Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Mengamati Gerak "Catenaccio" Politik ala Anies dan Ahok

9 Maret 2020   08:25 Diperbarui: 9 Maret 2020   13:10 3057
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anies Baswedan (kiri) dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) (kanan)(KOMPAS.com/GHINAN SALMAN, NURSITA SARI)

Mengapa Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan tak sedikitpun berkomentar tentang penunjukan Ahok sebagai Kepala Badan Otorita Ibu Kota Negara (IKN)?

Padahal biasanya, Anies menyempatkan diri untuk memberikan sepatah dua kata indah untuk merespon peristiwa politik di sekitarnya, tentu saja demi pencitraan atuapun mencari dukungan.

Lalu mengapa juga Ahok tidak ceplas ceplos menghadapi para haters yang kerap mengkritiknya sejak kembali menjadi pejabat publik? Bukankah ketika Ahok sering mengundang kontroversial dengan segala celetukannya yang membuat kelompok lain akan tetap kepanasan?

Ada apa ini, apa gaya politik yang sedang dimainkan kedua orang yang kerap menjadi trending topik ini. Saya menduga, ada strategi catenaccio yang sedang dimainkan oleh kedua orang ini.

Apa itu catenaccio? Saya akan menjelaskannya sedikit agar pembaca dapat lebih memahaminya.

Cattenacio atau sistem grendel sendiri dikenal sebagai strategi dalam sepak bola yang dianggap membosankan karena menumpuk banyak pemain di daerah pertahanan sendiri sehingga permainan menjadi cenderung lebih bertahan.

Dari asal katanya, memang Italia adalah tim asal mula dan dikenal fasih memainkan strategi ini. Salah satu contohnya adalah ketika Italia berhasil memenangkan Piala Dunia 1982 dengan grendel yang ketat.

Saat itu timnas Italia yang dilatih Enzo Bearzot bahkan mampu mengalahkan tim jogo bonito dengan sepak bola indah nan agresif, yakni timnas Brasil yang saat itu mengandalkan Zico.

Apa artinya, meskipun terlihat bertahan, tetapi catenaccio pada dasarnya tetap memiliki kekuatan "pembunuh" karena tetap dibuat untuk memenangkan pertandingan dengan mengalahkan tim lawan.

Memainkan sistem grendel namun berniat untuk menang berarti catenaccio juga harus dimainkan oleh tim yang memiliki pemain dengan skill mumpuni di setiap lini.

Memiliki pemain cerdas dengan kemampuan membaca permainan, kemampuan positioning dan tak kalah paling penting memiliki penyerang dengan tipe pembunuh. 

Di Piala Dunia 1982, Bearzot memiliki seorang Paulo Rossi sebagai seorang striker.

Illustrasi : Tribunnews
Illustrasi : Tribunnews
Ketika diserang, catenaccio memainkan strategi dengan kerja sama antar pemain untuk menjaga pemain lawan dan menjaga daerah pertahanan.

Karena itu, hal yang dirasa paling penting dalam catenaccio ini adalah pemain dipastikan dapat mengontrol diri sendiri agar tidak bernafsu untuk segera menyerang daerah lawan, sambil membaca kekuatan lawan.

Paulo Rossi bahkan dipaksa harus mau ikut bertahan atau keluar dari zona nyamannya untuk kepentingan tim.

Ketika sang lawan menjadi depresi dan akhirnya kelelahan karena terforsir untuk menyerang, di saat itulah serangan balik dilakukan.

Tim lawan kelelahan diserang, dan akhirnya hanya bisa melihat gawang kebobolan dan terlambat sadar bahwa waktu pertandingan sudah usai. 

Dalam konteks ini, saya menduga Anies dan Ahok mungkin sedang menunggu atau mengontrol diri mereka.

Mari kita mulai membahas tentang Anies terlebih dahulu. Sejak ajakan berdebat di masalah penanganan banjir dipersoalkan dan menimbulkan perang opini, Anies memang lebih cenderung bertahan.

Sesudah masalah banjir, berturut-turut polemik revitalisasi Monas dan Taman Ismail Mazuki mendera Anies, tetapi Anies lebih memilih untuk bungkam seribu bahasa. 

Ketika banyak orang menduga Anies diam karena merasa tidak mampu berargumentasi, Anies memilih menggunakan catenaccio.

Ternyata Anies tidak sepenuhnya diam, saat rapat-rapat formal Anies memberikan argumentasi yang bisa diterima publik, hasilnya isu itu perlahan-lahan surut.

Ahok pun demikian, saat dikritik karena dicalonkan oleh Jokowi menjadi Kepala Badan Otorita IKN, Ahok tampak tenang dan kalem.

Pola ini sebenarnya sudah mulai diterapkan Ahok saat dirinya ditunjuk sebagai Komisaris Utama Pertamina.

Perhatikan saja, saat itu reaksi kontra hampir sama, bahkan ada penggerakan massa dari dalam Pertamina sendiri dengan memprotes rencana tersebut.

Saat itu, Ahok tidak banyak berkomentar dan ketika rencana itu sudah dieksekusi, baru Ahok bereaksi melalui perbuatan bukan kata. 

Singkat cerita, Ahok sudah memporak-porandakan Pertamina dengan membuat perubahan seperti menjalankan transparansi bisnis yang selama ini seperti menjadi sesuatu yang tabu di BUMN tersebut.

Yang perlu dinanti, dalam gaya catenaccio Anies dan Ahok adalah apa yang akan dilakukan mereka selanjutnya. 

Paling aktual adalah menanti respon Anies soal Kepala Badan Otorita IKN, dan respon Ahok terhadap segala penolakan atas dirinya. 

Mengapa perlu dinanti? Karena perlu dipahami bahwa catenaccio, tetaplah strategi untuk menang bukan hanya bertahan semata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun