Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Thitiphan dan Kawin, Dua Nama Pemain Thailand, Bahan Penghibur Kekecewaan

30 Desember 2021   09:51 Diperbarui: 30 Desember 2021   09:59 989
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Thitiphan Puangchan, gelandang Thailand I Gambar : via Pik rakyat

Sudah dari subuh, hujan yang disertai petir turun dari langit Kota Kupang. Cuaca begini membuat saya sempat malas untuk ke kantor, namun saya kira alpa ke kantor di hari terakhir kerja bukan cara yang manis untuk mengakhiri tahun.

Sesampai di kantor, hujan sudah mereda, rintik, tapi tetap mendung. Langit yang mendung pekat serupa benar dengan wajah para pecinta timnas  di kantor, yang sdang duduk berjejer. Mereka juga ikut-ikutan mendung, lesu.

Berbeda dengan kemarin, waktu langit masih cerah, di kantin kantor, mereka (termasuk saya) nampak berapi-api, seperti para orator demonstrasi yang memekikkan seruan dan spirit bahwa akan ada kemenangan gemilang atas Thailand di final leg 1 Piala AFF 2020.

"Ini waktunya..." kata Robert.

"Tapi kita....mesti..." belum selesai menujukan kemampuan analisa amatir saya, Robert sudah teriak lagi,

"Ini waktunya Om Arnold!"  pekik Robert lagi seperti orang yang kerasukan, membuat saya dan yang lain sempat kaget, dan tertawa.

Robert jelas tidak kerasukan, tapi ya, begitu sudah.

Jika sudah terlalu percaya diri, kita seringkali terbang terlalu tinggi, hingga tak mau menengok ke bawah, dengan segala kemungkinan. Nyangkut di tiang listrik, atau bahkan jatuh terguling-guling.

Saya sih gemes dengan orang beginian, ingin balas teriak juga, tetapi saya sadar bahwa saya juga sering begini. Saya begini, dia begitu, sama saja.

Wajar. Sudah begitu lama harap untuk Indonesia menjadi juara Piala AFF itu terpatri. Asa itu semakin membubung tinggi, ketika Asnawi Mangkualam dkk berhasil melaju ke final.

Bukan itu saja, Shin Tae-yong sudah bertransformasi menjadi seperti Pep Guardiola di Manchester City bagi pecinta timnas. Disayang karena dianggap memiliki kemampuan taktik yang mumpuni. Ya disayang, cinta.

Cinta itulah yang membuat wajah kami (baca : pendukung timnas) nampak muram pagi ini. Seperti cinta yang tersakiti. Walaupun pernah berulang-ulang tetapi cinta, disakiti, ya tetap sakit.

Saya yang biasa memulai obrolan tentang timnas, mesti berhati-hati pagi ini melihat wajah-wajah yang tak bersahabat ini. Apakah saya perlu memancing, dengan meminta pendapat mereka tentang penampilan Witan dkk? Saya kira, jangan.

Memang bukan sumpah serapah yang keluar, tetapi nampaknya tidak akan mengobati luka yang disebabkan kebobolan empat gol tanpa balas itu.

Tiba-tiba saya memiliki ide pembicaraan yang pas, setelah tadi malam sempat berhasil mengalihkan perhatian dari "pembantaian" yang dialami oleh timnas.

Saya memang sering begitu. Sering mencari obyek pengalih perhatian yang bisa dijadikan sebagai pelipur lara kala tim yang didukung sudah dipastikan kalah.

Syukurnya, pelipur  itu datang dari dua nama kocak dari pemain dari tim lawan, Thailand yakni gelandang bernomor punggung delapan, Thitiphan Puangchan dan kiper senior yang baru dimasukan sebagai pengganti, Kawin Thamsatchana.

"Eh..pemain Thailand itu nama-namanya lucu-lucu ya" pancing saya.

"Pasti Thitiphan itu toh?" kali ini Robert sudah menyambar.

"Iya, jika kita punya pemain Thitiphan seperti Thailand, mungkin kita bisa menang" kata saya lagi.

Lalu kita tertawa bersama. Nah, sudah mulai terhibur.

"Mungkin ada makna lain juga dari Thitiphan ini" kali ini Aris ikut nimbrung.  

"Apa?"

"Jika gelar juara itu hanyalah titipan dari yang kuasa, maka Thailandlah yang dititipkan karena kehadiran Thitiphan itu" jelas Aris.

Cocoklogi, saya lalu nyambung lagi.

"Iya bermodal Setia-wan Dedik saja,  tidak cukup, memang mesti ada Thitipan".

Thitiphan adalah kunci. Haha.

"Lalu ada juga pemain yang Kawin loh?" tiba-tiba Robert bicara lagi.

"Betul kiper itu. Lalu apa maknanya anak-anak?" kata saya, bertingkah seperti guru PAUD.

"Pemain timnas yang masih muda-muda itu harus segera Kawin" ujar Aris sambil tertawa.

"Bisa itu. Kawin adalah kunci" kata Robert lagi.

Kita pun tertawa. Langit masih mendung, tapi Thithipan dan Kawin telah menghibur hati yang penuh kekecewaan ini.

Ada sih nama Chanatip Songkrasin, Messi asal Thailand yang paling menyakiti Indonesia dan menarik perhatian saya. Saya sempat cari cocoklogi-nya, tapi tidak ada yang pas.

Hanya sempat menduga bahwa nama Cha dari Chanatip berasal dari Chai yang dalam bahasa Thai, berarti "anak yang membawa kegembiraan". Thailand memang pantas menang, sudah ada Thithipan, Kawin dan Chai lagi.  

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun