas aku tidak akan mungkin kembali untuk berkumpul denganmu dan anak-anak kita lagi.

Ya, kepekaan dan naluri sebagai perempuan, membuatku diam-diam menghubungi beberapa sanak kerabat dan tetangga kita. Aku ingin tahu pasti kabar beritamu. Keadaanmu. Juga segala hal tentang dirimu selama aku tinggalkan.

Uang yang selama ini rutin aku kirim ke kampung, selain digunakan untuk membangun rumah, menurut mereka, juga digunakan olehmu untuk nikah lagi dengan seorang janda yang rumahnya terhalang dua petak kebun milik orang. Bahkan untuk lebih meyakinkan kabar tersebut, aku menelpon Si Sulung, saat kau pergi menyabung ayam aduanmu.

Awalnya anak kita mengelak dengan pertanyaanku. Tapi setelah terus kudesak, ahirnya dia membenarkan kabar pernikahanmu itu.

Sungguh. Aku sungguh-sungguh semakin faham dengan kelakarmu saat malam terahir keberangkatanku. Sehingga apa boleh buat, aku sendiri ahirnya sadar. Perpisahan adalah jalan terbik untuk kita. Karena aku sendiri tak mau bersikap munafik.

Sebagai seorang perempuan yang selama sepuluh tahun selalu satu ranjang dengan lelaki yang menggaulinya hampir setiap malam, setelah kita berjauhan, aku merasakan ketidakmampuanku untuk menahan hasrat berahi yang menggebu. Malam-malamku di negeri para nabi itu selalu rindu untuk dibelai, dan dicumbu dengan penuh gelora nafsu.

Sehingga ahirnya pertahanku jebol juga. Pinangan seorang pria asal Pakistan dengan sukacita aku terima. Bukankah katamu juga ketika itu hanya enam bulan saja tidak mendapat nafkah, seorang istri berhak mendapat talak. Sementara kita sudah hampir dua tahun berpisah. Maka statusku pun sudah bukan istrimu lagi. Sebagai seorang janda, aku pun bebas mendapatkan jodohku sendiri.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun