Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Jika di Sepak Bola, Bisa Rusuh dan KPAI Akan Didemo Berjilid-jilid

10 September 2019   07:21 Diperbarui: 10 September 2019   08:41 391
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Roger Milla(9) dan Luciano Leandro (10) I Gambar : gilbol

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)  menuding Djarum, produsen rokok, mengeksploitasi tubuh anak demi kepentingan promosi dalam audisi menjaring bakat bulutangkis.

 Tak tanggung-tanggung, dua undang sekaligus digunakan yakni UU Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014 tentang penggunaan badan anak sebagai eksploitasi dan Peraturan Pemerintah nomor 109/2012 tentang rokok sebagai zat adiktif berbahaya.

Seperti yang diketahui, audisi Umum PB Djarum sendiri sudah digelar sejak 2006, Kevin Sanjaya adalah satu dari atlit top yang berhasil dijangkau melalui program ini.

Sebagai pihak yang disalahkan, Djarum tentu saja berang dan berusaha memberikan konfirmasi kepada pihak KPAI.

Melalui Program Director Bakti Olahraga Djarum Foundation, Yoppy Rosimin, dijelaskan bahwa pihaknya sudah bertemu dengan KPAI sejak 2018 membahas dugaan eksploitasi anak dalam audisi umum PB Djarum.

"Jadi kita sudah sering bertemu. Awalnya di 2018 setelah audisi final di Kudus, kita dipanggil KPAI. Kita dianggapnya mengeksploitasi anak. Kita dianggapnya memasang logo. Kita dianggap eksploitasi anak," kata Yoppy.

"Dengan memasang logo Djarum Badminton Club di tubuh anak, dianggap mengeksploitasi anak. Itu kita diskusi, kita punya pendapat beda dengan KPAI. Bahwa itu bukan produk rokok, itu nama klub kita," tambah Yoppi.

Singkat cerita, KPAI tetap bersikeras, ada dugaan eksploitasi anak. Pihak Djarum akhirnya merasa tidak ada titik temu, apa yang dilakukan selama ini untuk kepentingan bulutangkis nasional, dipandang dari sudut yang berbeda. PB Djarum akhirnya memutuskan tidak akan melakukan audisi lagi.

Geger, berbagai pihak bereaksi, ada yang pro ada yang kontra terhadap sikap KPAI, terlihat lebih banyak yang kontra, menyesalkan KPAI yang entah kapan beroperasi, langsung memvonis kegiatan yang dianggap positif dan sudah lebih dari sepuluh tahun dilaksanakan.

Di pihak yang pro, mengambil sikap bahwa meski kontrovesial, tindakan KPAI adalah tindakan berani, eksploitasi anak dalam balutan rokok sebagai zat aditif berbahaya memang harus ditentang.

Saya lebih senang melihat reaksi yang ditimbulkan, dan dari sudut pandang ini, reaksi dari netizen yang adalah pengamat bulutangkis menurut saya cukup tenang, terkontrol.

Pertanyaannya adalah bagaimana jikalau ini berkaitan di sepakbola. Mohon maaf saja, dilihat dari kecintaan para supporter yang fanatik, bisa saja rusuh terjadi  dan KPAI akan didemo berjilid-jilid.

Sepak bola dan rokok. Jika ini berkaitan dengan perusahaan rokok, saya jadi bernostalgia dengan bagaimana kompetisi sepakbola nasional pada era awal 1990an disponsori oleh rokok, Djarum termasuk di dalamnya.

Tonggak sejarah relasi ini dimulai pada  musim  perdana yakni 1994/95 dan 1995/96, Liga Indonesia saat itu disponsori pabrikan rokok asal Inggris, Dunhill.  Disebut Liga Dunhill.

Setelah  Dunhill berhenti, lalu  digantikan Kansas. Liga Kansas sejatinya berjalan hingga dua musim, 1996/97 dan 1997/98.

Sempat berhenti menjadi sponsor, baru pada 2005 rokok kembali lagi. Kali ini Djarum yang menjadi sponsor utama.  Saat itu nama Liga menjadi Liga Djarum plus Djarum Indonesia Super League.

Liga berjalan lancar dengan Persipura (2005), Persik (2006), Sriwijaya FC (2007), dan Persipura (2008/09), sukses meraih juara.

Tahun 2009, seiring dengan slogan No Alcohol, No Tobacco, No Gambling yang bersifat global atau mendunia,  rokok secara resmi harus angkat kaki dari gelaran Liga dan digantikan sponsor lain.

Bergantian mulai dari perbankan, minuman energi hingga sekarang e-commerce ambil bagian di Liga 1 hingga akhirnya sampai Liga 1 2019. Mulai dari Gojek, Traveloka, hingga yang terbaru, Shopee.

Sponsor-sponsor yang bergantian dapat mendanai klub maupun kompetisi ini menenangkan para supporter bola, kompetisi tidak berhenti sehingga masyarakat bola masih dapat menyaksikan pertandingan yang dianggap paling menghibur sedunia ini.

Lalu bagaimana meletakan persoalan ini. Garisnya sudah jelas, eksploitasi anak No, Rokok dari sisi regulasi juga No, tetapi pembinaan harus terus dilakukan.

Definisi pembinaan dan eksploitasi anak sebenarnya sudah ada garis tegas disana. Seharusnya ada titik temu, tanpa mengurangi keinginan baik daripada kedua belah pihak.

Untuk itu perlu kehati-hatian mengambil keputusan, lagian para pecinta dan penikmat olahraga hanya ingin dapat terhibur ketika muncul atlit-atlit hebat seperti Kevin Sanjaya dari pembinaan seperti ini, dan berdampak pada kebanggaan bangsa atas prestasi yang diraih.

Lalu mengapa PB Djarum yang sudah berkontribusi sekian lama harus diprotes sekarang hanya akrena tulisan Djarum di kaos anak-anak yang mencintai bulutangkis dan tidak memikirkan hal yang remeh temeh tersebut?

Ah, jadi ingat, kostum Roger Milla bernomor 9 dan Luciano Leandro bernomor punggung 10, bertuliskan Dunhill di bagian dada di era kompetisi 1990-an. Anak-anak juga membeli jersey yang sama, lalu memakainya untuk bermain sepakbola bersama rekan sebaya.

Ah, itu Dunhill, jangan dipakai!. Bukan, ini Persija, dan saya Roger Milla atau Leandro.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun