Penanda waktu di dinding berdentang dua belas kali. Malam direnggut sunyi. Tak terdengar suara binatang ataupun manusia. Hanya bunyi tombol keyboard tua masih gemeretak dari arah kamar Brata.
Hawa pengap mulai menyergap. Segera Brata beranjak dari kursi yang sedari tadi ditindihnya. Berat berjalan ke arah pintu. Perlahan dibukanya pintu yang sedikit menjerit dimakan usia.
Masih hening dan agak gelap. Maklum, letak kamar paling pojok belakang, hanya dijatah lampu redup remang. Belum lagi bau air dari kamar mandi. Meskipun disiram beberapa kali, bau khas comberan masih ramah menyapa hidung Brata.
Brata berjalan ke ruang tamu. Deretan pintu kamar kost tak satupun ada yang terbuka. Para penghuni nampaknya telah dibuai mimpi.
Mata Brata tertuju pada kursi panjang. Warnanya yang abu-abu, terkesan tua dan lusuh. Di situ tergeletak sebuah mainan. Bukan mainan mewah. Hanya mainan pesawat yang terbuat dari kertas.
Oleh Brata, diambilnya mainan pesawat kertas. Ada niat untuk diterbangkan, diurungkannya. Brata hanya sekedar memandangi mainan pesawat kertas itu.
"Hemmmm.... Milik siapa mainan ini?"
Brata mencoba mengingat pemilik mainan pesawat kertas. Tak menemukan jawab. Diantara penghuni kost, tak ada yang pernah sekalipun membawa serta anak-anak bermain.
"Ah.... Ngapain dipikirin"
Brata segera kembali ke kamar sembari membawa mainan pesawat kertas. Sesampai di kamar, diletakkannya mainan pesawat kertas di atas lemari pakaian.
Bunyi detak jam dinding masih menemani kesendirian Brata. Komputer yang masih menyala, kembali mengusik pikiran Brata untuk meneruskan pekerjaan tugas kuliah yang belum tuntas. Pikirannya kembali fokus, ditemani desiran angin dari arah pintu kamar yang ia biarkan terbuka lebar.