Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Edmund Husserl dan Cermin Sepak Bola

18 Januari 2018   13:50 Diperbarui: 18 Januari 2018   14:37 1706
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ron Atkinson, Rasisme yang sulit dilupaka I Gambar : Telegraph

Insiden bernada Rasisme yang dikatakan oleh Ron Atkinson ketika dia sedang bertugas sebagai komentator pertandingan antara Monaco melawan Chelsea dalam laga semifinal Liga Champions, 21 April 2004 menjadi hal yang tak terlupakan dan disesalinya.

Ibarat pepatah, nila setitik merusak susu sebelanga. Pria yang dijuluki Big Ron ini tidak berhati-hati dengan pemilihan kata-katanya dan berakibat fatal.

Intelektual, pengalaman dan ilmu segudang yang dia miliki selama terlibat di sepak bola ternyata tidak sanggup membendung sisi gelap yang diam-diam dia pelihara yang akhirnya harus keluar tanpa dia sadari melalui perkataannya saat itu.

Sepak bola yang seharusnya mempersatukan sekejap dipecah belah dengan ungkapan Atkinson. Sepak bola yang seharusnya berisi kegembiraan, diisi dengan kesinisan yang kental dari ucapan seorang Atkinson.

Sepak bola yang seharusnya menyatukan perbedaan dirusak perkataan seorang Atkinson yang sebenarnya telah melanglang buana merasakan dan melihat perbedaan itu. Reputasinya langsung hancur.

Jika ada kesempatan untuk kembali ke waktu itu, Atkinson ingin kembali dan memperbaikinya. Sayang, kesempatan itu hanyalah menjadi sebuah kemustahilan. Kita perlu belajar bahwa reputasi dibentuk dalam waktu yang lama, namun hanya perlu beberapa saat untuk hancur hanya karena sebuah kata.

Peristiwa di balik sepak bola akhirnya ditutup dalam bahasan relasi pesepakbola dan sang ibu dalam artikel berjudul Silvia Balotelli, Sepak Bola dan Kasih Seorang Ibu.

Kejadian seusai Balotelli mencetak dua gol kemenangan Italia atas Jerman dalam laga semifinal di Euro 2012 dan mendatangi tribun penonton seusai pertandingan menjadi viral. Balotelli yang nyentrik dengan rambut mohawk tipisnya memeluk seorang wanita tua berkulit putih, cukup lama. Wanita itu mencium pipi dan kening Balotelli dengan sangat lama, sambil menangis bangga.

Wanita itu bernama Silvia Balotelli, wanita yang dipanggil Balotelli dengan sebutan "ibu". Pada waktu kecil, Silvia mengadopsi Mario yang kesulitan diurus oleh kedua orang tuanya karena persoalan kemiskinan.

Artikel ini mengungkapkan bahwa peran seorang ibu bagi pesepak bola bukan saja membantu mereka melupakan kisah pedih masa lalu tetapi juga membantu mereka mengambil keputusan besar dalam hidup, seperti yang dialami Frank Lampard dan Christiano Ronaldo.

Penalinya sebagai berikut. Sepak bola adalah sebuah keindahan, dan keindahan itu bukan saja terlihat dari para seniman bola bermain secara individu dan tim, tetapi terbentuk dari sebuah tata kasih dari orang terdekat, seperti seorang ibu. Keindahan Sepak bola tanpa mereka adalah sebuah kemustahilan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun