Kala Bucin MelandaÂ
Budak cinta (Bucin), semua orang yang jatuh cinta pasti mengalami. Apapun akan dilakukan demi kekasih yang sangat dicinta.
Kala bucin, dunia seakan milik berdua. Inginnya selalu dekat, lengket kayak permen karet. Kemana-mana selalu berdua. Hujan badai dan terik matahari tak kan pernah menjadi penghalang untuk menemui dan selalu dekat dengan sang kekasih pujaan.
Kala bucin pula, apapun yang diminta sang kekasih pujaan akan dipenuhi. Samudera diseberangi. Puncak tinggi didaki. Matipun rela dijalani, demi Si Do’i. Ya apa nggak?...hahhaaa…
Semua tempat penuh guratan indahnya cinta. Pantai menjadi saksi. Sungai-sungai menjelma puisi cinta sejati. Hutan belantara penuh memori janji-janji manis nan suci. Terpatri lekat di kedalaman hati.
Harapan Tak Sesuai Kenyataan
Tetapi… kadang harapan tak sesuai kenyataan. Ada balada dalam cinta berbunga-bunga. Ada banyak pertimbangan menjalin abadinya janji suci yang tak mudah ditepati.
Janji sehidup semati tinggallah janji. Sebab orang tua tidak dan atau kurang merestui.
Langit serasa runtuh. Bumi terbelah. Airmata…kadang menetes tiba-tiba. Bucin sungguh gelap rasa.
Jalan pintas menjadi pilihan. Menutup cerita indah dalam album kenangan perihnya luka sembilu. Ghosting, kadang rela dilakukan untuk mengubur kenangan indah yang ada.
Ya… Ghosting. Menghindar dan menghilang dari kehidupan Si Do’i. Apakah menjadi pilihan terbaik?...
Bagi yang pernah merasakan bucin, jelas ghosting menjadi pukulan telak. Sesak dada sering dirasa dan sulit dilupakan. Tetapi, apa hendak dikata, restu orang tua tetap menjadi pertimbangan utama.
Bagaimana Bersikap?
Lahir, jodoh, dan mati sudah ada yang mengatur. Pameo yang begitu kuat mempengaruhi alam pikiran manusia.
Keinginan mengejar jodoh hingga mengalami bucin, begitu mudah membentur tembok restu orang tua. Faktor kemapanan, kedewasaan bersikap, bahkan fisiologis dan psikis terkadang mampu mengkandaskan harapan sepasang kekasih.
Mungkin bagi yang lebih mengedepankan rasa, restu orang tua adalah kesempurnaan menjalin hubungan kasih sayang. Sebab, kasih sayang bukan hanya untuk berdua, tetapi juga untuk keluarga dari kedua belah pihak.
Putus hubungan secara baik-baik dan bahkan berakibat ghosting, mungkin pilihan terbaik bagi sebagian yang mengalami kegagalan menjalin hubungan karena restu orang tua. Menerima keadaan adalah jalan terbaik dan berharap dapat menemukan pasangan yang lebih baik pula.
Pilihan ini jelas akan mendapat penilaian miring. Mengapa? Karena sebagian orang akan menilai kurang gigih memperjuangkan wujud cinta sejati. Apakah salah? Jelas tidak, sebab setiap individu mempunyai pertimbangan yang kadang berbeda dengan orang lain.
Maka, berbahagialah bagi pasangan yang hubungannya direstui orang tua kedua belah pihak. Sebab, tidak semua pasangan mengalami dan merasakan gelombang jalinan kasih sayang sesuai harapan dan begitu indah pada akhirnya.