Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Catatan Kecil untuk 1000 Tulisan dan 300 Headline di Kompasiana

5 Agustus 2019   21:35 Diperbarui: 6 Agustus 2019   09:57 493
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saat Berkunjung ke Palmerah 2017 I Gambar : Dokpri

Tulisan ini sejatinya bukan tentang saya, tetapi tentang Kompasiana. Bagi saya, Kompasiana bukan sekadar Etalase Warga Biasa seperti yang dikatakan oleh founder Kompasiana, Pepih Nugraha, tetapi menjelma menjadi  sebuah rumah. Rumah belajar, berinteraksi sekaligus tempat ternyaman untuk berbagi.

Kang Pepih mengatakan soal etalase yang diambil dari bahasa Prancis, etalage, dalam bahasa Inggris display demikian;  "Kompasiana adalah etalase, tempat untuk memajangkan dagangan atau benda-benda seni".

Kompasiana yang didirikan pada 2008 ini  adalah  tempat untuk menampilkan berbagai jenis tulisan warga biasa; baik berupa berita warga, opini warga, catatan harian warga dan bahkan fiksi warga.

Memang sampai sekarang, begitulah etalase itu terbangun, warga biasa mulai menampilkan kemampuan menulisnya  yang dalam mimpi Kang Pepih, diharapkan kualitasnya tidak kalah dengan karya tulis para penulis atau  jurnalis profesional.

Mimpi besar Kompasiana itu, perlahan-lahan mulai atau bahkan telah tercapai dengan menjamurnya para penulis yang berkiprah, meski pada kenyataannya menulis itu bukan pekerjaan mudah, bukan saja soal kualitas tulisan saja, tetapi dampak baik yang diberikan akan tulisan tersebut.

Terdaftar secara resmi pada 7 Januari 2014, saya baru berani memosting  tulisan pertama saya pada tanggal 19 Januari 2019.

Jika harus sedikit menceritakan tentang sesuatu yang berbau sejarah (le petit histoire), tulisan pertama saya itu berjudul Ivanovic Hentikan Serena. Tulisan yang jujur butuh usaha keras sekali untuk menuliskannya, meski hanya berisi 284 kata.

Tulisan berkategori olahraga tersebut saya tuliskan terinspirasi oleh kompasianer asal Kupang, yang juga rekan sekaligus sahabat, Pither Yurhans Lakapu.

Kompasianer Pither pernah mengatakan bahwa jika ingin mulai menulis,  tulislah sesuatu yang amat diminati,.

Tentang kompasianer Pither, beliau adalah sosok inspiratif bagi saya.

Beberapa tahun lalu, Pither terserang penyakit langka Mielitis Transversa,yang membuat tubuhnya menjadi lumpuh sebagian, meski demikian beliau masih sempat menuliskan beberapa tulisan termasuk menerbitkan buku berjudul "Tegar", buku tentang perjalanannya melawan penyakit langka tersebut.

Membagi kisah perjuangannya sebagai penintas melalui tulisan baik di Kompasiana maupun bukunya, seperti energi baru yang membuat Pither terus bertahan hidup, bukan saja bagi dirinya sendiri tetapi juga orang lain yang membaca kisahnya.

Saya lanjutkan. Tulisan pertama saya itu meskipun  tidak diberi label apapun, dan tidak diberikan komentar oleh Kompasianer lain, tetapi sangat menyenangkan saya.

Nama saya, secara online, terpampang pertama kali sebagai penulis, meski dengan tulisan seadanya.

Saya terus menulis. Malah pada tanggal 19 Januari tersebut, seperti ketagihan, saya menulis tulisan kedua pada malamnya.

Tulisan itu dibuat secara reportase, menulis sambil menonton semifinal Malaysia Open antara Lee Chong Wei berhadapan dengan pebulutangkis nasional, Tommy Sugiarto.

Tulisan kedua berjudul "Lee Chong Terlalu Perkasa Buat Tommy" ini bernasib lebih baik dari tulisan pertama. Sudah mendapat label pilihan, dan dikomentari oleh Kompasianer lain, salah satunya ya Kompasianer Pither.

Saya ingat nama Kompasianer yang lain yang ikut berkomentar, ada nama akun Re Elhamination, yang memamng sering mampir di beberapa tulisan waktu pertama kali berkiprah, dan penulis hebat soal entertainment, Sahroja Lumbanraja, yang akhir-akhir ini sudah jarang menulis di Kompasiana.  Re Elhamination menghilang entah kemana.

Saya terus menulis dengan semangat membara, mayoritas menulis olahraga secara reportase karena menurut saya lebih mudah dan diselingi dengan beberapa tulisan tentang wisata dan juga humaniora.

Pada Maret 2014, akhirnya saya mendapat label Headline untuk pertama kali dari tulisan reportase olahraga berjudul "Gresya Polii/Nydia Khrisninda Akhirnya Gagal di Final Swiss Open", saya senang sekali.  

Penghargaan seperti itu membuat saya semakin giat untuk menulis. Akan tetapi bukan berarti bahwa jika tidak diberi label saya akan kecewa berat.

Saya saat itu menganggapnya sebagai koreksi tidak langsung dari admin atau moderator, agar saya mulai memperbaiki kesalahan-kesalahan saya.

Soal menulis olahraga, pada awal-awal menulis, saya hanya berusaha konsisten. Beberapa penulis olahraga seperti Achmad Suwefi dan Hery Sofyan saat itu selalu mengundang kekaguman saya karena konsisten menghasilkan tulisan hampir setiap hari.

Saat ini, keduanya jarang menulis karena kesibukan. Saat ini yang tertinggal hanya opa Hendro Santoso yang masih terus bersemangat menulis olahraga setiap hari.

Menulis secara konsisten itu sulit, mengejar kuantitas bisa kecapekan sendiri. Pada awal 2015, selama beberapa bulan saya beristirahat menulis hampir enam bulan. Kehilangan semangat, atau jenuh.  

Pada pertengahan 2015, saya mencari tantangan baru dalam menulis. Mengubah gaya menulis tidak menulis reportase tetapi juga mampu beropini dengan baik. Syukurlah, selain Ahcmad Suwefi dan HEry Sofyan ada nama-nama seperti Hadi Santoso, Zulfikar Akbar,  Yos Mo, S Aji, Gatot Swandito, Charles Cleo Chyn dan Prof Pebrianov yang tulisannya yahud-yahud, dimana saya bisa belajar.

Artinya, Kompasiana pada 2015 dan 2016 memang kebanjiran penulis olahraga yang tulisannya baik, didorong juga dengan komunitas Koprol yang masih cukup aktif saat itu.

Pada tahun 2016, saat pelaksanaan Copa America , untuk pertama kalinya saya memberanikan diri mengikuti lomba blog. Tanpa diduga, saya menjadi salah satu pemenang. Semangat menulis saya tumbuh semakin besar.

Sebagian uang hasil juara blog competition saya gunakan untuk membeli buku-buku sepak bola yang seperti menjadi pegangan tetap para penulis bola. Seperti trilogy Romo Sindhunata, Simulakra Sepakbola karya  Zein RS hingga buku impor seperti Inverting Piramid karya Jonathan Wilson.

Benar kata beberapa penulis. Menulis dapat mendorong semangat membaca, dan sebaliknya membaca memaksa seseorang untuk menulis. Bonusnya sekarang adalah koleksi buku saya  signifikan bertambah karena kegemaran menulis di Kompasiana.

Pada 2017, menggunakan beberapa tulisan dari para maestro penulis bola nasional dan belajar dari Kompasianer penulis hebat yang saya sudah sebutkan namanya, tulisan-tulisan bola saya berhasil menjadi salah satu pemenang kurasi setahun Kompasiana.

Tulisan berjudul "Edmund Husserl dan Cermin Sepak Bola", berisi lima tulisan yang saya anggap baik.

Di medio ini, ada beberapa penulis bola yang mulai muncul di K, ada Yose Ravela dan juga Gilang Dejan yang tulisannya juga renyah untuk dinikmati.

Seiring dengan itu, tulisan sepak bola saya semakin rajin mengisi kolom headline sekaligus menambah jumlah HL. Hingga sekarang sudahmencapai 300 HL, jumlah yang cukup banyak dan patut disyukuri, meski seperti bonus karena bukan untuk itu tujuan saya menulis di Kompasiana.

Kompasiana adalah rumah belajar. Saya berterimakasih karena dengan terus belajar saya meraih pencapaian dengan beberapa kali juara lomba blog dan mendapat job menjadi buzzer,  semuanya karena Kompasiana dan Kompasianer semata.

Selain mendapat apresiasi seperti materi dan lain-lain, sampai sekarang saya terus mendapat banyak hal yang saya rasa melebihi dari materi. Salah satunya soal kehangatan dan keramahan para admin Kompasiana.

Ketika sempat berkunjung ke Jakarta pada 2017, saya pernah mengontak Mas Nurulloh, untuk dapat berkunjung sejenak ke Kompasiana. Mas Nurul menyambut dengan ramah, meski itu adalah akhir pekan.

Karena tidak bisa menemani, saya diarahkan untuk bertemu dengan Mas Boy, moderator Kompasiana yang sebenarnya pernah ke NTT, provinsi di mana saya berdiam saat meliput Tour de Flores dengan Mak Vale Famous, Mbak Yayat.

Berkeliling sejenak di Palmerah ditemani mas Boy, saya juga sempat berfoto dengan moderator lain, yang akhirnya saya tahu namanya mas Gito.

Salah satu moderator penggila bola yang sering berdiskusi tentang buku bola atau tulisan bola yang yahud. Kehangatan dari Kompasiana juga terasa dari para admin lainnya. Sekarang mas Boy dan Gito sudah tidak bekerja di Kompasiana lagi.

Semangat menulis dan relasi yang hangat  itu adalah sesuatu yang langka dan saya akui didapat dari Kompasiana.

Sebut saja, semangat menulis yang terus menggelora tanpa henti di usia senja dari Opa Tjiptanadi Effendi dan Opa Hensa, dan juga relasi dengan para penulis hebat yang saya kenal karena menulis di Kompasiana. Sebut saja Khrisna Pabichra, Budiman Hakim dan Tilaria Padika.

Nama pertama dan kedua itu, buku-buku mereka sudah saya koleksi bahkan sebelum bertegur sapa di Kompasiana,sedangkan Tilaria Padika, adalah yang menggerakan Kampung NTT,  kumpulan Kompasianer Kupang NTT yang berkumpul pasca Komora menjadi pasif. Penulis politik yang amat baik, selain Yon Bayu.

Lalu apa lagi sesudah 1000 tulisan? Malu sendiri menuliskan pertanyaan ini, karena banyak juga Kompasianer lain yang telah menembus titik ini.

Harapan saya sederhana saja, jika Kompasiana adalah rumah belajar, maka saya berharap saya bisa terus menulis. Terus membagi dan berharap bisa lebih baik dalam teknik menulis.

Semenarik tulisan Khrisna Pabichra, sedalam tulisan Leya Cattleya, setajam Tilaria Padika dan berdampak untuk kemanusiaan seperti tulisan Bambang Setyawan. Saya merasa masih jauh dari itu, tetapi selama masih di rumah ini,  mungkin suatu saat saya dapat merengkuhnya. Semoga.

Terima Kasih Rumah Kompasiana, Terima Kasih Kompasianer.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun