Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Timnas Prancis, Illuminasi Menara Eiffel

4 Juli 2018   17:29 Diperbarui: 11 Juli 2018   06:15 1441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prancis, akan semakin kuat? Gambar : Hindustan Times

 "Talent wins games, but teamwork and intelligence wins championships." - Michael Jordan.

Alexandre Gustave Eiffel yang paling mengerti bahwa sebuah karya monumental tidaklah sempurna tanpa kontroversi. Menara Eiffel ciptaannya yang diresmikan pada tanggal 31 Maret 1889 sempat dicap sebagai karya yang mengotori Kota Paris oleh seorang novelis terkenal bernama Guy de Maupassant.

Lucunya Guy de Maupassant yang sangat membenci Eiffel malah makan di salah satu restoran di menara Eiffel. Alasannya sederhana, karena disitulah satu-satunya tempat dia tidak bisa melihat menara Eiffel.

Keindahan dan kehadiran Eiffel dipertanyakan namun seiring berjalannya waktu Eiffel semakin dipuja dan dirindukan untuk menjadi tempat tujuan wisata dari berbagai penjuru dunia.

Keindahan Eiffel semakin bertambah jauh sesudah Gustave Eiffel tiada. Pada tanggal 31 Desember 1985, pria Perancis lain bernama Piere Bideau yang adalah seorang ahli pencahayaan listrik membuat Eiffel dapat mengeluarkan cahaya yang indah ketika malam.


Illuminasi (Cahaya Terang) Menara Eiffel I Gambar : Toureeiffel.com
Illuminasi (Cahaya Terang) Menara Eiffel I Gambar : Toureeiffel.com
Bideau menggunakan 336 proyektor yang dapat menerangi menara Eiffel dari bagian dalam bangunan strukturnya. Sebuah efek cahaya yang disebut sebagai "Eiffel Tower Illuminations", Iluminasi Menara Eiffel, cahaya indah yang muncul dari menara Eiffel.

Illuminasi sendiri berasal dari kata Latin yaitu illuminare yang memiliki arti dalam bahasa Indonesia yaitu menerangi.

Efek menerangi ini ditimbulkan dari 20.000 bola lampu dengan jumlah 5.000 lampu setiap sisi. Teknologi yang semakin membuat Menara Gustave Eiffel ini menjadi landmark yang semakin universal dan simbolik.

Illuminasi Timnas Perancis

Proses bagaimana iluminasi cantik Eiffel terjadi mirip dengan apa yang terjadi pada Timnas Prancis di Piala Dunia 2018.

Meski menjadi juara grup C tapi minimnya gol dengan permainan yang kurang menghibur membuat Prancis mendapat kritik tajam dari penggemarnya.

Entraneur Prancis, Didier Deschamps menyadari hal itu dan berespon. Deschamps berjanji untuk meningkatkan performa timnya. "Saya ingin memulai suatu yang baru pada laga nanti" kata Deschamps sebelum pertandingan melawan Argentina.

Deschamps berhasil membuktikan hal tersebut. Les Blues tampil lebih kuat dan lebih kreatif ketika membekuk Argentina dalam drama tujuh gol. Formasi tak berhasil Prancis dalam pertandingan fase grup yakni 4-3-1-2 dan 4-4-2 ditinggalkan dan dirubah oleh Deschamps menjadi 4-3-3. Prancis bukan saja tampil lebih agresif tetapi juga tidak membosankan.

Setiap sisi Prancis tampil apik dalam pertandingan itu. Mulai dari dinamisnya bek sayap muda Pivard yang ikut mencetak gol indah, N'Golo Kante yang tampil kuat dan konsisten menjaga Lionel Messi dan tentunya penyerang sayap muda mereka, Kylian Mbappe yang tampil luar biasa dengan membuat brace dalam pertandingan tersebut.

Mencetak banyak gol dengan permainan menghibur membuat Prancis tampil seperti menara Eiffel kala diiluminasi waktu malam, cantik dan indah. 

Namun apakah caya itu memendar lebih lama? Kita bahas lebih jauh.

Belajar dari Piala Dunia 1998, Tekanan Dibutuhkan Agar Sukses

Skuad Prancis 1998 I Gambar : Edition
Skuad Prancis 1998 I Gambar : Edition

Sebenarnya jika kita telisik lebih jauh keinginan para penggemar terhadap tim nasional mereka sebenarnya cuma satu, yaitu totalitas mereka ketika bermain di lapangan. Paul Pogba cs sering dikritik karena alasan tersebut. Oleh karena itulah sesudah laga melawan Argentina, Pogba menegaskan keseriusannya." Saya disini untuk memberikan segalanya untuk jersey ini, untuk tim saya, untuk Prancis" ujar Pogba.

Jika harus kembali ke masa Piala Dunia 1998, isu serupa ternyata juga melanda timnas saat itu namun lebih sadis dan menyakitkan, karena isu tentang totalitas ini sering dihubungkan dengan status imigran (warna kulit) yang menyertai para pemain.

Pemimpin Front Nasional Waktu itu, Jean Marie Le Pen bahkan tak ragu untuk menyerang  secara terang-terangan skuad Prancis saat itu yang memang sangat berwarna.

Selain Zinedine Zidane yang keturunan Aljazair, ada juga  Lilian Thuram yang berasal dari Guadalope, daerah kecil di Karibia, Marcel Desailly asal Ghana dan Patrick Viera asal Senegal.

Namun kritik tajam Le Pen yang memang politis karena berkaitan dengan pencalonannya sebagai calon presiden saat itu direspons oleh Zidane cs dengan totalitas sempurna di dalam lapangan. Dituduh tak bisa menyanyikan "La Marsellaise", lagu kebangsaan Prancis setelah pertandingan, Zidane cs membuktikan kecintaannya pada Prancis melalui penampilan dan perjuangan  luar biasa di lapangan.

Prancis 1998 Juara di tengah isu tentang warga Imigran I Gambar : Guardian
Prancis 1998 Juara di tengah isu tentang warga Imigran I Gambar : Guardian
Lilian Thuram menjadi penentu kemenangan atas Kroasia di semi final, sedangkan Zidane menjadi pahlawan dengan dua golnya di babak final melawan Brasil. Prancis akhrinya menjadi Juara dunia.

Tekanan juga sudah dialami oleh Timnas Prancis saat ini, namun seharusnya lebih mudah diatasi karena tak ada lagi isu imigran meski Prancis sekarang juga banyak diperkuat oleh para pemain keturunan imigran. Isu ini menguap karena sesudah menjuarai Piala Dunia 1998, persoalan entitas ras menjadi haram dipersoalkan.

Tetapi yang patut dipahami dan dipelajari adalah tekanan dapat membuat seseorang dan sebuah tim mampu tampil lebih baik, jika tekanan itu dapat ditransformasi menjadi energi positif. Terbukti, tekanan lah yang mampu membuat Prancis terpacu untuk tampil lebih baik sekaran. Ini berarti, jika ingin Pogba cs terus tampil baik, berikan mereka tekanan, berikan mereka kritik yang membangun.

Kelayakan Skuad Prancis Menjadi Juara Piala Dunia 2018

Griezmann mencapai usia emas untuk menjadi juara Piala Dunia I Gambar :sbnation
Griezmann mencapai usia emas untuk menjadi juara Piala Dunia I Gambar :sbnation

Pertanyaan pamungkas sontak muncul sesudah kemenangan atas Argentina. Layakkah skuad 2018 ini menjadi juara Piala Dunia 2018? Jika sejarah adalah sesuatu yang dapat berulang, maka sangat pantas.

Jika ukurannya adalah usia dan pengalaman, jelas Prancis 1998 lebih berpengalaman. Tercatat dari seluruh skuad 1998 hanya dua pemain yang dianggap sebagai yunior atau pemain muda. Kedua pemain itu adalah Thierry Henry dan David Trezeguet yang saat itu masih berusia 21 tahun.

Selebihnya, skuad 1998 diperkuat oleh pemain yang sudah menginjak usia emas dan para pemain senior. Sebut saja Zidane (26 tahun), Didier Deschamps (29 tahun), Robert Pires (25 tahun), Lilian Thuram (26 tahun) dan bek senior, Laurant Blanc yang sudah berusia 33 tahun.

Skuad 2018 jelas lebih muda. Kylian Mbappe saja baru berusia 19 tahun saat ini, Osmane Dembele (21 tahun), Pogba (25 tahun), Hernandez (22 tahun) dan Pavard (22 tahun). Kedua pemain terakhir adalah dua bek sayap muda yang tampil apik sepanjang turnamen.

Meski diisi oleh banyak pemain muda, tim Ayam Jantan juga terisi oleh para pemain yang sudah memasuki usia emas. Antoine Griezman (27 tahun), Olivier Giroud (31 tahun), Blaise Matuidi (31 tahun) dan sang kapten, Hugo Lloris (30 tahun).

Meski lebih muda, namun dilihat dari profil kombinasi pemain muda dan senior, maka skuad 2018 mempunyai kesamaan dengan skuad 1998.

Banyaknya anggota skuad 1998 dan 2018 yang sudah berada di usia matang atau usia emas menarik untuk diamati. Pemain jenis ini mempunyai motivasi yang lebih berlipat. Para pemain yang sudah di atas 25 tahun akan berjuang dengan keras, karena menganggap bahwa Piala Dunia yang diikuti mereka saat itu bisa saja menjadi Piala Dunia terakhir mereka.

Hal ini berarti  sang pelatih Didier Deshchamps mempunyai PR besar untuk terus mendorong motivasi para pemain muda sama seperti pemain senior sembari mendukung Griezmann, Matuidi dan Lloris mampu menjadi motivator ulung bagi pemain muda saat sama-sama beraksi di lapangan.

Deschamps sebenarnya mempunyai modal yang lebih dari cukup untuk melakukan ini, karena ketika menjadi kampiun di Piala Dunia 1998, Deschamps menjadi anggota dari tim juara tersebut.

Tantangan Terbesar Bagi Prancis Adalah Ego

Perancis harus tetap kompas I Gambar : timelive
Perancis harus tetap kompas I Gambar : timelive
Tidak ada lagi tim yang lemah ketika berada di fase gugur. Sehingga tak ada lagi anggapan bahwa Prancis akan dengan mudah melangkah ke babak semifinal. Jika lolos dari hadangan Uruguay, Brasil atau Belgia akan menunggu Prancis di babak semi final.

Jika semua tim berimbang, maka tantangan terbesar bagi Prancis adalah diri mereka sendiri. Para pemain muda, seperti Mbappe disanjung setinggi langit sesudah mengalahkan Argentina dengan Lionel Messinya. Deschamps juga dipuji karena berhasil membuat tim tampil memikat.

Jika lupa diri dan over confidence maka Prancis akan tamat. Persoalan besar bagi skuat yang kurang pengalaman adalah hal ini. Perhatikan Neymar muda bersama Brasil yang sangat yakin pada Piala Dunia 2014 di rumah mereka sendiri. Terlalu percaya diri, Neymar cedera, Brasil keok 1-7 di tangan Jerman.

Terlalu percaya diri juga dapat mengalahkan permainan kolektif tim, semua pemain menjadi ego atau mau menjadi bintang sendiri. Padahal,  kemenangan atas Argentina adalah kemenangan tim, bukan kemenangan seorang Mbappe. Mbappe tak mungkin mencetak gol jika Giroud tidak memberi umpan padanya. Prancis juga bisa kebobolan lebih banyak, jika Matuidi dan Kante tidak dengan baik menjaga Messi.

Sampai di titik ini, Prancis harus ingat apa yang dikatakan oleh Michal Jordan tentang kolektivitas. "Talent wins games, but teamwork and intelligence wins championships." 

Semua paparan ini berarti bahwa Skuad Prancis adalah skuad yang lengkap atau komplit. Skuad ini hampir tidak ada celah karena diperkuat pemain yang muda dan juga para pemain juara. Namun sekali lagi tidak ada tim yang sempurna. Jika terlalu kuat maka rentan kepada lautan ego. Artinya jika gagal mempertahankan kolektivitas, Prancis pasti akan lekas pulang.

Suatu hari mantan striker PSG, Zlatan Ibrahimovich berkeliling kota Paris dan melihat Menara Eiffel. Sontak Ibra langsung memberikan sebuah pertanyaan yang mendalam.  "If I had Ego as big as The Eiffel Tower, would I have won this many collective trophies?". Semoga Prancis yang di Rusia, ingat akan pesan Ibra ini.

***

Cahaya terang (Illuminasi) Eiffel itu memang hanya dipertunjukan sementara setiap malam di Kota Paris. Meski sementara, semua orang selalu kagum dengan warna-warni pendaran yang tercipta, romatisme, rasa bangga terus melekat lama di hati ketika keindahan illuminasi itu memikat hari.   

Penampilan Timnas Prancis juga demikian, cahayanya sudah terlihat setelah laga melawan Argentina, namun rasanya belum memikat dan memendam di hati jika belum sampai menggapai trofi Piala Dunia 2018. Semoga masih tetap indah.

Kita tunggu kiprah Prancis kala berhadapan dengan Uruguay di babak perempat final dan jangan nonton bola tanpa Kacang Garuda.

Salam

Gustave Eiffel I Gambar : TravelTips
Gustave Eiffel I Gambar : TravelTips
Referensi : 1 I 2

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun