Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kota Tegal "Lockdown", Isolasi Kampung dan Reaksi "Skipper" ala Ganjar Pranowo

27 Maret 2020   20:09 Diperbarui: 30 Maret 2020   14:37 2106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ganjar Pranowo dan Jokowi I Gambar : Gesuri

"Ini kita terapkan (local lockdown) karena status kota Tegal sekarang zona merah COVID-19. Kita ingin melindungi warga kota Tegal dari virus Corona," ujar Dedy Yon Supriyono di Kantor Diskominfo Tegal, Kamis (26/03/2020).

Dedi Yon, Walikota Tegal itu nampak serius, tentu karena pengumumannya penting. Berkaitan dengan satu warganya terpapar corona maka Dedi membuat keputusan tegas. 

Walikota menginstruksikan untuk melakukan local lockdown selama 4 bulan mulai dari 30 Maret hingga 30 Juli 2020.

"Kalau saya bisa memilih, lebih baik saya dibenci warga daripada maut menjemput mereka," ungkap Dedy.

Dalam teknisnya, dengan alasan banyaknya warga Kota Tegal dan sekitarnya yang merantau di Jakarta dan akan pulang sehingga  akan berakibat buruk bagi masyarakat Kota Tegal terpapar covid-19.  

Oleh karena itu,  Dedy menginstruksikan untuk menutup sekitar 49-50 titik dengan menggunakan beton. Titik-titik dimaksud dijelaskan adalah akses jalan protokol di dalam kota dan jalan penghubung antar kampung.

Keputusan Dedy tentu mengagetkan publik, apalagi soal lockdown secara aturan adalah kewenangan pemerintah pusat. 

Sebelumnya, pada 21 Maret 2020, Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Doni Monardo, telah menegaskan bahwa pemerintah tidak akan melakukan penguncian wilayah atau lockdown untuk mengatasi penyebaran Covid-19 yang disebabkan virus corona.  

Monardo juga mengatakan bahwa keputusan untuk tidak melakukan lockdown merupakan instruksi Presiden Joko Widodo yang berarti kebijakan lockdown wilayah ada di tangan pemerintah pusat.

Mencermati hal ini, Wakil Walikota Tegal, Jumadi menegaskan bahwa tak ada yang salah dari keputusan ini dan merasa bahwa Pemkot Tegal masih sejalan dengan pemprov maupun pemerintah pusat.

Jumadi lebih lanjut menjelaskan bahwa tidak seperti pengertian lockdown yang dilakukan oleh negara-negara terpapar corona lainnya,  warga yang saat ini berada di Kota Tegal hanya dibatasi untuk keluar rumah. 

"Misalnya dia akan ke pasar, membeli makan, tetap boleh, tapi nanti di titik perbatasan, akan ketat. Ditanya dulu mau ke mana, keperluannya apa, kalau suhu di atas 38 derajat kami akan bawa ke rumah sakit," kata Jumadi.

Sepertinya pemerintah pusat perlu segera berespon soal ini dengan lebih serius dan juga menjawab kebutuhan daerah yang menginginkan penutupan wilayahnya entahlah bernama lockdown atau apa. 

Kabar baiknya, hari ini, Menko Polhukam Mahfud Md  mengatakan bahwa pemerintah telah menyiapkan payung hukum berkaitan dengan karantina kewilayahan dalam menghadapi pandemi virus Corona (COVID-19). Rencananya payung hukum itu akan disusun dalam peraturan pemerintah atau PP.

***

Sebenarnya bukan lockdown atau rencana penerbitan PP Karantina wilayah yang mau dibahas lebih lanjut dalam tulisan ini, tetapi bagaimana reaksi seorang Ganjar Pranowo meresponi keputusan Dedy Yon untuk local lockdown tersebut.

Sebagai Gubernur Jawa Tengah, posisi Ganjar tidaklah mudah,  yaitu berusaha bijak untuk mendukung keputusan Walikota sekaligus terlihat  sebagai mitra yang baik bagi pemerintah pusat. 

Karena itu, mencoba bersikap bijak, Ganjar dalam pernyataannya,  tidak mengkritik langkah Walikota Tegal yang dianggap beberapa pihak tidak inline dengan pemerintah pusat, namun Ganjar mencoba meluruskan langkah ini dengan menjelaskannya lebih detail.

Menariknya Ganjar menggunakan istilah "isolasi kampung" ketika menjelaskan kebijakan dari Pemkot Tegal tersebut.

"Itu tidak lockdown, kalau iya maka masyarakat tidak boleh keluar rumah. Lha ini masih boleh kok," kata Ganjar, Jumat (27/3/2020).

Ganjar beralasan  jika berstatus lockdown maka penduduk Kota Tegal tidak boleh beraktivitas keluar rumah. Karena itulah  menurut Ganjar lebih pas disebut dengan istilah "isolasi kampung".

"Lockdown local-nya alun-alun karena banyak orang di alun-alun, kemudin dinaikkan lagi, kok masyarakat masih banyak. Beberapa waktu lalu Pak Wali (Walkot Tegal) telepon, 'Pak Gub saya mau nutup tempat hiburan'. Maka saya izinkan, kok masih jalan lagi. Maka beliau batasi jalur masuk Kota dan kampung dengan barier, mungkin judulnya ya isolasi kampung," ujar Ganjar.

Secara politik,  Ganjar tentu mengambil posisi yang tepat. Sebagai kepala wilayah tertinggi di Jawa Tengah, Ganjar patut terus mengambil posisi sebagai "kakak" yang baik di wilayahnya, tetapi juga sekaligus menjadi "adik" bagi pemerintah pusat untuk mendukung aturan  lockdown yang mana adalah kewenangan pemerintah pusat.

***

Dari  kacamata sepak bola, posisi, peran dan sikap Ganjar bisa disebut dengan skipper. Jika anda kurang  familiar tentang istilah ini, saya akan menjelaskannya sedikit.

Istilah ini adalah terminologi sepak bola dan dipopulerkan hanya oleh media Inggris untuk menyebut pemimpin tim, kapten atau dalam bahasa Italianya, "Il Capitano".

Mengapa seorang kapten disebut skipper di Inggris?  Jika merujuk pada terma Bahasa Inggris, maka skipper berasa dari kata skip yang memiliki arti 'berpindah, bergerak dari satu kaki ke kaki lainnya dengan sedikit melompat'.

Namun jika ditelisik lebih jauh, ternyata  skipper bukan diambil dari Bahasa Inggris, melainkan dari Bahasa Belanda 'schipper' di mana 'schip' dalam Bahasa Belanda  yang berarti 'kapal'.

Setelah diserap menjadi Bahasa Inggris, skipper jadi memiliki arti baru, yaitu orang yang bertanggung jawab memerintah pada sebuah kapal. Ya, kurang-lebih memang seperti "kapten kapal".

Untuk istilah skipper ini maka kita bisa menemukan peran yang komprehensif dari seorang skipper. 

Skipper bukan sekedar bertugas melakukan tugas umum seorang pemimpin secara teknis, tetapi lebih dari pada itu yaitu,  seorang skipper adalah juga orang yang paling bertanggung jawab atas kondisi moral kesebelasannya.

Oleh karena itu, skipper harus memiliki kemampuan untuk menjaga keadaan menjadi kondusif dengan pintar mengambil posisi dan keputusan untuk menjaga wilayahnya namun juga dapat mereduksi polemik yang terjadi.

Dari terminologi bola ini, dapat dikatakan Ganjar sudah dengan cakap melakukan ini, meskipun terlihat cukup sibuk dan kerepotan untuk menjelaskan frasa demi frasa.

Akan tetapi, patut diapresiasi bahwa Ganjar minimal sudah mampu membuat kesebelasan "Jawa Tengah" terlihat masih kompak, sejuk dan inline dengan pemerintah pusat sembari menunggu diselesaikannya PP dari pemerintah tentang karantina wilayah.

Referensi
Referensi
Referensi

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun