Lionel Messi menutup mukanya cukup lama. Entah apa yang dia lakukan dalam kegelapan di kaos biru merah bertuliskan Qatar Foundation itu. Bukan untuk menutup cahaya lampu Nou Camp yang sudah terang benderang, tetapi untuk sesaat mampu membuat dia "lari" dari ribuan pendukung Barcelona yang harus terdiam dan menangis saat itu.
Ya,  saat itu 24 April 2012, Messi harus menjadi saksi akan teriakan dan lompatan histeris Roberto Di Matteo  di pinggir lapangan ketika pada menit 90 + 2, Fernando Torres terlepas sendirian, mengecoh Victor Valdes dan membobol gawang Barca untuk kedua kalinya. Skor berubah  2-2.
Pertandingan Semifinal Liga Champions 2012 saat itu seharusnya menjadi milik Barcelona. Meski tertinggal 0-1 di Stamford Bridge, Barcelona tampil mendominasi dan mampu mencetak gol terlebih dahulu melalui Sergio Busquets pada menit ke-35 dan Andres Iniesta pada menit ke-43. Pendukung Blaugrana yakin ini adalah malam mereka.
Statistik juga mengatakan seperti itu, 17 peluang dibandingkan 7 gol, corners 10 berbanding 1 dan juga ball possesions ala tiki taka yang mencapai 72 persen berbanding 28 persen. Messi? Penalti Messi menerpa mistar gawang, dan berulang kali gagal mengkonversi peluang yang mencapai 90 persen seharusnya menjadi gol. Derita oh derita.
Seharusnya Barcelona yang pantas ke final, tetapi realita tidak menyatakan demikian. Seharusnya Alexis Sanchez atau Messi mencetak gol ketiga bagi Barcelona, tetapi ternyata Ramireslah yang mencetak gol cantik setelah "terlepas" di antara Pique dan Mascherano.
Seharusnya Xavi mampu melepaskan umpan yang seringkali membuat Messi, Sanchez, Iniesta berhadapan langsung one on one, dengan kiper lawan, tetapi mengapa sekarang harus Valdes yang harus berhadapan dengan Fernando Torres di menit ke-90?.Â
Dan seharusnya, di rumah bernama Nou Camp itu, di akhir pertandingan Guardiola harusnya yang berteriak, melompat  kegirangan bukan Di Matteto, pelatih "kemarin sore" kepunyaan Chelsea yang dipilih karena "kecelakaan", karena Abramovich yang senang memecat pelatih tak punya pilihan lain.Â
Namun itulah drama sepak bola, tim terbaik, tim yang diunggulkan dan tim tuan rumah tidak akan selalu menang.
Besok, setelah sekian lama, kedua tim kembali bertemu di Camp Nou. Berdasarkan drama di atas, besok tidak boleh ada tim yang merasa di atas angin terlebih dahulu, drama akan terjadi.
Lupakan data bahwa Barcelona yang  telah 12 kali bersua Chelsea di Liga Champions, meraih tiga kemenangan, lima hasil imbang, dan empat pertandingan sisa dimenangkan oleh Chelsea.
Lupakan data bahwa  Barcelona selalu lolos dalam enam dari tujuh laga terakhir kontra klub Inggris pada fase knock-out Liga Champions, sebelum  kegagalan melawan Chelsea pada semifinal Liga Champions 2011-2012 itu.
Apalagi berpijak pada fakta bahwa Lionel Messi tak pernah mencetak gol dari delapan pertemuan kontra Chelsea di Liga Champions.
Sekarang sudah berbeda. Data-data itu fana di sepak bola. Messi tidak pernah membobol gawang Buffon dan musim ini, dia membuat Buffon seakan mau pensiun sebelum musim berakhir, setelah dibobol dua gol sekaligus.
Lalu sekarang, mau menggunakan data bahwa Chelsea terpuruk di EPL dan akan juga terpuruk di Liga Champions? Perhatikan dengan seksama Real Madrid, hancur-hancuran di La Liga, dan mempermak PSG, yang diperkuat Neymar dan disokong dana tanpa batas. Ah, sekarang Real Madrid sudah terlebih dahulu ada di 8 besar, menunggu Barcelona.
Di lain sisi, Chelsea berharap akan mengulangi serangan balik mereka yang hebat memanfaatkan serangan Barcelona yang kerap meninggalkan lubang di belakang? Ah, jangan harap, ini Valverde bukan Guardiola. Pria ini tidak suka menyerang habis-habisan, dia suka prinsip seimbang, menyerang tetapi terkontrol.
Chelsea jelas juga berbeda. Pada 2012 Chelsea  berharap  pada kedewasaan pemain belakang seperti era Cahill dan Terry  yang disokong John Obi Mikel dan Frank Lampard yang tampil tenang waktu itu. Sekarang?. Bakayoko sering disalahkan, Christensen bukannya menjadi biang dari gol balasan dari Barca pada penampilan perdana?
Lalu Chelsea akan kalah?. Wah, tunggu dulu. Ini Antonio Conte, pelatih Italia, bung. Pelatih Italia itu ibarat pegas, semakin ditekan semakin memantul. Semakin tidak diunggulkan, gairahnya akan semakin tinggi. Gairah yang akan membuat Hazard cs, bisa tampil tak terduga. Lihat saja.
Lalu siapa pemenangnya?. Ah, terlalu dangkal untuk sekedar mencari pemenang untuk pertandingan semenarik ini.
Pertandingan sepak bola itu akan asoy karena kerinduan akan drama-drama di luar imajinasi yang akan terjadi besok. Bisa saja besok Nou Camp menangis, karena Chelsea unggul. Bisa saja ada drama penalti, gol yang dianulir, gol bunuh diri, Messi cedera di awal pertandingan dan begitu juga Hazard. Atau Cesc Fabregas yang akhirnya meraung-raung karena kekalahan dengan seragam Chelsea, sama seperti yang  pernah dialaminya saat masih membela Barcelona pada 24 April 2012 , atau Chelsea digunduli Barcelona 5-0, sekaligus  Conte harus bersiap angkat kaki dari  tanah Inggris.
Ah, kita tunggu drama itu besok.
Referensi : 1