Mohon tunggu...
ari rizal
ari rizal Mohon Tunggu... -

Saya seorang wartawan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Membunuh Kejujuran

10 Agustus 2011   08:52 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:55 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

SUATU hari, Rasulullah saw didatangi oleh seorang pemuda. Ia menguji kebaikan risalah yang disampaikan Muhammad. Kepada Muhammad ia menyampaikan keinginan yang besar untuk bersyahadat, namun bertumpuk persyaratan yang diberikannya.

Muhammad bersabar dengan persyaratan si pemuda. " Saya akan bersyahadat, tapi saya ingin tetap berbuat keburukkan, tetap mabuk-mabukan, tetap berbuat maksiat..." Muhammad mengangguk saja. " Begitu saja?" tanya si pemuda. Muhammad kemudian menambahkan," Boleh saja kamu tidak melakukan kebaikan, tapi satu hal kamu harus jujur..."

Si pemuda itu bertemu kembali dengan Muhammad beberapa waktu kemudian. Kepada Muhammad ia berkata, ternyata jujur itu tidaklah sederhana. Bagaimana mungkin ia bersyahadat, tetapi tetap melakukan keburukkan. Bathinnya tidak bisa berbohong. Lelaki itu kemudian menjadi sahabat terbaik Muhammad.

Jujur memang kata yang sederhana. Namun, sangatlah berat untuk mewujudkan dan menjaganya. Kejujuran bagi banyak orang teramatlah mahal. Jujur tak hanya menghendaki lafas, ia kadang menuntut pengorbanan. Namun, kekuatan jujur dapat mengalahkan, tebing, gunung yang menjulang.

Jujur itu seperti menggenggam bara yang menyala di tangan. Panasnya kejujuran melelehkan kepalan, ketika ia berhadapan dengan kebohongan. Jujur di tengah kebohongan, itu sebuah makna besar tentang kepahlawanan. Karenanya, tak banyak orang yang memilih untuk jujur.

Seorang anak SD di sebuah kampung kecil di Jawa berjuang untuk seutas kejujuran. Kepada sang ibu, ia mengaku memberi contekan kepada teman-temanya dalam Ujian Akhir Sekolah. Ia melakukan semua itu atas perintah sang guru dan kepala sekolah. Si ibu pun melaporkan kejujuran anaknya itu. Dan ia mendapatkan 'hadiah' dari para pecinta kebohongan. Ia dicaci, dimaki, diancam, oleh barisan orangtua murid yang tak menerima nama baik sekolahnya dicorengkan. Hukuman bagi si pembongkar aib!

Aneh bin ajaib di negeri ini. Kejujuran dipandang sebagai sesuatu yang memalukan. Orang jujur dimarginalkan, bahkan dihinakan. Ketidakjujuran justru dijadikan budaya dan nilai bersama. Orang jujur di tengah para pembohong, seperti alien yang jatuh dari langit antah-berantah.

Kalau ada pejabat yang tidak korupsi, itu aneh. Karena itu, pejabat ramai-ramai korupsi. Korupsi pun dibagi-bagikan kepada bawahan. Jadilah ia, pimpinan yang disegan. Korupsi itu kalau sendiri makan hasil kejahatan, tapi kalau dimakan bersama-sama, ia berubah 'halal'. Korupsi satu rupiah, itu bodoh. Korupsi bertriliunan rupiah, ia dianggab luar biasa. Tak peduli itu uang hasil korupsi, yang penting bisa sato sekaki.

Kejujuran dikalahkan kepentingan, kuasa dan nama baik. Ajaib di negeri ini, orang-orang jujur malah dipenjarakan. Khairiansyah, kejujurannya membongkar kasus suap di BPK, tapi ia dipenjarakan. Susno Duadji bernasib serupa. Dan masih banyak lagi kejujuran dibungkam oleh kesemena-menaan. Orang-orang jujur kemudian menjadi manusia langka, atau pantas sebagai situs purbakala untuk dimuseumkan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun